37. Bukan snow white

937 56 1
                                        

"Dan ini bukan cerita yang akhirnya bahagia. Bukan"

-ARZARA-


Zara melirik sebuah buku diatas meja belajarnya. Buku yang sudah lama tidak ia buka lagi. Buku yang sampai sekarang hanya ia jadikan pajangan. Ia membiarkan buku itu tidur lama. Sangat lama sampai ia tidak mau membangunkannya.

Karena pemilik buku itu jatuh pada pemberi buku. Namun pemberi buku sudah tidak lagi menulis, tidak ada lagi tinta disana. Ia menghilang. Maka dari itu pemilik buku membiarkan bukunya tertidur layaknya seorang nenek tua yang memberi apel pada snow white hingga snow white tidak lagi membuka mata.

Namun, buku itu benda mati. Ia tidak seperti snow white yang akan bangun dan hidup kembali jika ada pangeran.

Karena sebenarnya, bukan buku itu. Bukan buku itu yang seperti snow white. Namun, pemiliknya. Ia seperti benda mati yang diberi nyawa. Ia tertidur sampai siapapun yang berusaha membangunkannya, ia tetap menutup matanya rapat.

Hingga pangeran datang dan berhasil membangunkannya lalu mereka hidup bahagia selamanya. Tapi sayangnya, ia bukan snow white. Ia tidak punya pangeran. Dan ini bukan cerita yang akhirnya bahagia. Bukan.

"Za. Ketika kamu membuka buku ini, itu sama dengan kamu membuka duniaku. Semudah itu"

Setetes air jatuh membasahi lembar pertama pada buku itu. Pertama kali ia membuka buku itu dengan senyuman yang dunia pun tidak bisa meniru seberapa senangnya ia. Namun sekarang, ia membuka buku itu dengan air mata. Jauh dari rasa senang. Dan jelas, dunia pun tidak ingin bersedih hanya untuk menirunya.

Ia pun segera menutup buku itu dan meraih ponsel yang berada di atas tempat tidurnya. Mencari nama seseorang yang suaranya ingin ia dengar sekarang juga. Namun, tidak ada jawaban dari sana. Bahkan ponselnya pun tidak aktif.

"Za. Aku gaakan pernah ganti nomor telfonku"

"Kamu akan ganti kalau handphonemu hilang"

"Gaakan. Pengawasanku terlalu ketat"

"Ya kalaupun hilang, ngga masalah kan dengan kamu ganti nomor"

"Engga, Za. Nanti kamu kerepotan harus mengetik dan menyimpan nomorku yang baru"

"Ya enggalah. Mana mungkin kerepotan cuma menyimpan nomor telfon. Apalagi nomor kamu" Jawab gadis itu sambil terkekeh kecil.

"Supaya kamu tidak perlu mencariku"

Senyuman yang tadi menghiasi bibirnya pun dalam sekejap menghilang, "Memangnya kamu mau kemana?"

Lelaki itu pun tersenyum, "Aku tidak akan kemana-mana kalau rumahku disini"

Zara terus menelfon, namun tidak ada jawaban satupun. Lelaki itu menghilang lagi. Dan kini, gadis itu menghancurkan kembali tembok yang sudah ia bangun dengan kokoh; mencarinya.

Ia pun keluar dari rumahnya, melihat ke kanan dan kiri namun tidak ada siapapun disana. Kakinya terus berlari sampai ia melihat orang-orang yang sedang berkumpul tidak jauh darinya dengan memasang wajah iba.

***
"Zara. Makan dulu ya sayang? Buka pintunya" Ucap Rina lirih.

Tak ada jawaban.

2 hari setelah pemakaman Gara, gadis itu tidak mau keluar dari kamarnya. Ia terus menangis. Matanya sudah sembab tak karuan. Tatapannya kosong. Dan surat terakhir dari Gara pun sudah penuh dengan air matanya.

ARZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang