26. Jalan pulang-pergi

1.8K 114 11
                                    

"Rumah bisa jadi bukan rumah kalo orang yang tinggal didalamnya gak betah"-PN.

"Ketika rumah yang seharusnya jadi jalan untuk pulang, tapi malah jadi alasan untuk pergi"-PN.

-ARZARA-

Wanita paruh baya itu sedari tadi duduk di ruang tamu sambil menonton tv juga menunggu anaknya pulang.

Tak lama suara pintu terbuka pun terdengar di kedua telinganya. Ia pun segera beranjak menuju pintu depan.

"Sayang, mama nunggu kamu dari tadi. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu" Ucapnya dengan senyuman hangat yang terpatri di wajahnya.

Tak ada jawaban.

"Maafin mama ya?"

Tak ada jawaban.

"Arsa mama mohon, jangan kaya gini"

Lelaki dengan seragam yang sudah amburadul itu seolah tak mendengar ucapan wanita yang telah melahirkannya dan melanjutkan langkahnya.

Linda pun menghalangi langkah putranya, "Arsa. Mama minta maaf. Kenapa susah sekali mendapat maaf dari kamu?"

Arsa pun menghela nafas kasar.

"Gausah sok perhatian sama saya. Urus suami dan anakmu saja"

Setelah mengucapkan itu, ia pun kembali melanjutkan langkahnya menuju kamarnya yang berada dilantai 2. Namun, belum saja ia melangkahkan kakinya, wanita paruh baya itu menarik tangannya.

"Arsa. Mama sayang sama kamu. Dan jelas kamu pun anak mama. Maafin mama. Tolong kasih mama kesempatan buat perbaikin semuanya" Ucap Linda dengan lirih.

Arsa pun diam. Tanpa berniat mengeluarkan sepatah katapun.

"Kasih mama kesempatan buat perbaikin semuanya ya, sayang?" Ucap Linda dengan matanya yang mulai memerah.

Ya. Jelas. Arsa tak bisa jika harus melihat ibunya menangis. Sangat tak bisa.

Arsa pun perlahan melepas cekalan tangan Linda.

"Maaf. Saya mau istirahat. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk saya"

Setelah mengucapkan itu, Arsa pun segera melanjutkan langkah kakinya. Anak demi anak tangga ia lewati tanpa berniat melihat ke belakang--dimana ibunya berada.

Semakin ia melangkah, semakin deras air mata yang jatuh membasahi pipi Linda.

Entah kenapa Linda berharap agar waktu diputar kembali saja. Agar ia bisa lebih dekat dengan anaknya. Arsa Anggara.

Ia sangat merindukan senyuman putranya itu. Senyuman yang dulu tanpa berpikir dua kali, tanpa diminta, dan tanpa disuruh, Arsa sudah melakukannya setiap saat.

Tapi mengapa, kini setitik senyuman saja sangat sulit untuk menghiasi wajahnya?

Terutama untuknya.

***

Hari ini adalah hari minggu. Hari dimana Zara tak lepas dengan tempat tidurnya yang begitu empuk dan nyaman.

ARZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang