8. Most wanted boy

2.8K 163 6
                                        

"Jika tidak bisa membuktikan, untuk apa sejak awal memberi harapan?"-Z

-ARZARA-

"Maka dari itu gue pengen jadi siapa-siapa lo"

Zara hanya mematung dan membungkam mulutnya rapat-rapat.

"Pulang sekolah bareng gue"

***

"Ra, bokap gue udah didepan. Lo bareng gue aja gimana?" Tawar Nana.

"Nggak deh, Na. Makasih. Gue masih mau nunggu Arsa" Balas Zara.

"Yaudah. Gue duluan, ya!" Seru Nana sambil melambaikan tangannya. Zara pun membalasnya dengan hal yang sama sambil tersenyum.

Tak terasa, gadis itu sudah menunggu Arsa setengah jam di depan gerbang sekolah. Ia pun sudah menelfon dan mengirim pesan beberapa kali pada cowok tersebut. Namun, tak ada balasan satupun.

"Ra, lo lagi nunggu siapa?"

Zara pun menoleh. "Lagi nunggu Arsa"

"Di parkiran udah kosong. Mungkin dia udah pulang duluan" Tebak lelaki tersebut.

Zara pun menggeleng kepalanya sambil tersenyum. "Nggak mungkin. Orang dia bilang mau anter gue pulang, kok"

Lelaki tersebut pun berniat untuk menemani Zara sampai Arsa menjemputnya. Karena cowok itu orangnya humoris ditambah supel, jadilah mereka cepat akrab.

1 jam pun berlalu..

Sudah berpuluh-puluh kali ia menghubungi lelaki tersebut. Namun, masih sama seperti tadi--tak ada jawaban. Entah sengatan apa yang mengenai tubuhnya sampai-sampai ia khawatir pada Arsa, takut jika terjadi sesuatu pada lelaki tersebut.

Zara pun berdecak kesal sambil sesekali menghentakan kakinya, karena seorang lelaki yang ditunggunya itu masih tak kunjung datang juga. Devan yang melihatnya hanya bisa terkekeh kecil. Menurutnya, Zara sangat imut ketika sedang marah.

Benda pipih milik gadis itu pun berdering, pertanda ada sebuah pesan masuk.

Gue gak jadi anter lo

Pesan singkat itu sontak saja membuatnya naik darah dan ingin segera menelan lelaki itu hidup-hidup.

Kenapa ia tidak bilang itu sejak tadi? Apakah mengirim kalimat sesingkat itu menghabiskan waktu? menghabiskan pulsa? Atau menghabiskan kuotanya?!

Kenapa harus membuatnya menunggu dulu? Okelah. Satu menit sampai 15 menit itu sudah cukup buat menunggu. Tapi, ini satu jam! Dimana perasaan lelaki itu?! Meminta maaf pun tidak! Menyesal pun tidak! Merasa bersalah pun tidak! Muka tembok emang tuh anak! Dan bodohnya Zara mau saja menunggu lelaki batu itu.

"Kenapa, Ra?" Tanya Devan.

Zara tidak menjawabnya. Ia malah mengalihkan topik pembicaraan.

"Dev.. Maafin kelakuan Arsa tadi, ya?"

"Santai aja kali, Ra. Orang bukan salah lo"
"Yaudah ayo gue anter"

***

Setelah sampai rumah, Zara langsung mengembalikan helm milik Devan dan membuka pagar rumahnya. Lalu, nyelonong masuk begitu saja tanpa berterima kasih ataupun tersenyum tipis. Membuat cowok itu sontak menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. She's weird, but i like it. Gumamnya.

Setelah memastikan gadis itu benar-benar masuk ke dalam rumahnya, ia pun langsung beranjak pergi dari sana.

Zara menutup pintu rumahnya dengan kasar membuat Rina yang sedang menonton tv tersentak kaget.

ARZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang