Hari-hari kerja diwarnai hujan deras, dan kantor yang memulai protokol baru untuk Covid-19. Kewajiban cek suhu, pakai masker, cuci tangan per jam hingga jadwal WFH berlaku untuk setiap orang. Sebetulnya gak terlalu ngaruh sih buatku, karena aku sejak dulu memang sering pakai masker kalau lagi sakit atau lagi musim kering. Udaranya Jakarta memang bikin gampang sakit. Polusinya pol.
Tapi sekarang, maskerannya lanjut di dalam gedung juga. Meski ngantor, meeting dilakukan secara virtual. Untungnya kelakuan anak-anak divisiku sejak dulu udah pada ansos secara natural, jadi aturan jaga jarak gak berasa-berasa amat.
Selain itu, gak banyak yang berubah. Rutinitas kantor seperti biasa, tugasku juga sama aja. Industri IT memang sekilas terlihat sangat canggih dan super keren, tapi ada rutinitas yang sangat teratur di baliknya. Isinya ya kami-kami ini, kalau jokes-nya Kiky, "robots behind the robots" hahahaha. Aku suka kerjaanku, karena gak banyak drama, membuatku merasa rileks karena kemapanan dan keteraturannya, dan aku udah bisa malas-malasan, udah masuk ultra comfort zone aja gitu.
Makan siang di atap, aku makan bareng Armie di area yang kini sepi banget.
"Kantorku kayaknya bakalan gawat sih, pandemi ini..." ia berkata dengan wajah muram di balik maskernya.
"Parah ya?"
"I'm in restaurant business, Ya. We need people hanging out to make money." jawabnya sambil menggelengkan kepala, "Aku harus mikirin sesuatu yang bisa jalan, at least buat aku survive.""Mie, kamu tuh udah gak mesti mikir, kali, harusnya..."
Ia mengerutkan kening.
"Your food! Kamu jualan makanan, udah pasti jalan, Mie." jawabku, "Buat dapat bekal seenak ini, aku rela bayar 50 ribu sekali makan. Beneran."Hari ini, Armie bikin bekal bertema Jepang, isinya tempura dan salad dan sosis. Simpel banget tapi well-seasoned.
"Really? 50 ribu?" ia bertanya gak percaya.
"Iya. Kalau kamu mau, aku bisa bantuin kamu set-up apps, Nina bisa bantu dan kasih kamu insight soal marketing dan ngurusin social media. Bisa banget kalau kamu mau."
"Hmmmm... Kamu ikutan?""Dude, you're using my kitchen all the time. Ofc I'm in. Aku dukung kamu 100%. Lebih malah. Kamu butuh apa, aku akan coba cariin."
Iya. Dapurnya Armie kecil banget di unitnya. Dia hampir selalu masak di tempatku. Apalagi kalau udah ada si otang dan si presto.
Armie terkekeh.
Kami lanjut ngobrol bikin plan dengan seru.***
Balik ngantor, rupanya ada rapat pimpinan. Dan aku diajakin. Which meansss... It's almost official! Aku beneran mau naik jabatan!
Meeting hari ini berlangsung lumayan panjang, karena gara-gara Corona banyak banget keputusan strategis yang berubah, termasuk soal WFH dan kemungkinan lockdown. Aku sih gak terlalu menyimak, karena divisiku paling siap kalau mau WFH: terbiasa bikin apa-apa sendiri, laporan selalu online, komunikasi terbiasa via chatroom. Persiapan WFH untuk divisi lain, rencananya bakalan ditangani Jaka, yang bakalan gembira. Selain itu meet urusannya keuangan dan otakku mendadak seret. Ngezombie sampai selesai. Dan ternyata udah mau jam 11 malam saat kami keluar dari meeting room.
Aku pegel banget sumpah, pakai masker.
Jadi aku pergi ke taman balkon, buka masker dan bernafas dalam-dalam.
Ironis ya. Nongkrong ke smoking area demi mendapatkan udara segar."Aku mau ngobrol sama kamu lagi..." tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan Avant. Whoa!
"Oh, oke. Boleh." jawabku segera, kaget sih.
"It's okay. I'm not taking off my mask. Aku lebih suka lihat muka kamu, sih." ia mengangkat tangannya, saat aku gelagapan mau pasang maskerku. Plus, dia gak bergerak dari tempatnya di pintu.
"Aku gak bawa catatan apa-apa tapi. Barusan udah aku tinggal di mejaku..." lalu aku ingat.
"No worries. It's personal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Plot Twist
ChickLitMeskipun dikategorikan sebagai single happy person, sebetulnya Neria juga menginginkan apa yang dimiliki oleh sahabat-sahabatnya: rumah, suami, anak...keluarga. Neri lalu bertemu dengan dua lelaki dari masa lalu: Dharma dan Avant. Tapi, tidak semuda...