Bitter Goodbye

5.8K 1.2K 106
                                    

This is bad.
This is really bad.

Aku gak tahu gimana reaksiku terlihat di depan orang-orang lain, tapi kayaknya semua bersikap normal aja. Avant balik dari kamar mandi dan dengan santai berkenalan sama Dipta. Dipta bersikap charming dan ramah menanggapi Avant sebagai pacar baruku. Dan Ren super bangga karena sukses bikin surprise.

I can't ruin the night.

"Gue lagi proses editing musik, yaaah...seminggu lah di sini. Tau Ren mau ke sini, jadi gue pas-pas'in aja, biar bisa balik bareng."

"Biar bisa tes Covid bareng. Dia penakut banget sama dokter." ralat Ren. Bener sih nih. Dipta pernah pacaran ama berbagai jenis dokter, tapi dia penakut soal suntik-suntikan.

"No worries, bro. Aku juga gak suka banget sama dokter, jarum suntik, rumah sakit. Nope. Just, nope."
Avant tampak senang berada di kumpulannya, lelaki-lelaki alpha dengan tipikal berbeda, dengan satu vibe yang serupa.

Aku minum segelas white wine lagi dari meja. It helps me stop thinking too much and calm down my nerves. Aku udah lama banget gak minum, terakhir mungkin sebelum lulus kuliah. Aku suka wine dan teman-temannya, tapi gak suka bangun pagi dengan kepala berdenyut dan perut kayak diaduk-aduk.
Tapi malam ini kayaknya aku butuh banyak.
Sejujurnya, aku pengen kabur dari sini.

Aku bisa aja bilang sama Avant kalau Dipta adalah orang yang pernah kuceritain waktu itu. Tapi aku gak tau gimana dia akan bereaksi.
Ada Ren pula. Ren dulu terkenal di kampus kami, pernah menghardik dosen yang godain teman perempuannya.

I kinda worry what they'll do to Dipta if they know. Trus aku langsung sebel sendiri rasanya, sadar kalau aku masih mikirin dia padahal dia udah jahat.

"Ner, lo udah minum banyak banget."
Nah. Dia komentar, menahan botol Chardonay yang mau kuambil.
"I'm fine." jawabku cepat, menariknya dan menuang isinya ke gelasku.

Avant lagi ketawa-ketawa berdua Ren, entah ngobrolin apa. Keduanya memegang gelas berisi bourbon dan vodka di tangan masing-masing. Ah parah sih. Alamat kami semua pulang pakai taksi malam ini.
Lalu aku ngeh kalau Dipta gak minum sama sekali. Dia gak pernah minum. Sejak dulu, dia hanya minum soda.
...lalu memanfaatkan ketidaksadaranku secara sadar.

"Vant, pulang yuk." ajakku. Aku mendadak parno setengah mabuk dengan Dipta di sekitarku.

"The night's still young, love. We can always take a day off tomorrow..." jawab Avant sebelum tau-tau bangkit dan pergi ke depan panggung sama Ren. Meninggalkanku berdua doang sama Dipta! Halaaaah.

Dipta duduk di sebelahku. Aku bahkan gak sanggup untuk bergeser, meskipun mau.

"Gue perlu bicara sama lo." ia berkata.
"Gue enggak mau lagi bicara sama lo." jawabku segera.

"Lo belum maafin gue, Ner."
"Gue gak akan maafin lo, emang."

"Neri..." Dipta menyentuh lenganku dan aku refleks bergeser menjauh. Sebelumnya, aku bahkan bisa tidur dengan santai banget di rumahnya. Tapi hari ini aku muak banget.

"I was young and stupid. I made mistakes. I'm sorry, Neri." Dipta berkata pelan.

"Gue gak tau apa aja yang lo lakuin sama gue, Dip. Gue gak tau mesti maafin bagian mananya, but let's get this straight now, then. Did you rape me?"
"God. No. Neri. No. I would never..."

"Did you see me naked?" potongku.
Ia ragu-ragu menjawab.
"I took that as a yes." sambungku seketika.

"Did you touch me somewhere you shouldn't?" tanyaku lagi, "Another yes, I guess."
Dipta mengusap wajahnya dengan frustasi.

"Did you kiss me? Oh, oh, a lot, I suppose." lanjutku sekalian.

"And you did them all without my consent. You've assaulted me. That's what you do." aku menunjuk dada Dipta dengan telunjukku.

Plot TwistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang