Co-Hab Rehab

5.7K 1.2K 53
                                    

Saat dibandingkan dengan Jakarta, London adalah kota yang jauh lebih efisien. Ditambah lagi pandemi, Avant bilang London is in his best state. Gak ada hiruk-pikuk kerusuhan para pekerja di business district, karena kebanyakan sudah WFH, dan jadinya suasananya lebih sepi.

London punya langit yang jarang sekali cerah.
Dua minggu sejak kedatanganku di sini, bisa dihitung jari kapan aja langitnya terang ala-ala spring time yang kubayangkan selama ini. Avant dan aku selalu bawa payung di dalam tas kami. Dan hujannya itu...berangin, dingin, dengan suhu maksimal 10°C. Di hari pertama kami pulang kantor, aku menggigil nyaris beku bahkan setelah mandi air panas. Dibutuhkan semua selimut dari lemari untuk membuatku berfungsi normal kembali malam itu.

Flatnya Avant punya dua kamar, dengan denah mirip rumah standar di Indonesia, ada dapur, kamar mandi, ruang makan, bedanya cuma lokasinya di lantai 5... Aku menempati satu kamar berjendela besar dengan pemandangan ke London Eye yang sudah beberapa waktu gak beroperasi. The view is very pretty. Aku juga dapat lemari baju--yang isinya kosong karena cuma bawa sedikit, meja kerja, ranjang single yang empuk dan penghangat ruangan yang gak terlalu fungsional karena aku masih tetap selaly berasa mau beku tiap bangun subuh.

Selain pakaian yang kupakai, aku pakai semua jaket, syal, topi, jas hujan, bahkan sepatu botnya Avant. Di luar dugaan, aku kedinginan setiap saat dan butuh pakaian berlapis-lapis tiap jalan keluar.

"You'll adapt, Neria Ilsa." ia memberiku semangat hari ini, saat melihatku keluar kamar mirip boneka salju, gendut gara-gara bajuku tebal banget.

Aku tersenyum sinis. Dia tuh hanya pakai tambahan coat panjang dan syal doang, sisanya persis pakaian sehari-harinya di Jakarta--kemeja, sweater, jeans.

"Mungkin nanti malam kita bisa mampir kemana dulu untuk beli perlengkapan buat kamu. Yang aku punya di sini hanya baju-baju untuk spring. Pakaian winterku semua di rumah Mama." ia berkata saat kami jalan menuruni tangga untuk keluar.

"Do I really need winter clothes on March?" tanyaku, lalu aku ngeh kalau itu pertanyaan bodoh karena jawabannya jelas.

Avant tertawa, mengusap kepalaku yang tertutup kupluk tebal, "You certainly are, love."

Aku tuh dipanggil "love" sama dia, masih aja deg-deg-ser! Padahal, beneran, sih, banyak orang panggil teman akrab atau perempuan lebih muda dengan kata "love" di sini.

Avant membuka pintu keluar.
Aaaaargh. Gerimis lagi.

"Come closer, we'll share an umbrella and I'll hug you along the way so you'll get warm." ia membuka payungnya dan menarikku mendekat.

Nah ini juga nih.
Mak, saya pusing, Mak!

Hidup bersama gebetan ternyata gak selalu menyenangkan, terutama kalau bingung melulu setiap saat. Bingung cara menanggapi, gimana bersikap, harus ngapain...
Hampir setiap malam kami makan di luar, dan rasanya kayak diajakin nge-date terus. He buys me flowers just fun! Dia juga sering memuji penampilanku di waktu-waktu random. Tapinya dia gak kayak Armie yang gesturnya naksir, malah lebih mirip Kiky, kebayang gak sih?
Pure platonic aja gitu. Agak aneh, karena aku dan Kiky, kami ga naksir-naksiran kan, sementara aku jelas tertarik sama lelaki ini... yang lagi merangkulku rapat-rapat sambil jalan di hujan menuju kantor sekarang gini nih... Udah traveling kemana-mana pikiranku, tapi dia beneran tulus melakukannya biar aku hangat sampai kantor.

Somehow I know that he'll love me, but I'd be falling in love with him.
To be the only one who falls, is never feel good at all.

***

Di kantor Garde yang super canggih, aku punya ruangan sendiri. Tapi aku masih lebih suka di common room yang isinya adalah semua orang dari semua divisi, yang hampir kosong.

Plot TwistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang