Decisions Pt. 3

5.9K 1.3K 262
                                    

Aku masih ngerasa kakiku gak menapak tanah saat menaiki tangga menuju unit apartemen kecilku. Perjalanan pulang barusan, aku masih mikirin tawaran absurd Avant.
Aku tau sih dia jenius. Tapi aku gak pernah tahu kalau dia se-nyentrik ini.

Di anak tangga terakhir, aku mendapati Dipta duduk di depan pintuku.

"Dari mana?"
"Pulang kerja. Makan sama Avant. Gea mana?"
"Di tempat Kiky. Gue mau ngobrol sama lo."
"Ini jam 1 malem, lho."
"I know. It's about Dharma."

Oh. No.

Aku membuka pintuku.
"Ngobrol habis gue cuci muka ya."
"Sip."

***

Tapi saat aku selesai bersih-bersih, ponselku nyala. Ibu nelpon panik, ngabarin kalau Illy barusan harus ke RS untuk lahiran. Finally!

"Dip! Gue harus ke Bandung. Lo bisa ngga ngobrolnya besok-besok? Gue mau ambil cuti beberapa hari. Illy lahiran."
"Serius? Ah gue anter aja sini."
Semudah itu emang buat kami berdua ujug-ujug kemana-mana. Padahal dalam kondisi cuma bawa badan doang.

"Gea gimana?"
"Gea aman. Dia betah sama Kiky. Benji lagi stuck di Surabaya, Gea lagi school-from-home. Kalem."

Alright. Mantep.

***

Di mobil, aku sengaja menginterogasi Dipta soal kasus terakhirnya yang sampai masuk Lambe di IG. Sudah lumayan lama juga sejak kami cuma berdua berkendara antar-kota. Malam-malam, ngobrol apa aja, cerita hal-hal rahasia, mulai yamg bikin nangis sampai ngakak terbahak-bahak.

"Masih lo berhubungan sama si Putri?" tebakku.
"Ya masih. Masa gue tinggal gitu aja, Ner?"
"Gini emang. Giliran yang harus dijauhin, malah lo kekepin mulu. Karma does exists..." aku menoyor kepalanya yang berambut gondrong nanggung. Bikin dia jadi agak mirip Armie, cuma bedanya yang ini gak ada manis-manisnya.

"Sialan, dasar jomblo."
"Lah, lo, duda sok lakuuu."
Hina-hinaan terus sampai pegal rahang.

"Eh gue tuh mau nanya sesuatu sama lo tentang Dharma!"
Baru deh inget si Dipta.

"Apaan?"
Waduh...deg-deg'an apalagi kali ini?

"Tadi sore tiba-tiba dia nelpon gue, nanyain lo. Agak aneh sih, kayak: "Bang, kalau misalnya Eya mau sama aku, Abang rela gak?". Gitu! Gimana pikiran gue gak terbebani coba?"

Haduuuu. Armieeee.
Aku menutup wajahku spontan, dan tentu saja Dipta langsung paham.
"Lo apain adik gue, Neriiiiiii?"
"Enggaaaaaaaaaaa..."
"Bohong! Lo berdua ngapain di belakang gue? Ner, lo tau kan kalau dia tuh adik gue! Off limit! Udah jutaan kali gue selalu bilang..."

Sementara Dipta ngomel, aku jadi punya waktu untuk berpikir. Armie nanya sama Dipta soal kami! It's a...big step, I guess.

"Trus lo jawab apa?" potongku.
Dipta berhenti sebentar, sadar kalau aku nanyanya serius. "Gue suruh dia nanya gue langsung."
Have I told you that Dipta is the ultimate super ribet person in the whole universe?

"Jawab jujur ya Dip. Jangan pake baper. Ini sesuatu yang gue juga pengen tau. Salah banget ya memangnya, buat lo, semisal gue ada hubungan sama Armie? Lo akan jauhin gue atau gimana?"

Mendengar nada dalam pertanyaanku, Dipta berhenti bersikap kayak bocah kalap dan menarik nafas dalam-dalam. Berpikir. Aku biarin. Dipta ini seringnya memang harus beneran ditanyain langsung: masalahnya apa?
Dia ini anaknya sering banget kena kabut kebaperan yang bikin gak bisa lihat situasi dan problem benerannya dengan jelas. Sibuk dulu sama perasaan, praduga, judgement, perkiraan, intuisi, gitu-gitu lah.

Kalau sama orang lain, dia gak bakalan segamblang ini. Sama Armie sekalipun. Dia akan bikin ngambang, sampai kabutnya hilang, dia beneran ngeh permasalahannya, dan tau jawabannya. Ya kali semua orang ngerti. Banyak yang keburu ilfeel.

Plot TwistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang