Armie mengenakan kaos putih tidur dan celana pendek hijau, dengan rambut menutupi alis. I saw Avant on his matching lounging clothes and pajamas, and he looks so sophisticated everytime. Armie looked like a teenage boy taking break from his homework.
"Eya?"
Suara berat Armie disusul segera dengan pelukan eratnya. Meski masih kaget, tapi kedua lenganku seakan otomatis balas memeluknya, satu melingkari lehernya dan yang lain menarik dadanya ke tubuhku. Sementara itu, pikiranku seakan mendaftar semua hal yang kusuka saat Armie memelukku: tubuhnya yang hangat, punggungnya yang keras, rambut ikalnya di antara jari-jariku, aroma parfumnya yang selalu bikin aku relate sama makanan...Setelah beberapa saat yang sedikit terlalu lama, Armie melepaskan pelukannya. Wajahnya masih kaget, tapi dia tersenyum tipis. Jarinya menyusuri wajahku, membuatku serta merta merinding.
"Eya. Kamu pulang." ia berkata lembut.
"Aku tadi mau buka kunci trus gak bisa..." aku menjelaskan sambil tergagap, sengaja mengambil handphone yang barusan terjatuh biar bisa membuat jarak aman.
"Apartemen kamu di sana, Ya. This is my home." ia menunjuk.Hah? Serius?
Astaga. Bisa-bisanya aku salah unit! Aku menutup wajahku dan merasa bego seketika. Armie tertawa kecil, mengambil kunci dari tanganku dan membukakan pintu...yang berjarak beberapa meter dari tempat kami berdiri. Mulus. Pintunya langsung kebuka dengan lancar jaya."I thought you're not living here anymore." ia berkata.
"I thought you're not living here anymore." jawabku."I love this place. Dekat dari mana-mana, gak mahal, sepi, dan...banyak kenangannya." Armie kembali, mengangkat koperku ke dalam apartemen.
Aku mengikutinya dengan langkah-langkah ragu. Mengamatinya menyalakan lampu, AC, menggeser ini-itu dengan gerakan luwes. Things he used to do for me, everyday, back then.."Mau teh?" ia bertanya.
Aku menggeleng.
"Aku lagi bikin susu coklat barusan. Wait. I'll be back." Armie berkata, menepuk pundakku dan keluar lagi.Aku duduk dengan shock.
Wait. Ini gak sesuai sama rencanaku sama sekali. Dengan begitu banyak hal yang terjadi di antara kami, dan how things ended, aku pikir Armie ngambek dan sudah pindah. Apalagi ia juga punya usaha di bidang makanan, harusnya dia gak disini karena dapurnya kecil... Dan BISA-BISANYA AKU SALAH BUKA UNIT!
Mungkin gara-gara jet lag, atau capek terbang 16 jam dan ngangkut koper naik empat lantai.
Tapi tetep aja sih.Armie kembali terlalu cepat, ia menutup pintu dengan tendangan sekilas dan membawa dua mug. Menyimpannya di meja lalu duduk di sebelah.
"How are you, Ya?" tanyanya.
Dia gak seceria barusan. Mungkin dia baru sadar juga, mestinya kami gak pelukan kayak tadi."Kamu kurusan." komentarnya, meraih wajahku, mengusapnya pelan.
"Di London aku jalan kaki ke mana-mana, dan...di sana gak ada nasi Padang." jawabku, membuatnya tertawa.Kami bertatapan lagi. Acak-acakan banget deh perasaanku, dengan Armie duduk di sebelahku, dan tangannya di pipiku.
"I thought you're mad at me." aku berkata akhirnya. Sejujurnya, aku beneran mikir reaksi Armie mungkin akan seperti terakhir kali kami ketemu. Judes, ngambek, pura-pura gak kenal atau benci banget, apalah. Well, I deserved the angry Armie, after all happened.
"I thought so too. But I'm still too glad to see you. I can't help feeling happy." Armie membelai rambutku.
Oh shit. It feels too good. And it makes me feel very guilty."You still owe me a fishing trip. I don't care if you're marrying a Tony Stark. Kita berangkat besok abis subuh ya."
"Mie. Aku masih mesti ke Bandung, ini belum ada yang tau aku udah pulang juga..." aku terperangah. Gils. Apa-apaan nih tau-tau mesti pergi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Plot Twist
ChickLitMeskipun dikategorikan sebagai single happy person, sebetulnya Neria juga menginginkan apa yang dimiliki oleh sahabat-sahabatnya: rumah, suami, anak...keluarga. Neri lalu bertemu dengan dua lelaki dari masa lalu: Dharma dan Avant. Tapi, tidak semuda...