Tissa duduk dibawah pohon. Tempat dimana biasanya ia merenung."Assalamu'alaikum."
Tissa menoleh ke arah pemilik suara.
"Eh, wa'alaikumsalam." jawab Tissa.
"Kamu digangguin lagi sama Jannah?" tanya Reza.
Tissa mengangguk.
"Jannah emang gitu. Setiap kali dia merasa tersaingi, dia bakalan ngeganggu orang itu sampai mengaku kalah. Sungguh sifat yang kekanak - kanakan." ujar Reza.
"Kamu tau dari mana tentang Jannah?" tanya Tissa.
"Aku dulu satu SMP dengan Jannah. Jadi, kurang lebih aku udah tau sifat dan sikap dia." jelas Reza.
Tissa mengangguk.
"Kamu gak dendam kan sama Jannah?" tanya Reza.
Tissa menunduk.
"Jangan dendam, itu penyakit. Kalo kamu dendam sama Jannah, kamu bakalan stres sendiri mikirin dia." jelas Reza.
"Aku gak tau harus gimana." jawab Tissa.
"Biarin aja, Cuekin aja, Let it go." tegur Reza.
Tissa tersenyum manis.
"Makasih, Za."
"Sama - sama, janji jangan dendam?" tanya Reza meyakinkan.
Tissa tersenyum manis seraya mengangguk.
"Gitu dong senyum, kan jadi keliatan cantiknya." ujar Reza seraya mengacungkan jempolnya.
Deg
'Jantungku' batin Tissa.
Pipi Tissa memerah."Yaudah aku balik ke kelas dulu, Assalamu'alaikum." ujar Reza.
"Wa'alaikumsalam." jawab Tissa.
Reza berjalan meninggalkan Tissa. Setelah Reza menjauh, Tissa jadi gelagapan sendiri.
'OMG, what happend to me?' ucap Tissa membatin.'Jangan sampe aku jatuh cinta ya Allah, jangan sampe!!' lanjutnya.
. . .
Keesokan harinya, Tissa ditugaskan untuk membersihkan kantor guru. Tissa menerima perintah tersebut dengan senang hati, karena dia sudah berjanji pada dirinya untuk menjadi perempuan yang baik.
Tissa menyapu, mengepel, dan menyusun buku - buku yang ada dikantor. Tissa tidak ditugaskan sendirian. Ia ditugaskan bersama teman yang berbeda kelas dengannya.
Tugas Tissa hampir selesai. Tinggal menyusun buku - buku yang sudah dibersikan kedalam raknya. Rak bukunya lumayan tinggi, membuat Tissa agak kesulitan menaruh buku dirak paling atas.
Karena tak kunjung sampai, Tissa mencari kursi untuk dinaiki. Didalam kantor ini hanya ada dua kursi. Kursi beroda, yang tak mungkin bisa dinaiki, dan sebuah sofa panjang untuk duduk para tamu.
Akhirnya Tissa mencari kursi ke ruangan lain, yaitu ruang kelas. Iapun mengambil kursi dengan menyeretnya karena lumayan berat. Saat Tissa menyeret kursi yang diambilnya dari kelas, decitannya sangat keras. Tissa pun mengangkat kursi yang berat itu menuju kantor yang lumayan jauh.
Setengah perjalanan, Tissa kelelahan. Sayangnya sepanjang lorong ini tidak ada orang yang bisa ia minta bantuan.
Tiba - tiba kursi yang sedang Tissa senderkan bergerak, membuat Tissa jatuh terduduk.
"Aww!" ringis Tissa seraya memegang pinggulnya yang lumayan sakit.
"Kursi itu untuk duduk, bukan tempat bersender."
Tissa melirik ke arah pemilik suara. Ya, itu adalah pemilik suara musuh bebuyutan Tissa. Orang yang paling dia benci dimuka bumi ini.
'Ya suka - suka gua lah!' ucap Tissa dalam hati.
Tissa bangkit dan membersihkan gamisnya. Tissa tersenyum kecut.
"Maaf Kak, Tissa mau bawa kursi ini ke kantor." ujar Tissa memendam kekesalannya.
Ian menaikan sebelah alisnya. Tumben Tissa berbicara sopan padanya.
"Buat apa?" tanya Ian.
"Tissa gak nyampe mau nyusun buku di rak atas, jadi Tissa mau ngambil kursi ini buat manjat." jelas Tissa.
Ian menyeret kursinya kembali kedalam kelas.
"Kursinya kok dibalikin Kak? Nanti tugas Tissa gak selesai - selesai gara - gara ngurusin kursi doang." ujar Tissa.
Ian tidak mengubris ucapan Tissa dan langsung berjalan menuju kantor.
"Lah, malah dikacangin." ucap Tissa kesal.
Tissa berlari menyusul Ian. Sesampainya dikantor, Tissa melihat Ian yang menyusun buku - buku dirak paling atas.
"Loh, Kakak ngapain?" tanya Tissa.
"Menurut kamu?" tanya Ian balik.
"Y-ya lagi nyusun buku sih, tapi itu tugas Tissa."
"Trus?"
Tissa melirik Ian dengan tatapan kesal.
'Bodo ah, biarin aja dia yang ngerjain' batin Tissa.
"Rak cuma setinggi ini aja gak nyampe." ucap Ian seraya menepuk - nepuk telapak tangannya.
"Ihh nyebelin banget sih, Kak. Ngatain Tissa mulu, gak capek apa?" tanya Tissa kesal.
Ian tersenyum kecil.
"Enggak." jawab Ian.
"Tau ah, Tissa mau balik, Assalamu'alaikum." ucap Tissa seraya pergi.
"Wa'alaikumsalam." jawab Ian.
Setelah Tissa menjauh, Ian tersenyum seraya terkekeh.Di ruangan itu ada beberapa pegawai yang sedang mengerjakan tugasnya. Tapi Tanpa Ian sadari, sedari tadi ada seseorang memperhatikan mereka berdua. Hatinya hancur oleh rasa kecewa yang mendalam. Rasa benci pun mulai merasuki dirinya.
Klik the star
Klik the star
Klik the star
Klik the star
Klik the star
KAMU SEDANG MEMBACA
Muslimah Bobrok! ✔ [TAHAP REVISI]
Teen Fiction"Saya mohon, satu hari aja, jangan buat masalah!" pinta Ian. "Emang gue pernah buat masalah?" Tissa yang biasanya hidup bebas, kini harus terkekang dengan aturan pesantren. Ditambah lagi dengan pengawal amatiran yang diperintahkan untuk mengawasi...