Part 23

2.2K 220 4
                                    


Sudah seminggu Tissa tak kunjung sadar. Ian mulai putus asa. Ia hanya bisa berharap pada Allah swt.

Ponsel Ian berbunyi.

"Hallo," ucap Ian menjawab telepon.

"Halo Pak, Bapak sudah bisa ke kantor? Sudah banyak tamu yang datang untuk menemui Bapak, tapi Bapak gak ada. Kalau begini terus banyak perusahaan lain yang kecewa, Pak." ujar Sekretarisnya.

"Saya udah bilang saya gak bisa, saya harus nungguin Istri saya, ngerti gak?"

"Maaf, Pak tap-"

Telepon di tutup sepihak oleh Ian.

Ian tidak ingin melewatkan sedikitpun perkembangan Tissa. Bahkan untuk pulang kerumah, Ian tetap tidak mau.

"Rumah tak lagi sama semenjak tidak ada Tissa." ujarnya saat ditanya kenapa tidak mau pulang.

"Tissa," lirih Ian.

"Mas bakalan nungguin kamu sadar, kamu bangun dong," ucap Ian menggenggam tangan Tissa.

"Mas janji, akan nurutin semua permintaan kamu kalo kamu bangun, termasuk beliin kamu Al-Qur'an dari arab yang kamu idam - idamkan dari dulu." ujar Ian.

Ian menenggelamkan wajahnya dibalik lengan Tissa. Menggenggam jari jemari Tissa dengan erat.

"Bener ya?"

Ian melirik ke arah suara.
Refleks Ian menegakkan duduknya.

"Tissa, Masya Allah!" ucap Ian seraya memeluk Tissa.

"Aw - awh! B-berat Mas!" ujar Tissa lemah.

"Maaf, maaf. Ya Allah, terima kasih!" ucap Ian menciumi kening Tissa.

Tissa tersenyum haru.

"Emang, berapa lama sih Tissa tidur?" tanya Tissa.

"Seminggu." jawab Ian.

"Cuma seminggu?"

"Cuma kamu bilang?!"

"Iyalah, seminggu itu cuma. Mas sih, gak tau betapa bahagiannya mimpi Tissa pas koma." ujar Tissa.

"Mas gak habis thinking, kamu ini emang aneh ya?, Mas nungguin kamu disini gak pulang - pulang, kamu malah bilang kamu bahagia?!"

"Mas tau gak aku mimpi apa?" tanya Tissa lagi.

"Gak tau dan gak mau tau." ujar Ian kesal.

"Tissa mimipiin Ayah, Mas." ujar Tissa.

Ian menatap serius ke arah Tissa.

"Tissa main bareng Ayah, seru - seruan, curhat tentang hidup, dan akhirnya.." potong Tissa.

"Apa?" tanya Ian penasaran.

"Ayah ngajak Tissa pergi ke arah cahaya putih gitu, Ayah minta Tissa ikut Ayah. Tapi, Tissa gak mau. Tissa masih punya tanggung jawab." ujar Tissa, air matanya menetes.

"Tissa masih mau bahagia bareng Mas Ian." ucap Tissa menatap mata Ian.

Ian menghela nafas.

"Alhamdulillah, kamu masih bisa bangun. Kamu mau liat anak kita gak?" tanya Ian seraya mengelus kepala Tissa.

"Anak?" tanya Tissa.

Ian menaikkan kedua alisnya tak menyangka.

"Oh iya, mana anak Tissa Mas?!" tanya Tissa.

"Jadi dari tadi kamu gak inget kamu punya anak? Dan kamu juga gak inget kamu pingsan kenapa?" tanya Ian.

Tissa menggeleng.

Muslimah Bobrok! ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang