Hari ini Ian libur untuk satu hari. Akhirnya, ia bisa menemani Tissa di rumah. Tissa yang baru bangun, melihat Ian sedang ngopi ganteng di balkon kamar menikmati sejuknya pagi.
Tissa bangkit dan menghampiri suaminya.
"Mas,"
"Kamu udah bangun, mau sarapan?" tanya Ian.
Tissa menggeleng.
"Mas, kok cepet banget bangunnya?" tanya Tissa.
"Makanya, selesai sholat subuh jangan tidur lagi." tegur Ian.
Tissa memicingkan bibirnya dan mencubit bahu suaminya geram.
"Sakit!" ujar Ian.
"Biarin." ucap Tissa seraya duduk di sofa samping Ian.
"Hari ini Mas Ian liburkan?" tanya Tissa memastikan.
"Iya."
"Bagus, deh. Kita jalan - jalan yuk, Mas?" ajak Tissa bersemangat.
"Gak usah lah."
"Kenapa?" tanya Tissa memelas.
"Besok kan Mas harus kerja lagi, takutnya nanti kecapean." ujar Ian.
"Jadi kita di rumah aja gitu?"
"Quality time aja." jawab Ian seraya tersenyum.
Tissa menyinyir tak jelas melihat jawaban suaminya.
"Ehm, Mas."
"Apa?"
"Gak jadi, deh."
"Kenapa? Cerita aja."
"Tissa takut mau cerita, takutnya Syifa marah." ujar Tissa.
"Syifa?"
Tissa mengangguk.
"Syifa kenapa?" tanya Ian seraya menegakkan duduknya seperti penasaran dengan apa yang akan Tissa bicarakan.
"Tapi, Mas janji jangan cerita kesiapa pun di dunia ini ya?" tanya Tissa memastikan.
"Iya, Mas kan emang gak pernah cerita - cerita sama orang lain kecuali Umi sama kamu." ujar Ian.
Tissa mengangguk.
"Jadi gini," Tissa pun menceritakan nasib yang dihadapi oleh Syifa. Sepanjang cerita, Ian hanya menggangguk dan selebihnya mendengarkan.
"Jadi gitu, Mas. Kasihan ya Syifa?"
Ian mengangguk.
"Tapi Alhamdulillah, katanya Suaminya udah mulai berubah, In sya Allah istiqomah ya, Mas?"
"Aamiin." jawab Ian.
Ponsel Ian yang berada diatas meja berbunyi.
"Ambilin." titah Ian.
Tissa memicingkan bibirnya seraya berjalan mengambil ponsel Ian.
"Nih." ucap Tissa memberikan ponsel Ian.
"Makasih, sayang."
Tissa membuat wajahnya seakan ingin muntah.
"Hallo," ucap Ian mengangkat telpon.
"Sekarang?"
"Yaudah, Saya kesana." ucap Ian menutup telpon.
"Mau kemana, Mas?" tanya Tissa.
"Ke kantor."
"Katanya libur!"
"Sebenernya gak libur, cuma mau break aja, dan ternyata sekretaris nya Mas gak bisa ngurus semua sendiri." ujar Ian.
"Harus banget pergi ya?" tanya Tissa cemberut.
Ian menggenggam tangan Tissa.
"Nanti kalo udah libur beneran baru kita jalan - jalan, oke?"
Tissa mengangguk.
Ian tersenyum dan mencium kening Tissa. Ian langsung pergi ke kamar mandi dan bersiap - siap ke kantor.
Setelah Ian pergi, Tissa sendiri lagi.
Tissa berencana untuk ke Mall sore ini. Tapi, ia harus membersihkan rumahnya dulu sebelum pergi.Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Waktunya Tissa sholat zuhur dan setelah itu membereskan kamar.
Akhirnya pekerjaan selesai pukul dua siang. Tissa cukup lelah, tapi karena mengingat ke Mall, ia jadi tetap semangat.
"Let's go baby, kita berangkat." ucap Tissa seraya menggendong Aileen.
Tissa pun keluar dari kamar dan berjalan menuju motornya yang ada di halaman rumah. Tissa pun berangkat ke Mall dengan menggunakan motor yang melaju dengan santai.
Sesampainya di Mall, Tissa memarkirkan motornya dan langsung masuk.
Tissa teringat bahwa dia belum makan siang.
"Makan dulu kali ya?" ujar Tissa.
Ia berjalan menuju resto yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Makan apa ya?"
"Makanan yang bikin kenyang, nasi goreng aja, deh. Jangan ah, udah bosen. Spagetti aja, ah."
Setelah selesai makan, Tissa pergi menuju Mall lantai atas yang menjual pakaian bayi untuk Aileen.
Tiga puluh menit kemudian, Tissa selesai memilih satu baju yang menurutnya paling bagus. Ia pun membeli baju itu. Harganya tak terlalu mahal. Asal kalian tau, walaupun terlahir kaya, Tissa selalu berusaha untuk berhemat apalagi ketika sudah menikah.
"Makasih, Mbak." ucap Tissa pada kasir seraya mengambil paper bagnya dan berjalan keluar.
"Langsung pulang atau jalan - jalan dulu ya?"
"Keliling dulu deh bentar." ujar Tissa.
Tissa pun berkeliling di Mall yang lumayan besar ini. Hari ini hari minggu, jadi tempat ini lumayan ramai. Banyak yang menjual perhiasan dan alat kecantikan. Namun, tak seperti Ibu - ibu pada umumnya, Tissa tidak tertarik. Tissa tidak suka warna emas karena menurutnya itu warna yang norak. Cincin pernikahannya saja berwarna abu perak.
Saat sedang asyik berkeliling, padangan Tissa terfokuskan pada sebuah restoran fancy. Ia melihat seorang pria sedang makan bersama seorang wanita berhijab seleher.Tissa memperhatikan penampilan Pria itu. Sungguh, sangat mirip dengan Ian.
Karena penasaran, Tissa berjalan masuk ke resto itu. Dan benar saja, ada Ian yang sedang tersenyum kepada seorang wanita yang Tissa perkirakan adalah sekretarisnya.
Tissa tersenyum licik.
"Assalamu'alaikum," ucap Tissa.
"Tissa." ucap Ian kaget.
"Wah, hebat banget kalian ya?"
Ian dan sekretarisnya masih terpelongo dengan kedatangan Tissa.
"Udah, lanjutkan, kalo perlu lanjutkan sampe ke pelaminan."
"Tissa, ini bukan.."
"Assalamu'alaikum." ucap Tissa seraya pergi.
"Kejar, Pak!" ucap sekretarisnya.
Ian mengangguk dan berjalan cepat mengejar Tissa.
I love konflik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muslimah Bobrok! ✔ [TAHAP REVISI]
Teen Fiction"Saya mohon, satu hari aja, jangan buat masalah!" pinta Ian. "Emang gue pernah buat masalah?" Tissa yang biasanya hidup bebas, kini harus terkekang dengan aturan pesantren. Ditambah lagi dengan pengawal amatiran yang diperintahkan untuk mengawasi...