Part 22

2.2K 226 1
                                    


Sesampainya dirumah sakit, Tissa langsung dibawa ke UGD. Sesaat sebelum memasuki ruangan, Tissa menggenggam erat tangan Ian.

"Mas temenin Tissa, ya?" pinta Tissa.

Ian mengangguk mantap dan persalinanpun dilaksanakan.

Tissa berteriak sekeras - kerasnya, menahan rasa sakit yang luar biasa. Hingga urat yang ada di keningnya terlihat. Keringat sudah membasahi tubuh Tissa.

Bu Dokter terus menyemangati Tissa  karena kondisi tubuhnya yang semakin melemah.

"Mas, Tissa gak bisa." lirih Tissa.

"In sya Allah pasti bisa!" ujar Ian.

Ian menggenggam tangan Tissa dengan sangat erat.

"Kalo kamu berusaha lebih kuat lagi, pasti bisa." bisik Ian.

Tissa pun langsung mendorong bayinya sekuat tenaga yang tersisa. Wajahnya sudah semakin pucat.

"Ayo Bu, sedikit lagi!" ucap Bu Dokter.
Tissa mengerang kesakitan, teriakannya semakin keras.

Akhirnya, bayi didalam perutnya bisa keluar dengan selamat.

Ian tersenyum bangga kepada Istrinya. Namun, nafas Tissa masih terengah - engah. Tubuhnya sangat lemas dan akhirnya Tissa pingsan.

Semua orang yang ada di ruangan pun, panik menyadari Tissa yang pingsan.

"Bapak, tolong keluar dulu ya Pak." titah Bu Dokter.

Dengan berat hati, Ian keluar dari ruangan.

Ian teringat dengan Bunda Tissa yang belum mengetahui kabar Tissa. Ian lansung menelponnya.

Bunda Tissa terdengar syok, mendengar kabar bahwa anaknya pingsan saat melahirkan.

Setelah mematikan telepon, Ian terduduk di kursi tunggu. Ia menjambak rambutnya frustasi. Ian hanya bisa berdo'a, menunggu kabar dari Dokter.

Beberapa menit kemudian, Bu Dokter keluar dari ruangan.

"Gimana Dok?" tanya Ian langsung.

"Alhamdulillah sekali, Bu Tissa masih selamat. Tapi saya gak menjamin bahwa Tissa akan sadar dalam waktu cepat. Kondisinya sangat lemah, bahkan untuk bernafaspun susah. Kita lihat saja perkembangannya ya?"  ujar Bu Dokter.

"Saya boleh masuk Dok?"

Dokter mengangguk.

"Terima kasih." Ian langsung masuk kedalam, memeriksa keadaan Tissa.
Dan benar saja, wajah Tissa dipenuhi dengan selang oksigen.

Ian langsung memeluk Istrinya yang sudah berusaha setengah mati untuk melahirkan anak mereka.

"Bagus Tissa. Mas bangga sama kamu.  tinggal satu lagi perjuangan kamu, kamu harus bangun demi anak kita." ujar Ian berbisik di telinga Tissa.

Ian tak kuat menahan tangisnya. Ia langsung menghapus air matanya, ia tidak boleh lemah dihadapan Tissa.

Ian berencana menunjukkan anaknya pada Tissa. Siapa tau, dengan cara ini, Tissa akan sadar.

Ian keluar dari ruangan menuju ruang bayi dimana bayinya diletakkan. Ian mengetuk pintu.
Suster yang ada didalam langsung membukakan pintunya.

"Dimana anak saya?" tanya Ian.

"Mari Pak ikut saya." titah Suster menuntun Ian.

"Bayi Bapak perempuan, cantik kaya Ibunya." ujar Suster.

"Terima kasih." ucap Ian seraya tersenyum menatap anaknya yang tidur dengan nyenyak.

"Boleh saya bawa ke kamar Ibunya sebentar?" tanya Ian.

"Boleh, saya dampingi ya Pak." ujar Suster seraya menggendong bayi Ian.

Ian mengangguk.

"Ini Pak, bayinya." ucap Suster.

Mereka langsung berjalan menuju, ruangan Tissa. Saat memasuki ruangan, Suster pamit pada Ian.

"Assalamu'alaikum Mama, Ini aku anak Mama. Mama kapan bangunnya? Aku pingin digendong sama Mama." ucap Ian disamping Tissa.

"Mas adzanin dulu ya bayi kita." ujar Ian.

Setelah selesai mengadzani, bayinya menangis. Membuat Ian agak panik. Ian tak pernah mengurus bayi sekecil ini. Ian mengayun - ayunkan bayinya.

"Tissa. Kamu bangun dong, anaknya nangis masa dibiarin sih." ucap Ian.
Ia menatap nanar ke arah Tissa.

"Aku mau kasih nama anak kita, Aileen Aimara, yang artinya cantik tersayang." ujar Ian menatap bayinya.
Tiba - tiba pintu terbuka, Bunda Tissa datang seraya menangis melihat anaknya yang terbaring lemah.


. . .

Muslimah Bobrok! ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang