Part 20

2.4K 273 4
                                    

Saat ini Ian sedang berada di kantornya. Mengerjakan semua tugasnya menjadi seorang manager. Cukup melelahkan, karena Ian bergadang semalaman untuk mengerjakan separuh tugasnya.

Tok..tok..tok

"Masuk." ucap Ian.

"Permisi pak, ada yang ingin menemui bapak," ujar salah satu pegawainya.

"Siapa?"

"Saya juga gak kenal pak, namanya Tissa." ujarnya.

"Ooh, suruh masuk." titah Ian.

Pegawai itupun membukakan pintu untuk Tissa. Tak lupa, Tissa mengucapkan terima kasih pada pegawainya.

"Assalamu'alaikum, Mas, Tissa ada berita penting, penting banget malah!" ujar Tissa.

"Wa'alaikumsalam, Berita apa?" tanya Ian yang masih mengetik.

"Besok Tissa wisuda!" ujar Tissa kegirangan.

"Yang Bener?"

"Beneran Mas, Mas dateng ya?" titah Tissa.

"Insya Allah,"

"Janji ya?"

"Insya Allah,"

"Makasih Mas, jangan lupa bawain kado ya! Tissa pulang dulu, Assalamu'alaikum!!" ucap Tissa tersenyum seraya pergi.

"Wa'alaikumsalam."

Ian tersenyum.

"Saya akan bawain kamu kado yang sangat istimewa." ujar Ian pelan.

. . .

Keesokan Harinya..

Pov Tissa

Aku bangun pagi banget hari ini. Sebelum subuh aku udah bangun. Karena hari ini adalah hari kelulusanku kuliah jurusan sastra s2.

Yeayy..!!

Yang pasti aku excited banget sama hari ini. Akhirnya, aku bisa menyelesaikan kuliahku. Dan satu lagi, aku pingin orang yang aku sayang hadir di hari istimewaku. Yaitu, Bunda, Syifa, Mbok layla dan yang pasti Mas Ian.

Mas Ian adalah orang favoritku. Dulu aku memang membencinya, Sangat benci bahkan. Tapi seiring berjalannya waktu, ternyata aku salah menilai Mas Ian.
Yang dulu kukira Mas Ian adalah orang yang cuek, dingin, gak berperasaan, sombong, ternyata adalah orang yang lembut, penyayang, care, walaupun agak nyebelin sih.

Yang aku heran, kenapa Dia belum nikah ya? Padahal umurnya udah 25 tahun.

Ah, ngapain juga aku urusin.

Aku keluar dari kamar dengan menggunakan seragam wisudaku.

"Bund, ayo berangkat!" kataku yang melihat Bunda sedang memakan sarapannya.

"Iya, sebentar, Kamu udah sarapankan?" tanya Bunda.

"Udah tadi." jawabku.

Bunda kemudian membereskan makannya.
"Si mbok mana Bund?" tanyaku.

"Lagi siap - siap dikamarnya."

Aku berjalan menuju kamar Mbok Layla.

"Mbok cepetan, ntar telat." teriakku dari luar kamarnya.

"Iya, bentar Non." sahut si Mbok seraya membuka pintu.

"Udah semua? Yuk, berangkat." ujar Bunda.

Kamipun berangkat menaiki mobil dan Bunda yang menyetir. Sepanjang perjalanan, kami hanya membahas tentang kelulusan, masa depan, dan pernikahan. Dan yang pasti, aku yang kena getahnya.

Tak berapa lama, kamipun sampai di kampusku. Ramai sekali yang berlalu - lalang di tempat parkir, membuat Bunda sulit memarkirkan mobilnya dan memakan waktu.

Setelah agak sepi, barulah kami bisa masuk ke dalam kampusnya. Aku, Bunda dan si Mbok duduk di kursi tamu. Oh iya, aku hampir lupa. Mas Ian mana ya?

Aku mengambil ponsel dari tasku, hendak menelpon Mas Ian.

Tak dijawab.

Membuat mood ku turun seketika.
Aku menelponnya berkali - kali, namun tetap tidak dijawab.

Mas Ian kemana ya?

Dua jam berlalu. acara telah selesai. Namun, aku belum juga melihat kehadiran Mas Ian.

Jujur, aku kecewa.

"Ayo, kita foto yuk!" ajak Syifa.

Syifa sudah datang sejak sejam yang lalu. Walaupun terlambat, Ia tetap menepati janjinya.

Aku tersenyum ke arah kamera saat Syifa merangkulku.

"Ian gak jadi dateng?" tanya Bunda. Sepertinya, Bunda menyadari kesedihanku.

"Gak tau sih, Bund." jawabku seraya tetap mencari - cari keberadaan Mas Ian.

"Kita pulang aja yuk, Bund." ajakku.

"Jangan dong, baru juga nyampe!"

Suara itu, suara Mas Ian.

Aku marah, aku kesal melihat Mas Ian.

"Assalamu'alaikum, maaf Saya telat." ujar Mas Ian.

"Wa'alaikumsalam, gak apa - apa, syukur bisa dateng." jawab Bunda.

Aku masih melirik kesal ke arah Ian, dan dia menyadarinya.

"Kamu kenapa cemberut gitu? Harusnya kamu seneng hari ini." ucap Mas Ian.

"Mas Ian sih! Datangnya lama banget. acara udah selesai, mending gak usah dateng sekalian!" kataku.

"Mas kelamaan nyari kado." ujarnya.

"Kado apa emangnya?" tanyaku agak penasaran.

"Senyum dulu." titahnya.

Mendengar ucapan Ian, Bunda dan yang lain ikut tersenyum.

Aku menahan senyumku, gengsi dong!

Mas Ian mengambil kotak kecil dari saku jasnya.

Aku udah gregetan sendiri.

Mas Ian membuka kotaknya.

"Will you be mine?"

Deg.

Klik the star for me ❤

Muslimah Bobrok! ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang