Allahu akbar... Allahu akbar...Adzan maghrib berkumandang.
"Kita berangkat?" tanya Tissa.
"Yuk." jawab Syifa.
Mereka keluar dari kamar, berjalan menuju Musholla. Sepanjang perjalanan, Syifa hanya diam tak ada basa - basi seperti biasanya. Tissa agak bingung dengan Syifa. Karena sejak tadi siang, Syifa tak mengobrol dengannya. Hanya sekedar menjawab pertanyaan.
'Apa aku ada salah ya sama Syifa?' tanya Tissa membatin.
Setelah selesai sholat dan mengaji, para Santri dan Santriwan pergi ke kantin untuk makan malam. Saat sampai di kantin, Syifa masih diam. Tissa pun berinisiatif mengambilkan makanan untuk Syifa.
"Nih Syifa, aku ambilin buat kamu." ucap Tissa seraya memberikan sepiring nasi dan lauk pada Syifa. Namun, Syifa hanya diam melamun.
"Hari ini lauknya enak ya? Ada udangnya." ucap Tissa berbasa - basi. Tissa benar - benar tidak mengerti. Syifa kenapa?
"Kamu kenapa sih Syif? dari tadi aku liat diem terus, ngecuekin aku mulu." tanya Tissa panjang lebar.
"Aku gak apa - apa." jawab Syifa.
"Gak apa - apa cewek itu, berarti ada apa - apa." ujar Tissa.
"Aku gak apa - apa." ucap Syifa lagi dengan penekanan.
"Kamu marah ya sama aku? aku salah apa?"
"Aku gak apa - apa Tissa." ujar Syifa lagi.
"Gak usah bohong gitu, ntar dikira munafik."
Syifa melirik Tissa sinis.
"Aku cemburu sama kamu, kamu tau sendiri kan kalo aku cinta sama Kak Ian? kamu bisa dengan gampangnya akrab sama Kak Ian, sedangkan aku? Aku hanya dianggap seorang Santriwan bodoh yang bisa diperbudak sama Kak Ian, puas?!"
Tissa tercengang. Walaupun Syifa mengucapkannya dengan sangat pelan, namun ada ketegasan di setiap ucapannya.
"Aku gak akrab sama Kak Ian, dan aku juga gak ada hubungan apa - apa sama dia. Kak Ian gak pernah memperbudak kamu, kamu yang memperbudak diri kamu sendiri karena rasa cinta kamu ke Kak Ian!" ujar Tissa tak mau kalah.
"Biar kamu puas, aku yang akan ungkapin perasaan kamu ke Ian." lanjut Tissa seraya berdiri dan berjalan meninggalkan Syifa.
"Tissa, tunggu." ucap Syifa seraya mengejar.
Alangkah kebetulannya, Tissa berjumpa dengan Ian disamping kantor guru yang berada dekat dengan kantin."Assalamu'alaikum, Kak Ian." ucap Tissa agak ngos - ngosan karena berlari.
"Wa'alaikumsalam, ada apa Tissa?" jawab Ian.
Syifa yang baru sampai langsung menarik - narik Tissa sambil berbisik.
"Kalian ada apa sih?" tanya Ian.
"Kamu sendiri yang ungkapin atau aku?" tanya Tissa pada Syifa.
"Mau diungkapkan juga gak ada gunanya Tissa, ayo kita balik." jawab Syifa yang mulai ketakutan.
"Kak Ian." ucap Tissa.
"Ya?"
"Ada seseorang yang telah lama terpesona denganmu. Orang yang jatuh cinta akan perilakumu. Orang yang sudah sejak lama mengagumimu. Tapi karena rasa takutnya akan Allah ta'ala, dia tak ingin mengungkapkannya. Tapi hanya satu yang harus kau ketahui, cinta tak bisa disalahkan. Dia ingin menjadi seperti Fatimah Az zahra yang mencintai Sayyidina Ali dalam diam hingga Allah menentukan takdir mereka." ucap Tissa. Ian dan Syifa terpelongo.
Tissa tiba - tiba tertawa hambar.
"Apaan si bego!" ucap Tissa pada dirinya sendiri."Maaf Kak mengganggu, Tissa cuma bercanda, ini cuma kayak hm.. dare gitu, maaf ya Kak ganggu." ujar Tissa seraya terkekeh.
Syifa menghela nafas lega. Mau ditaro mana mukanya kalo Kak Ian tau.
"Kamu suka sama saya?" tanya Kak Ian tiba - tiba. Membuat Tissa dan Syifa terpelongo.
"D-Dihh ge-er, ya enggaklah, saya nih dari awal masuk pesantren ini udah kesel sama Kak Ian, ngeliat muka Kak Ian aja males, Ups!" ujar Tissa seraya menutup mulutnya.
"Alhamdulillah." ucap Ian.
"Kenapa?" tanya Tissa.
"Soalnya kalo kamu suka sama saya, saya harus tanggung jawab, saya sih gak mau punya Istri cerewet kayak kamu, kasian anak - anak saya nanti." ujar Ian.
"Uwaw, pedas." ucap Tissa tanpa ekspresi.
Ian menahan tawanya melihat wajah Tissa.
"Kak, biasakan kalo ngomong tuh, dipikir dulu ya." lanjut Tissa.
"Yang biasanya suka ngomong pedas siapa?" tanya Ian.
"Tissa, eh, enggak ya!" ujar Tissa.
Hati Syifa tersayat lagi. Syifa tak tahan melihat kondisi sekarang ini.
"Kak Ian, Syifa balik dulu ya." ucap Syifa.
"Iya saya juga, kesel saya disini lama - lama." ujar Tissa.
"Assalamu'alaikum, Kak." ucap Syifa.
"Wa'alaikumsalam." jawab Ian.
Setelah selesai makan malam dan sholat Isya, para santri dan santriwan kembali ke kamarnya masing - masing.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam. Namun Syifa tidak bisa tidur. Hatinya kecewa melihat Ian dan Tissa. Tapi dia bisa apa? Ia tidak ingin mendekati zina.
"Ingat Syifa, jangan mencintai orang yang tidak mencintaimu, itu adalah hal yang sia - sia." ucap Syifa yang kemudian membaca do'a tidur.
Thanks for reading..
KAMU SEDANG MEMBACA
Muslimah Bobrok! ✔ [TAHAP REVISI]
Teen Fiction"Saya mohon, satu hari aja, jangan buat masalah!" pinta Ian. "Emang gue pernah buat masalah?" Tissa yang biasanya hidup bebas, kini harus terkekang dengan aturan pesantren. Ditambah lagi dengan pengawal amatiran yang diperintahkan untuk mengawasi...