Hari kelulusan tiba. Semua Santri dan Santriwan diperintahkan berkumpul dilapangan hijau. Acara pun dimulai, berbagai pidato dan ucapan terima kasih sudah diungkapkan. Yang paling dinanti oleh para Santri dan Santriwan adalah, siapa peringkat tertinggi diantara mereka semua.
"Orang yang akan mendapatkan peringkat tertinggi adalah orang yang selalu disiplin, sopan santun, selalu patuh, dan rajin. Dan yang pasti, memiliki prestasi terbanyak. Orang tersebut adalah.."
Semua Santri dan santriwan langsung membuka telinganya untuk mendengar nama siapakah yang akan disebut.
"SYIFA KHAIRANI!"
Pemilik nama pun terkejut. Ia tak menyangka dirinya akan jadi peringkat pertama diantara puluhan Santri dan Santriwan yang ada dipesantren ini.
Tissa yang ada disampingnya langsung memeluk Syifa erat.
"Selamat yaa!" ucap Tissa.
Syifa maju kedepan untuk berpidato karena keberhasilan yang diraihnya.
Setelah berpidato panjang lebar, Syifa kembali ketempatnya.
"Sekali lagi, selamat ya Syifa!" ucap Tissa tersenyum manis.
Syifa mengangguk seraya tertawa haru.
Setelah acara selesai, para Santri dan Santriwan diizinkan pulang dengan Orangtuanya masing - masing.
"Tissa, aku pulang duluan ya?, semoga kita bisa jumpa lagi nanti." ucap Syifa.
"Iya, pasti itu mah. Nomor whatsapp aku ada sama kamu kan?" tanya Tissa.
"Iya, ada. Nanti sampe rumah langsung aku save." ujar Syifa.
"Okey, kalo udah sampe rumah kabarin aku ya." pinta Tissa.
"Iya, Assalamualaikum." ucap Syifa.
"Wa'alaikumsalam." jawab Tissa.
Beberapa menit kemudian Bunda Tissa kembali dari rumah Umi dan langsung menghampiri anaknya.
"Udah semuanya? kita berangkat yuk." ucap Bunda.
"Bentar Bunda, Tissa lagi nunggu temen." ujar Tissa.
"Yaudah, Bunda tunggu dirumah Umi ya." ujar Bunda.
Tissa mengangguk.
"Reza mana ya? kok gak ada keliatan." gumam Tissa.
Kebetulan Tissa melihat Jannah yang sedang mengobrol dengan temannya.
"Assalamu'alaikum, Jannah." ucap Tissa.
"Wa'alaikumsalam, Tumben kamu nyamperin aku, mau minta maaf?" ucap Jannah.
"Aku mau nanya, Reza kemana ya?" ucap Tissa.
"Ada urusan apa kamu sama Reza?" tanya Jannah.
"Ini urusan pribadi." jawab Tissa mulai kesal.
"Dari kemaren dia udah balik ke jogja, dia juga udah izin sama Umi biar surat kelulusannya diambil duluan. Dia mau keluar negeri ikut pamannya dan lanjut kuliah disana." ujar Jannah.
Tissa mengangguk pelan. "Yaudah makasih ya." ucap Tissa.
Jannah berdehem.
Tissa menghela nafas kecewa. Padahal dia hanya ingin mengucapkan perpisahan dengan Reza. Tissa pun kembali kerumah Umi.
"Assalamu'alaikum." ucap Tissa tak bersemangat.
"Wa'alaikumsalam." ucap Bunda dan Umi serentak.
"Udah selesai?" tanya Bunda.
Tissa mengangguk.
"Yaudah Naya, kami balik ya!" ujar Bunda.
"Iya, kalian hati - hati ya." ucap Umi.
"Assalamu'alaikum." ucap Bunda.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Umi.
Diperjalanan Tissa hanya diam. Ia masih merasa tidak enak dengan Reza.
"Kamu kenapa Nak? dari tadi Bunda liat diem aja. Ada yang ketinggalan?" tanya Bunda.
"Enggak kok Bund, Tissa cuma gak siap aja pisah sama mereka." ujar Tissa tersenyum kecut.
"Tuh kan, awalnya aja kamu gak mau masuk pesantren, nah giliran perpisahan malah gak siap." ujar Bunda.
"Hehe, iya." ucap Tissa seraya tertawa hambar.
"Oh ya, kamu mau kuliah dimana nih?" tanya Bunda.
"Terserah Bunda aja deh." jawab Tissa.
"Lah, yang kuliah kan kamu."
"Belom tau sih, Tissa masih bingung mau kuliah dimana." ujar Tissa.
"Yaudah, nanti Bunda bantu kamu cari universitas yang bagus." ujar Bunda dengan semangat.
Tissa tersenyum.
Tissa jadi teringat dengan Reza yang berkuliah diluar negeri. Reza meninggalkannya dengan sebuah harapan yang tidak jelas. Ungkapan yang diucapkan Reza untuk Tissa sangat membuat Tissa tertekan.
"Dia menyuruhku untuk menunggunya atau hanya sekedar ungkapan cinta monyet biasa? Pertemanan kita rusak bukan karena ungkapan cinta Reza, tapi karena kamu pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal."
I hope u enjoyed
Sorry if this part is to short:v
KAMU SEDANG MEMBACA
Muslimah Bobrok! ✔ [TAHAP REVISI]
Novela Juvenil"Saya mohon, satu hari aja, jangan buat masalah!" pinta Ian. "Emang gue pernah buat masalah?" Tissa yang biasanya hidup bebas, kini harus terkekang dengan aturan pesantren. Ditambah lagi dengan pengawal amatiran yang diperintahkan untuk mengawasi...