Sejak kemarin, setelah perkelahian mereka, Ian tak berbicara lagi dengan Tissa, begitupun sebaliknya. Mereka memilih untuk saling bungkam bagai orang yang saling tak mengenal.Hari ini Ian pergi ke kantor tanpa pamit, bahkan tak memakan sarapan yang dibuatkan Istrinya. Jujur, itu cukup manyakiti hati Tissa.
Tissa merenung di balkon kamar. Memikirkan kesalahan yang dilakukannya. Mood Tissa sedang tidak bagus, Ia pun memilih bercerita kepada Syifa sahabatnya.
Tissa mengambil ponselnya dan menelpon Syifa. Tak butuh waktu lama, Syifa langsung menjawab telpon Tissa.
"Hallo, Assalamu'alaikum." ucap Tissa.
"Wa'alaikumsalam, ada apa Tissa?" tanya Syifa.
"Kamu lagi dimana? Ke rumahku dong!" pinta Tissa.
"Aku dirumah. Oke, ntar aku kesana setengah jam lagi ya? Soalnya Ari belum mandi." ujar Syifa.
"Iya, makasih ya Syif. Assalamu'alaikum."
"Ya, Wa'alaikumsalam." jawab Syifa.
Tissa menghela nafas, memikirkan masalahnya dengan Ian. Tissa juga tak menyangka Ian akan marah padanya, "Padahal yang selingkuh itu kan Mas Ian." Pikirnya.
Tissa masih tidak sadar bahwa yang salah itu dirinya karena selalu merasa paling benar.
Setengah jam kemudian Syifa datang bersama Ari dengan membawakan sekotak kue untuk dicemil. Setelah meletakkan Ari di kamar, Tissa langsung mengajak Syifa duduk di teras rumahnya sambil menikmati kue yang dibawakan Syifa.
"Gimana kamu sama Vino? Baik - baik aja kan?" tanya Tissa memulai percakapan.
"Alhamdulillah, sekarang Mas Vino sedang berusaha untuk berubah dan berhenti dari pekerjaan buruknya."
"Oh ya? Alhamdulillah, aku turut senang dengarnya." ujar Tissa.
"Dan itu semua gak akan terjadi kalo bukan karena kamu,"
Tissa menaikkan kedua alisnya bingung.
"Karena kamu, aku jadi berani memberontak dengan Mas Vino dan menuturkan semua yang aku pendam selama ini." ujar Syifa.
Syifa tersenyum. "Terima kasih ya, Tissa."
"Ah, gak apa - apa, itukan emang tugas aku sebagai Best Friend." ujar Tissa membalas senyuman Syifa.
"Kamu gimana sama Kak Ian? Eh, maksudnya Mas Ian." tanya Syifa.
Tissa menghela nafas. "Hancur." jawab Tissa.
"Hancur? Hancur gimana maksudnya?"
"Aku sama Mas Ian lagi berantem." ujar Tissa.
"Astagfirullahalazim, maaf ya Tiss,"
"Gak apa - apa. Aku juga pingin curhat sama kamu."
"Yaudah, cerita." titah Syifa.
Tissa pun menceritakan semuanya, tanpa pembelaan dirinya. Tissa yakin dia salah, tapi dia tak tau letak kesalahannya.
"Aku salahnya dimana ya Syif?" tanya Tissa parau.
"Aku boleh jujur gak?"
"Jujur lebih baik." jawab Tissa.
"Kamu egois Tiss, kamu selalu merasa benar dan tak mau disalahkan. Kamu harus percaya sama Mas Ian, karena dia itu suami kamu, kepercayaan adalah kunci kebahagiaan pernikahan, Tiss." ujar Syifa.
"Apa iya?" tanya Tissa pada dirinya.
"Aku yakin, Mas Ian diemin kamu karena dia mau kamu sadar, dan memikirkan kesalahan kamu, kaya dulu."
"Kaya dulu?" tanya Tissa tak mengerti.
Syifa mengangguk. "Dulu kan pas kita masih mondok di pesantren, kamu sama Mas Ian sering banget berantem. Mas Ian sering banget marahin kamu karena kamu terus berbuat ulah, dan itu sekarang terulang lagi, tapi Mas Ian ngajarin kamu dengan cara yang berbeda."
Tissa menghela nafas. Ia menyenderkan tubuhnya ke dinding.
"Coba deh, kamu duluan yang minta maaf." tegur Syifa.
"Dih, enggak ah, gengsi dong."
"Kamu gak boleh begini terus, terkadang kita harus mengalah agar semuanya kembali baik. Mas Ian pasti bakalan luluh kalo kamu minta maaf duluan." ujar Syifa.
Tissa melirik Syifa kesal. "Iyadeh, nanti aku minta maaf duluan."
"Bagus!" ujar Syifa mengacungkan jempolnya.
"Tapi kalo dianya tetep ngambek gimana?" tanya Tissa.
"Ya, ngambek aja balik."
"Okeh, I'll try."
Mereka berdua tersenyum manis dan dilanjutkan dengan tawa dari Tissa.
Stay Tuned...
KAMU SEDANG MEMBACA
Muslimah Bobrok! ✔ [TAHAP REVISI]
Dla nastolatków"Saya mohon, satu hari aja, jangan buat masalah!" pinta Ian. "Emang gue pernah buat masalah?" Tissa yang biasanya hidup bebas, kini harus terkekang dengan aturan pesantren. Ditambah lagi dengan pengawal amatiran yang diperintahkan untuk mengawasi...