Sahabat Baik

181 39 8
                                    

Bel tanda istrahat berbunyi tak lama setelah Yoo Jung hengkang dari kelas atas perintah Mrs Peterson. Semua anak berhamburan ke cafetaria. Hanya beberapa yang tersisa di ruangan.

Shannon mendekat dan menggamit lengan Yeo Jin Goo yang masih bertengger manis di tempat duduknya. Sangat bersemangat memamerkan bekal yang ingin ia share.

"I gotta to go. I'm sorry"

Yeo Jin Goo bangkit dan berlalu begitu saja. Meninggalkan Shanon yang tak berdaya menahan. Dia sudah tidak sabar untuk mengomeli si gila itu. Sampai kapan ia akan membuat masalah?

Dia sudah tidak tahan lagi. Memang ia harus turun tangan demi mendisiplinkan si gila itu. Kecil harapan usahanya akan berhasil.

Mengomeli anak itu bak menjaring angin. Tapi saat-saat tertentu si gila itu menurut. Jin Goo berharap, sekarang adalah salah satu dari saat-saat itu.

Dia tahu betul si gila itu. Kemana ia akan pergi saat-saat seperti ini. Apa yang akan ia lakukan. Dia hapal betul. Gedung itu. Yang letaknya berada di bagian paling sudut lingkungan sekolah.

Pasti dia berada di sana. Menggila di atas panggung tak berpenonton. 

Karena harus melewati cafetaria untuk tiba di sana, ia sempatkan berhenti untuk membelikan hot dog favoritnya si gila itu. 

Baru selangkah ia meninggalkan cafetaria, bunyi drum di gedung besar itu sayup terdengar sampai di telinga seakan memanggilnya untuk segera menuju ke sana. Tapi, tidak lama kemudian, bunyi itu hilang, tergantikan teriakan orang-orang di cafetaria. 

Sepertinya ada yang seru sedang terjadi di sana. Orang berkelahi mungkin. Kalau tidak salah tadi ada Derrick si tukang bully berpapasan dengannya. Juga ada Peter yang tak kalah nakal dari Derrick. Keduanya dalah musuh bebuyutan. Seantero sekolah mengetahui itu. Kalau keduanya sudah clash, oh, akan sangat seru untuk ditonton. 

Jin Goo sempat menahan langkah. Teriakan dari dalam cafetaria membuatnya ingin berubah haluan. Tergoda akan tontonan yang paling disukai khususnya kaum pria. 

Namun sedetik kemudian, alunan melodi gitar kembali sayup terdengar di telinga.

Tanpa ragu, Jin Goo berlari sekencang mungkin. Membuang rasa penasarannya tentang teriakan di cafetaria. Paling juga Derrick dan Peter beraninya adu mulut seperti ibu-ibu komplek. Ia menghibur diri dengan asumsi yang ia ciptakan sendiri. 

Bodo amat dengan Derrick ataupun Peter. Yang paling penting adalah Kim Yoo Jung. Dia tahu dia harus ke sana sekarang. Menemui si gila itu. Sekarang!

Langkahnya melambat begitu ia semakin dekat dengan pintu gedung itu. Suara si gila itu sudah terdengar jelas.

"Hey, Gloria, are you standing close to the edge?"

Suara itu begitu manis, memanjakan telinga. Seandainya si gila itu tau, betapa Jin Goo sangat menyukai suaranya. Betapa Jin Goo sangat betah mendengar omelan-omelan si gila itu hanya karena suara yang meneduhkan. Suara. Bukan kalimatnya. 

Ada banyak hal yang tidak disukainya dari si gila itu. Dan kalau ia mengurutkannya dari yang paling ia tidak sukai, maka kata-kata pedas dari sigila itulah yang menempati urutan nomor satu. Pilihan diksi yang digunakan terasa begitu kasar di telinga. 

Ah, lupakan soal hal menyebalkan. Bukankah lebih baik mengenang hal baik dari seseorang daripada yang buruknya. 

Salah satu hal yang paling dia sukai dari gadis itu adalah matanya. Mata yang begitu indah. Mata yang merupakan jendela ke dalam jiwa. Mata Yoo Jung bagai lubang dengan magnet berkekuatan besar. Akan menarik siapa saja dengan seribu pesonanya. Selain matanya, Ya suara itu. Salah satu yang termanis dari banyak suara yang pernah ia dengarkan.

Find Me √ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang