Sejak pembicaraan tentang Lee Ji Eun, ada jarak yang terbentang. Kim Soo Hyun semakin menarik diri. Menghindari tatapan Yoo Jung saat makan malam bersama. Mengurung diri di kamar. Memasang wajah cuek, menyimpan cerita. Ada tekanan yang tidak ingin dibagi.
Dia tidak ingin Yoo Jung khawatir. Tapi tindak-tanduknya malah mengundang sejuta tanya pada benak adiknya itu.
Lee Ji Eun begitu berharga bagi Kim Soo Hyun. Mungkin sama hal nya seperti yang dia rasakan terhadap Jin Goo. Jadi Yoo Jung paham kekalutan yang mengurung batin sang kakak.
Dia ingin bermanfaat. Dia ingin membantu Kim Soo Hyun menyelesaikan masalahnya. Makanya dia sampai nekat menemui Ji Eun diam-diam beberapa hari lalu.
Teringat perjumapaan bersama Lee Ji Eun, rasa penasaran tak terelakkan. Kim Yoo Jung ingin tau alasan dibalik pertanyaan perempuan itu tentang Eun Bi, ibunya. Pertanyaan yang sangat ingin dihindari tapi tak berdaya untuk dielakkan.
Kapan terakhir bertemu Eun Bi? Begitu tanya Ji Eun kemarin.
Setahunkah? Atau kurang? Atau lebih? Kim Yoo Jung tidak ingat persisnya. Belum lama harusnya.
Memang baru kurang dari setahun ia tidak bertemu fisik dengan Eun Bi, tapi sudah bertahun-tahun ia tidak bertemu semangat hidup, jiwa Eun Bi. Sejak belia ia sudah kehilangan sosok ibu.
Dia tahu ia sudah kehilangan meski Eun Bi berada pada jangkauan matanya. Sudah sangat lama. Belasan tahun bahkan. Belasan tahun yang panjang, sampai ia lupa bagaimana bentuk senyuman perempuan itu.
Ingatan tentang Eun Bi tiba-tiba menyeruak. Menjelma menjadi rasa penasaran. Penasaran yang membawa dia ke rak buku. Di mana Soo Hyun menyimpan selembar atau dua, sisa foto milik ibunya.
Kim Yoo Jung beringsut, menjangkau buku berisi lembaran foto usang. Sejenak ia mengamati garis tawa Eun Bi di foto. Betapa cantiknya wajah perempuan itu. Kecantikan yang diwariskan tidak hanya pada Soo Hyun tetapi juga dirinya.
Merangsek di dada. Hatinya bergemuruh hebat. Seiring dengan itu matanya memburam. Lalu buliran bening itu kembali menyusup dari sudut mata. Tergigit bibir bawahnya hingga merah.
Kemarahan menjalari nurani, hingga ke ubun-ubun. Dia meremas foto itu hingga remuk. Namun itu tak lantas mengurangi amarah yang menajalar. Yoo Jung bangkit mencari gunting dan seketika wajah Eun Bi telah menjadi potongan-potongan puzzle yang akan sulit untuk disatukan.
Tangannya masih bergetar hebat. Matanya terpusat pada tepian pisau gunting yang tajam. Semakin ia menatap, semakin gerakan dahsyat memaksa mengayunkan tangan. Seketika ia menggoreskan ujung gunting di pergelangan tangan. Darah segar mengucur deras.
Kepuasan tampak jelas di wajah. Baru saja ia sukses mencabik-cabik tidak hanya perempuan itu tapi juga dirinya. Buliran air mata masih tak henti, tapi ia menyungging seulas senyum. Lebih ke seringaian. Seringaian yang membuat orang yang menyaksikan akan bergidik ngeri.
"Yoo Jung-a" teriak Kwang Soo khawatir. Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di ambang pintu. Suara itu sedikit meredakan getaran hebat di tubuh Yoo Jung. Gadis itu mendongak. Tidak hanya Kwang Soo, ia juga menangkap kehadiran Soo Hyun di sana.
Sepersekian detik, Soo Hyun berhambus. Jongkok di hadapan Yoo Jung untuk menyamakan posisi. Lengannya yang panjang mengurung gadsi itu dalam pelukan. "I'm sorry Yoo Jung-a.. I'm sorry" suaranya getir. Menularkan rasa takut yang menggema di suara.
Perlakuan Soo Hyun membuat gemuruh di hatinya semakin membuncah. Kim Yoo Jung tidak ingin menunjukkan sisinya yang seperti ini di hadapan kakaknya itu. Bagaimana kalau ia kecewa. Bagaimana kalau ia memutuskan pergi lagi.?
"Jung-aa" rintih Soo Hyun. Hatinya hancur berkeping-keping. Sering ia dengar cerita begini dari Jae Suk. Tapi baru kali ini ia benar-benar melihat neraka yang sesungguhnya. "Yoo Jung-a..." hanya teriakan yang bisa ia lantunkan. Teriakan yang berisi terlalu banyak doa. Hingga ia tidak tau harus merangkai seperti apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me √ (Completed)
Fanfiction|Follow dulu dong baru baca, ya| Adalah tidak bijak menyandarkan harapanmu pada orang lain. Setuju atau tidak, setidaknya itulah pendapat Kim Yoo Jung. Manusia berubah. Entah itu karena dirinya, orang lain atau lingkungannya. Dia tidak mau kecewa. D...