64. Believe

162 16 14
                                    

"Jangan tanya! Aku hanya akan disini hingga pagi. Jam 7 nanti aku pulang!"
Shaheer merebahkan dirinya di sofa nyaman ruang santai rumah Raies.
Shaheer menimpakan lengannya di atas mata.

"Lalu? Kamu bertahan begini sampai kapan?" Raies prihatin melihat sepupunya yang terlihat kuyu dan pucat.
"Aku bahkan sepertinya tidak perlu bertanya kamu sedang diet apa.
Lihatlah tubuhmu!"

Shaheer menarik nafas berat.
"Kamu tahu pasti kenapa dan bagaimana aku menjalani ini semua.
Aku bertahan karena 'apa' juga kamu paling paham.
Sudahlah.Aku percaya pada akhirnya dia akan lepas juga..."

Drrttt Drrttt.

Suara ponsel Raies bergetar.

"Shah!"
Raies menyolek lengan Shaheer. "Ruhi meminta video call."

"Angkat saja.Kita tidak bisa menolaknya."
Shaheer melambaikan tangan asal. "Hmm lebih tepatnya. Kita 'tidak boleh' menolaknya! Angkatlah! Jangan biarkan dia menunggu terlalu lama."

Raies mengangkat ponselnya membuka laman video call dengan Ruhi.

"Hai Ruhi.." sapa Raies.

"Hai Raies. Bagaimana kabarmu?" Ruhi dari seberang terlihat mencoba melihat belakang Raies.

"Aku? Aku baik. Ada apa Ruhi?"

"Eh.. Itu.. Apa Shah ke rumahmu?"

"Shah? Ya..Dia dirumahku saat ini.
Tuh!" Raies menunjukkan Shaheer yang berbaring di sofanya.

"Oh.. Sepertinya dia sudah terlalu lelah.
Aku mau bilang. Tolong sampaikan padanya. Besok biar dia datang terlambat tidak masalah. Aku akan menunggu."

Tiba-tiba Shaheer bangun dari rebahnya dan memandang layar ponsel Raies.

"Tidak! Aku tidak akan terlambat!
Aku akan tiba disana tepat pukul 7 pagi.
Kamu tidak usah khawatir!" Tegas Shaheer.

"Shah.. Kalau kamu butuh istirahat lebih. Aku sama sekali tidak masalah.."

"Haha.. lucu sekali! Ya.. Bagimu tidak masalah tapi bagiku akan jadi masalah besar. Jangan khawatir! Aku akan tiba tepat waktu!" Singkat Shaheer.
"Dan Ruhi! Jangan ganggu sepupuku!
Biarkan aku sedikit bernafas jauh darimu sebentar! Astaga!"

Shaheer merebahkan dirinya kembali.

Raies hanya mengangkat bahu menggeleng enggan menanggapi.

Ruhi akhirnya menutup panggilan video callnya.

"Shah.. Sampai kapan kalian..
Ah.. Kamu! Sampai kapan kamu begini?!" Tanya Raies.

Shaheer mengangkat 3 jari di telapak tangannya.
"Beri aku waktu 3 Tahun.
Semoga jika menurut perkiraanku aku dapat membuatnya melepaskan aku.
Maka aku akan bebas dan bisa menata kembali hidupku."

-----------

2 Minggu kemudian.

"Andri!" Panggil Ayu melihat Andri menoleh mencarinya.

Andri tersenyum lebar menghampiri Ayu.
Menyerahkan map ke tangan Ayu.
"Ini yang udah aku cetak.
Sekarang kamu udah bisa mulai proses untuk pernikahan kamu."

Ayu menerima map dari Andri dengan tertunduk.

"Aku ga nyangka akhirnya bakal kaya gini. Gimana rencana kerjaan kalian yang barengan?"

"Semua kita batalin. Maaf Andri. Ini kesepakatan kita."

"Kalian itu kan saling cinta, sama-sama sayang.. Kenapa sih? Mesti bubar gini akhirnya?"

Ayu mengangkat wajahnya tersenyum kecil. "Ya gimana.. Jodohnya cuma sampe disini aja.."

------

          3 Tahun berlalu

Shaheer berjalan santai menyusuri pantai.
Langkahnya menyibak pasir dan ombak kecil.
Menarik nafas dalam-dalam menikmati suasana senja.

"Are you not tired enough?
(Apa kamu masih belum cukup lelah?)
Hhh hhh..
I'm really tired.
(Aku lelah sekali).
Kakiku pegel banget nih Shah! Kamu jalan apa lari sih?"
Protes seseorang disisinya yang baru Shaheer sadari tadi tertinggal jauh dibelakangnya.

Shaheer menoleh menatapnya.
Melirik sekilas ke belakang mengecek seberapa jauh orang disebelahnya berlari menyusul.
"Apa kamu baru saja lari?"

Wanita itu mengangguk kesal masih dengan nafas tersengal.
Dia mengangkat sandalnya.
"Aku bahkan melepas sandalku!"

Wanita itu akhirnya duduk di atas pasir meluruskan kakinya.
"Bodo amat! Capek banget! Hhh hhh.."
Dia mengetuk-ngetuk betisnya dan memijat sendiri telapak kakinya sendiri.

Shaheer berjongkok menurunkan tangannya memijat kaki wanita itu.
Meminggirkan tangan wanita yang sedang bersungut merengut.
"Kamu seharusnya hanya perlu memanggil aku saja.
Just call me loudly!
(Panggil saja aku dengan suara keras) I'll be right there.
(Aku akan langsung kesana)."

"Aku tadi sudah teriak!
But you like (Tapi kamu seperti) ... Thinking something (memikirkan sesuatu)..
Kamu mikirin apa sih? Sampe ga denger aku panggil?!"

Shaheer menyeringai kecil.
Menarik sebelah tangan wanita itu.
Mengalungkan ke lehernya.
Kemudian tangan Shaheer merengkuh pinggang dan kakinya.
Mengangkat tubuh wanita itu dengan penuh senyum bahagia.

"You wanna know what I was thinking about?
(Kamu mau tahu apa yang aku pikirkan tadi?)" Bisik Shaheer.

Wanita itu hanya mengangguk sambil memejamkan mata karena terangkat di gendongan Shaheer cukup tinggi.

"Do you remember when we're here?
(Apakah kamu ingat saat kita kesini dulu?)"

"A... Always..(Selalu..)"

"So (Jadi)... do I (begitupun aku).. me too (aku juga).. really remember all about here like always.
(Masih mengingat apa saja yang terjadi disini selalu).
Aku selalu mengingat saat aku kesini sama kamu.
Saat kamu bersamaku yang seperti mimpi.
Saat kamu.. " Shaheer menatap mata yang memandangnya kini.
"Menyelamatkan aku diantara hidup dan mati.. "

Shaheer mengalihkan pandangannya kini.

Wanita itu mengelus lembut pipi Shaheer.
"Are we gonna be together now?
(Apa kita akan bersama sekarang?)"

Shaheer mengangguk yakin.
"Yes! For sure (tentu saja)! Aku sudah lepas dari dia! Dan ya.. Sebuah keajaiban kamu masih sendiri dan kita disini bersama saat ini!"

"Tapi ... Aku butuh waktu untuk..."

"It's ok! I will wait like always you did.
(Tenang saja.Aku akan menunggu kamu selalu seperti yang pernah kamu lakukan dulu.)
I will always love you like I promised!
(Aku akan selalu mencintaimu seperti janjiku!)"

"You know Shah.. I love you too..
(Kamu tahu Shah..Aku juga mencintaimu..)"

Ayu tersenyum cerah mengecup pipi Shaheer.

------- Selesai-----

my point of viewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang