~|Pelukan dan pukulan|~

6.4K 1.3K 432
                                    

•Memukul tanpa tahu kebenarannya, bunda, dengarkan Naya sekali saja•

••••|Before you leave|••••

Pelukan hangat nan menenangkan ini membuat Naya semakin menangis, lagi dan lagi masalah itu datang layak air terjun yang tidak pernah surut. Takut, itu yang Naya rasakan saat ini, tidak berani pulang ke rumah saat mendapatkan pesan singkat dari sang bunda yang menantinya. Apa foto itu sudah sampai pada Nara? Naya semakin gemetar saat sebuah usapan mendarat pada rambutnya berkali-kali.

"Lo kenapa, Nay? Kenapa Lo nangis gini?"

'Naja aku takut.' Naya hanya membatin menatap lekat mata laki-laki yang tengah menangkupkan kedua tangannya di pipi Naya dengan wajah bertanya.

Naja mengusap air mata Naya, meski isakannya sudah sedikit mereda tapi air matanya tetap saja jatuh. Baru kali ini Naya menangis secara terang-terangan dan ada yang memeluknya untuk menenangkannya.

Naja kembali menarik Naya dalam pelukannya, "Gak apa-apa nangis aja kalo Lo gak kuat sama semuanya, Allah gak benci orang yang nangis."

Naya membalas pelukan itu menangis di bahu Naja dengan isakan yang kembali hadir, air mata dan rasa sakitnya tidak lagi terbendung lagi rasa takut dan sesak semakin menyelimuti hatinya. Naya takut, jika orang satu-satunya yang percaya dengan Naya kembali seolah tak mengenalnya, Naya takut Naja menjauh dan tidak mau mendengarkan penjelasannya sama seperti semua orang.

"Nay, ada apa, hm? Kenapa Lo pulang sendiri, kenapa pulang-pulang nangis?"

Naya melepaskan pelukannya menggeleng pelan dan mundur menarik diri menjauh dari Naja yang melihatnya dengan wajah khawatir. Naya tersenyum, menghapus air matanya mengangkat jempolnya di hadapan Naja menandakan, aku ok kok.

Meski begitu Naja tidak mungkin langsung percaya, kebiasaan wanita jika ditanya kenapa jawaban andalannya adalah tidak apa-apa padahal itu adalah kebalikannya. Begitu juga dengan Naya, hanya karena tidak ingin melihatnya orang lain khawatir padanya, menyembunyikan luka dengan ucapan itu. Naja, tentu sudah berpengalaman dalam hal ini, menjalin hubungan 2 tahun dengan Arletta ungkapan Naya tadi sudah bisa Naja tebak.

"Gue tau Lo lagi ada masalah, Lo gak mau cerita sama gue, Nay?" Naja meredupkan tatapannya menjadi tatapan yang begitu menghangatkan layaknya seorang laki-laki yang sangat takut wanitanya kenapa-kenapa.

Sekali lagi Naya tersenyum melambaikan tangan dengan jawaban yang sama.

Tubuhnya bergerak dengan antusias untuk menunjukkan bahwa Naya tidak apa-apa, "Aku pulang ya, Naja. Terima kasih atas pelukannya." Tutur tubuhnya serta senyuman fake yang mengiringi setiap gerakan bahasa isyaratnya.

Belum sempat Naja menjawab Naya sudah terlebih dahulu membalikkan tubuhnya dan pergi dari hadapan Naja dengan lari.

"NAYA!"

Naya yang mendengar teriakan Naja menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

"JANGAN KALAH SAMA MASALAH LO YANG BESAR, INGET LO PUNYA TUHAN YANG JAUH LEBIH BESAR! KALO LO BELUM SIAP CERITA SEKARANG, GAK APA-APA GUE TUNGGU LO DATENG KE GUE DAN JADIIN GUE TEMPAT BERTEDUH DAN PENGHANGAT BUAT LO."

Naya membalikan tubuhnya lagi memejamkan matanya, kenapa Naja harus bersikap baik, membuat harapan Naya semakin besar untuk memiliki Naja.

'Kenapa kamu baik Naja? Kenapa kamu peduli? Itu buat aku makin suka kamu.' Naya melanjutkan langkahnya mengusir rasa suka dalam hatinya, bagaimanapun Naja telah menemukan pelabuhan hatinya, yaitu Arletta.

Before you leave [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang