~|Sedikit cahaya|~

6.5K 1.4K 313
                                    

•Bukan hanya Bunda yang kasar padaku, dia juga rupanya•

••••|Before you leave|••••

Jangan tanyakan akan ke mana Naya sekarang, sejak shalat di Masjid tadi serta melaksanakan shalat isya Naya belum berniat pergi dari sana, memikirkan ke mana Naya akan tidur malam ini. Naja dan kakaknya sudah pulang lebih dulu tadi, sebenarnya mereka mengajak Naya untuk mampir tapi Naya tidak mau merepotkan orang lain.

Sampai akhirnya Naya memutuskan untuk pergi dan berjalan sebentar saja, menenangkan pikirannya yang berkecamuk. Sepertinya, berjalan tanpa arah akan membuatnya merasa tenang, meski sedikit.

Menatap jalanan yang masih basah lalu menatap langit yang mendung, tak ada bintang dan bulan yang menemani langkahnya. Naya benar-benar merasa sendiri.

Puk

Naya tersentak kaget saat seseorang menepuk bahunya, meski pelan tapi mampu membuat jantung terkejut. Naya membalikan badan, mengamati wajah itu dalam gelap.

"Nih dipake."

Naya menatap uluran tangan yang memberikan sebuah alat pendengar, Naya tidak langsung menerimanya lataran ia tidak mendengar jelas apa yang laki-laki di depannya ini ucapkan.

"Oh minta gue pakein?" Menepis jarak beberapa cm saja mampu membuat jantung Naya berdebar kencang, kini Naya melihat dengan jelas siapa yang ada di depannya ini.

Naja, dia? Memasangkan alat itu ke telinganya? Naya meremas celana dan menahan nafasnya agar tidak memburu di hadapan Naja.

"Bisa dengar gue gak sekarang?"

Naya mengangguk lalu menundukkan kepalanya tak berani menatap Naja sedekat ini.

"Tadi kak Laras nyuruh gue buat cari Lo, buat kasih benda itu buat lo. Kak Laras itu guru di sekolah luar biasa, jadi dia ngerti sama bahasa lo. Oh iya, kalo gak salah inget Lo ... Naya 'kan? Satu sekolah sama gue, iya gak sih?"

Jauh dari perkiraan, Naya kira Naja adalah laki-laki dingin yang tidak suka banyak bicara, tapi ternyata tidak. Naja bawel dan banyak berbicara.

Naya lagi-lagi mengangguk berjalan seirama dengan langkah kaki Naja. Hatinya merasa sangat senang bisa berjalan beriringan dengan orang yang Naya kagumi diam-diam.

"Lo ... kenapa gak pulang ke rumah?"

Langkah Naya terhenti begitu juga dengan Naja yang ikut menghentikan langkahnya, tatapan mata Naya menatap seluruh jalanan dan keduanya berdiri di bawah lampu jalanan. Apa Naya harus memberi tahu kejadian itu, pada Naja yang mungkin saja baru mengenal Naya saat ini.

Naya menggeleng dan menggerakkan tubuhnya membentuk kalimat 'Gak apa-apa, pengen jalan-jalan ke luar aja.' meski begitu, Naja tidak akan mudah percaya, apalagi setelah melihat kedua pipi Naya yang membiru, bukan lagi memerah.

"Lo gak pandai bohong ya, Nay? Jelas-jelas pipi Lo kayak gini, masih bilang ga apa-apa?" Naja mengusap pipi Naya dengan pelan, meski pelan Naya merasakan sangat perih di pipinya.

Apa? Naja mengerti bahasa isyaratnya?

"Jangan aneh, gua ngerti sama bahasa Lo kok. Karena kak Laras selalu ajarin itu, dan hm... gue rasa belajar bahasa itu penting. Oh iya soal benda itu, tenang aja itu gak pernah dipake siapapun, alias masih baru."

Before you leave [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang