•Gue gak salah, dan gue gak akan minta maaf•
••••|Before you leave|••••
"JEANO KELUAR KAMU!"
Aku amat ketakutan sekarang melihat Ayah yang ternyata tahu rumah asli Jeano, ini sangat mengherankan sebenarnya. Apa ayah tahu semua tentang Jeano? Tidak, ini bukan waktunya memikirkan itu.
Aku menunduk air mata ini tidak henti-hentinya mengalir, aku menghangat sekarang Bunda ada di sampingku menggenggam tanganku dan merangkul pundak Indira. Aku ada, aku benar-benar dianggap ada.
"JEANO KELUAR KAMU!"
Ayah masih tetap mengetuk pintu rumah Jeano, aku tidak siap melihat lelaki itu. Naja berada di belakangku, menenangkan diriku lewat usapan lembut tangannya yang berada di atas pundak ku.
Klek
Pintu terbuka sedikit sekali, aku sampai tak bisa melihat siapa yang ada di balik sana. Kemudian pintu kembali ditutup, aku heran bahkan orang itu belum menyapa tapi sudah lebih dahulu menutup pintu.
Aku gemetar saat melihat orang itu membuka pintu dengan lebar, menatap kami dengan tatapan penuh tanya. Tanpa ku duga Naja langsung berlari ke arahnya dan adegan ini tak dapat ku ceritakan.
Ayah dan Naja memukuli Jeano dengan brutalnya. Ku rasakan genggaman bunda semakin erat di tanganku, sebelahnya Bunda menarik Indira dalam pelukannya agar tak melihat itu semua.
"COWOK BAJINGAN!"
Ku dengar sumpah serapah yang Naja dan Ayah keluarkan, anehnya Jeano tak melawan sama sekali. Ia hanya diam menatapku dengan senyuman miring, tak peduli dengan pukulan yang ia terima. Bahkan wajahnya terlihat begitu kacau sekali sekarang.
"APA-APAAN INI!" tiba-tiba wanita kemungkinan seusia bunda muncul memisahkan mereka, tapi wanita itu jauh terlihat muda karena dandanan yang ia gunakan.
Ayah berhenti memukuli tapu Naja kalap, aku tak bisa bergerak sama sekali. Keringat dingin mulai mengucur, bunda melepaskan genggaman tanganku dan melepaskan Indira. Bunda berjalan menghampiri wanita itu lalu....
Plak
Tamparan keras mendarat di pipi wanita itu, "KALO PUNYA ANAK DI AJARI YANG BENAR!"
Wanita itu kaget, aku berjongkok memeluk tubuh Indira yang terlihat ketakutan.
"Kakak kenapa mereka saling memukul?"
Aku hanya bisa memaksakan senyuman, memeluk sambil menutup telinga adikku dengan tangan yang dingin dan gemetar ini.
"MAKSUD LO APAAN?!" aku melihat bunda didorong Jeano hingga mundur beberapa langkah ke belakang, untung saja tidak jatuh.
"Dia udah gagal didik anaknya yang brengsek ini, KAMU UDAH HANCURKAN HIDUP ANAK SAYA!"
Jeano terkekeh pelan melirikku sekilas lalu menatap bunda, "Gue tanya, Lo udah merasa berperan besar dalam mendidik anak Lo juga?"
Aku diam melihat bunda yang diam pula, ia tak mampu berkata-kata. Naja yang belum surut emosinya kini kembali mencengkeram kerah baju Jeano dan kembali memukulinya.
"HARUSNYA GUE GAK BIARIN NAYA PERGI SAMA COWOK KAYAK LO SIALAN."
"BACOT!" kini Jeano mulai menahan pukulan Naja hingga ia diam, aku mulai terisak saat ini. Keluargaku dan teman satu-satunya yang aku punya tengah membelaku.
"KENAPA KALIAN PUKULI ANAK SAYA? APA ALASANNYA?!"
Mungkin perasaan dua ibu itu sama, mereka tak terima anaknya disakiti. Ibunya Jeano begitu marah saat melihat anaknya dipukuli, dan Bunda juga merasa marah karena putrinya dirusak oleh Jeano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before you leave [END]
Teen Fiction❝Sebelum kamu pergi cuma luka yang kamu kasih, tapi saat kamu hendak pergi cintaku yang kuberi.❞ Katanya anak pertama adalah anak yang paling dinantikan oleh semua pasangan yang baru menikah. Mereka hanya ingin memiliki anak, tapi tidak mau menerima...