•Naja, jika aku adalah temanmu maka beri perhatian semestinya, jangan sampai membuatku merasa istimewa•
••••|Before you leave|••••
"KAMU KE MANA AJA 2 HARI KEMARIN GAK KASIH KABAR!"
"AKU SIBUK NARA, SIBUK! KERJAAN AKU BANYAK, BISA GAK SIH NGERTIIN AKU. PUSING LAMA-LAMA DEKAT SAMA KAMU!"
Pagi-pagi sekali pertengkaran sudah terdengar jelas nan nyaring, Naya berdiri di depan pintu menyaksikan pertengkaran yang bisa dibilang jarang terjadi. Naya menatap ke arah tangga, di sana Indira berdiam diri menatap sambil menangis ketika kedua orang tuanya bertengkar.
"KERJAAN APA?! AKU ITU AKHIR-AKHIR INI TUH BERUBAH TAU GAK! OH ATAU JANGAN-JANGAN KAMU PUNYA SELINGKUHAN, IYA?!"
Naya menghampiri Indira, menutup telinga adiknya dan membawanya ke kamar Nara. Indira masih terlalu kecil untuk melihat perdebatan ini, Naya sudah biasa dengan bentakan, tapi Indira? Sejak lahir ia tak pernah terkena bentak Bunda dan Ayah, hanya kasih sayang dan cinta saja yang mereka tunjukkan untuknya.
"Ka--kak kenapa ayah sama bunda berantem? Pasti gara-gara kakak kan?!"
Tiba-tiba saja Indira mendorong tubuh Naya hingga sedikit mundur, Naya yang kaget berusaha menenangkan Indira yang kacau, mengusap punggungnya.
"Iyh yha sha lhah kha kha Ndh hi." |Iya salah kakak Ndi.|
"Bunda itu nggak suka kakak ada di sini, bunda selalu marahin kakak. Ini juga gara-gara kakak mereka bertengkar! Kenapa kakak harus pulang dari rumah sakit? Harusnya kakak di sana aja, bunda gak akan teriak-teriak buat marahin kakak, bunda kemarin seneng pas kakak gak ada!!" Indira habis memarahi Naya yang ia tuduh atas masalah ini, Naya hanya bisa tersenyum dan menyalahkan dirinya.
'Tapi kakak suka bunda.' hanya itu yang Naya simpan dalam hati, Indira masih kecil pikirnya, wajar saja mengambil kesimpulan semua salahnya. Jadi selama Naya tidak ada di rumah Bunda akan damai dan tidak memarahinya, mungkin itu alasan Indira menuduhnya. Saat Naya pulang ke rumah orang tuanya bertengkar.
"Indi gak benci kakak, tapi Indi gak mau liat kakak di sini!" Indira menghentakkan kakinya lalu naik ke atas kasur.
"Kha khak akh khan phe rghi kha lho shu dhah wha khtu nyha." |Kakak akan pergi kalau udah waktunya.|
"Satu lagi, INDI GAK MAU DENGER SUARA KAKAK YANG ANEH ITU!"
Hati Naya berdenyut nyeri, padahal Naya pikir adiknya sudah mau menerimanya dan di keluarga ini hanya adiknya yang ia bisa jadikan seorang teman. Tapi, ternyata perhatian itu hanyalah kasihan bukan perhatian. Ayahnya juga hanya kasihan padanya bukan sepenuhnya mencintai dan peduli pada Naya.
Benar-benar tidak ada harapan sama sekali di sini.
Naya keluar kamar, tepat saat itu Naya menyaksikan Julian menampar pipi Nara dengan keras. Naya berlari saat itu sudah terjadi, Nara mengepalkan tangannya berlari meninggalkan Julian yang tengah emosi.
"Ayh hah khe nha pha phu khul bhu ndha, Yhah? Phu khul Nha yha ajh ha Yhah." |Ayah kenapa pukul bunda, Yah? Pukul Naya aja, Yah.|
KAMU SEDANG MEMBACA
Before you leave [END]
Fiksi Remaja❝Sebelum kamu pergi cuma luka yang kamu kasih, tapi saat kamu hendak pergi cintaku yang kuberi.❞ Katanya anak pertama adalah anak yang paling dinantikan oleh semua pasangan yang baru menikah. Mereka hanya ingin memiliki anak, tapi tidak mau menerima...