•Membandingkan diri sendiri dengan orang lain saja membuatku sadar akan sakitnya, apalagi dibandingkan oleh bundaku•
••••|Before you leave|••••
"Gimana kondisi kamu, udah baikan? Telinganya masih sakit?"
Naya membalas dengan senyuman dan mengacungkan jempol menandakan ia sudah baik-baik saja, padahal denyutan pada telinganya masih cukup sakit.
Sudah dua hari Naya di rumah sakit tapi Julian belum juga kembali menemuinya, Naya merasa kosong dan kesepian di sini meratapi nasibnya yang begitu hampa tidak ada orang yang menemaninya.
"Nah perbannya dibuka ya, jangan sampai berdarah lagi. Suster gak mau liat kamu di rumah sakit lagi, gak boleh lengah, ok?" Selama ini yang menemani Naya adalah suster ini, memberikan makan dan semangat pada Naya. Memperhatikan Naya seperti anaknya sendiri, rasanya Naya tidak ingin pulang dari sini, kehangatan ini akan segera Naya tinggalkan dan akan merasakan kehangatan air mata.
Naya mengangguk dan setelah itu suster meninggalkan ruangannya, Naya menatap langit-langit kamar yang bernuansa putih. Jika rumah sakit adalah penjara bagi orang-orang sakit, tapu bagi Naya rumah sakit adalah tempat paling nyaman untuk Naya. Rumah sakit jauh lebih baik dari sekolah dan rumah yang seharusnya menjadi istana tapi malah jadi tempat penyiksaan.
Naya tidak suka dipukul, tapi sejak kecil Naya sudah terbiasa dengan pukulan emosi itu. Dua hari di sini tapi Nara sama sekali tidak datang, Naya tentu sangat mengharapkan sang bunda mengkhawatirkan keadaannya.
Dulu saat pertama kali benda di telinga Naya ini dipasangkan oleh dokter Naya senang bukan main saat mendengar suara ibunya, Naya senang saat sang ayah pulang mengucapkan salam tapi melewatinya begitu seolah Naya tidak ada di sana.
Sejak kecil Naya selalu bermain sendiri, anak berumur 5 tahun yang seharusnya tidur dengan orang tuanya tapi sudah tidur sendiri di kamar sunyi nan gelap. Tangisan Naya tidak dihiraukan oleh kedua orang tuanya, ketika Naya menangis ibunya selalu marah, dan sejak saat itu Naya tidak ingin menangis dan membuat ibunya marah lagi.
Saat Naya duduk di kelas 6 Sekolah Luar Biasa seorang malaikat kecil hadir ke dunia yaitu Indira, saat adiknya lahir semua orang memuji adiknya dan mendiamkan Naya yang berdiri di depan pintu menatap adik kecilnya.
Semua orang memuji Indira yang cantik, semua orang memuji Indira yang sempurna, dan melupakan makhluk sempurna bagi Tuhan, yaitu Naya.
"Surgaku itu sebenarnya dekat, tapi bunda yang menjauhiku hingga aku sulit menggapainya. Duniaku menolak kehadiranku, begitu pula dengan surga."
Nara atau biasa Naya panggil dengan sebutan Bunda selalu saja menolak kehadirannya. Padahal selama ini Naya tidak banyak meminta, tidak banyak mengeluh di depannya, tapi tetap saja ditolak.
Pintu diketuk dari luar, Naya menoleh dan menunggu orang itu datang masuk ke dalam ruangannya.
"Hai, Naya."
Naya membulatkan matanya kaget dengan kehadiran orang di depannya, Naya menelan ludahnya saat orang itu mendekat ke arahnya.
Naya ingin berlari tatkala orang itu mendekat ke arahnya dengan senyuman yang sulit Naya artikan, disebelahnya berdiri orang yang membuat Naya seperti ini dengan wajah datarnya. Naya meremas selimutnya saat tangan lembut mengusap pipi Naya tapi wajahnya begitu menyeramkan.
"Kenapa wajah Lo gitu? Haha, Jean kayaknya dia takut dan dendam nih sama Lo, iya kan?"
"Emang dia bisa dendam sama gue, Ai? Lemah banget masuk rumah sakit," ucap Jeano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before you leave [END]
Teen Fiction❝Sebelum kamu pergi cuma luka yang kamu kasih, tapi saat kamu hendak pergi cintaku yang kuberi.❞ Katanya anak pertama adalah anak yang paling dinantikan oleh semua pasangan yang baru menikah. Mereka hanya ingin memiliki anak, tapi tidak mau menerima...