~|Ayah, ayo pulang|~

5.6K 1.2K 663
                                    

•Nyatanya, gue kalah•

••••|Before you leave|••••

Gelap malam sudah datang, lampu remang-remang sudah menjadi sesuatu yang tidak lagi asing, segelas alkohol khas tempat ini tengah ditelan rakus oleh laki-laki yang duduk sendirian di sofa paling ujung, menatap kosong orang-orang yang tengah menikmati lantunan musik DJ dan berjoget ria seolah tidak ada masalah.

Jeano, berperang dengan pikirannya yang kacau. Sebentar lagi, ya, hanya sebentar dan menghitung hari rencananya akan gagal. Dirinya sudah tak bisa apa-apa lagi, mengingat keputusan ibunya yang sudah tak bisa diganggu gugat. Betapa egoisnya, betapa kerasnya ego yang ada dalam diri mereka, dan betapa bodohnya Jeano mengikuti saja apa yang Aina katakan.

Pada akhirnya, Jeano kalah dalam permainannya sendiri.

"Sendiri aja, hm?"

Perempuan dengan pakaian minim datang ke arahnya, memasang wajah menggoda yang menurut Jeano menjijikkan. Jeano tak menjawabnya, tapi perempuan itu ikut duduk di sebelahnya dengan jari yang tengah mengapit rokok.

"Mau rokok?" Tawarnya sambil menunjukkan sebungkus rokok pada Jeano, "Atau mau main sama gue?" Lanjutnya dengan senyuman manis.

Jeano yang risi menepis jauh tangan perempuan itu dengan kasar, tangan yang beraninya mengusap dada Jeano dengan tujuan menggodanya.

"Dikasih peluang malah nolak, munafik." Setelah mengatakan itu dia pergi meninggalkan Jeano karena kesal karena diabaikan.

Tanpa sadar Jeano meneteskan air mata, untungnya lampu tidak terlalu terang dan orang-orang sibuk dengan dunianya sendiri. Jika sudah seperti ini, Jeano sadar bahwa ia merasa sangat terbuang dan tersisihkan.

"Kenapa rencana ini gak berjalan mulus?"

Rasanya Jeano lebih baik hidup tanpa seorang Ayah, sejak kecil dirinya tak pernah menanyakan tentang Ayahnya. Bagi Jeano semua laki-laki itu brengsek, dirinya juga. Terlalu banyak laki-laki yang datang dan pulang dari rumahnya dan memberikan uang. Awalnya Jeano pikir Ayah itu adalah mereka, yang memberikan banyak uang untuk kehidupannya dan mama. Tapi, semakin besar semakin Jeano sadar bahwa ibunya tidak lebih dari seorang pelacur.

Lebih baik tak memiliki ayah, jika harus merebut Ayah anak lain.

"Je, kenapa Lo?"

Jeano tersadar dari lamunannya, merasa pipinya basah buru-buru mengusapnya dengan telapak tangan, dan menggeleng.

"Mabuk Lo? Mau balik, gue antar nih. Mumpung lagi baik," ucap teman yang senantiasa datang ke club malam, Nathan.

"Gue bisa balik sendiri." Jeano menjawabnya datar.

Nathan mengangguk lalu ikut duduk bersama Jeano dan menyalakan rokoknya.

"Udah mau lulus masih aja ke sini, bukannya belajar buat ujian nanti," kata Nathan memperingati, temannya ini memang terlalu masa bodo dengan urusan sekolah, yang penting hadir tidak telat dan pulang dengan selamat.

"Si Aina gak datang bareng Lo?"

"Keliatannya?"

Before you leave [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang