~|Bunuh Diri|~

6.4K 1.3K 645
                                    

•Hal paling gue benci ketika bangun tidur sekarang adalah, liat mama pakai kebaya dengan senyum bahagia•

••••|Before you leave|••••

"Ma?"

"Hm?"

"Sakit Ma." Nada itu kini getir, berdiri di ambang pintu sambil menatap ibunya yang tengah sibuk menata baju kebaya pengantin putih yang sekian lama ia impikan, sebuah pernikahan meski tanpa restu.

"Kamu itu kenapa sih Jeano? Kalo sakit kamu tinggal pergi ke dokter bukan malah ngerengek kayak anak kecil aja."

Tepat satu bulan berlalu sampailah hari ini, hari di mana Jeano gagal menahan ibunya untuk tidak menikah. Ibunya akan segera menikah siri dengan ayah Naya di rumah ini, rumah yang bertahun-tahun menjadi tempat terbuka untuk kisah cinta terlarang itu.

"Iya ma." Jeano kembali menutup pintu dan kembali ke kamarnya, padahal sudah sangat jelas sekali Jeano menunjukkan rasa sakitnya begitu jelas di depan Rina. Tapi, malah diabaikan.

Menatap benci meja yang sudah dihias, meja dan tempat yang akan dijadikan tempat akad. Tidak menikah saja Jeano diabaikan, apalagi setelah menikah? Lihat saja apa Jeano akan dianggap ada atau tidak.

Jeano sudah resmi lulus dari sekolah meski lulus dengan nilai terkecil seangkatan tapi itu bukan sesuatu yang menyeramkan. Yang menyeramkan adalah hari ini dan keadaannya yang kian hari tak menemukan titik terang akan sembuh atau tidak.

"Gue capek."

Mempertahankan tekad memang menyulitkan, berjuang sendirian dalam menahan cinta orang lain jauh lebih menyulitkan. Jeano gagal menahan ibunya untuk tidak menikah, tapi apa daya ini sudah di ujung tebing di dorong sedikit maka akan mati.

Jeano merebahkan tubuhnya di atas kasur, memejamkan mata dan bibir meringis kesakitan. Jika ada yang bisa mendengarkan isi hati Jeano pasti akan merasakan sesak yang sama, teriakan dan tolakan yang tak berpengaruh apapun. Tentang keinginan kecilnya yang tidak pernah dikabulkan, padahal bisa dibilang sejak kecil Jeano jatuh bangun sendirian, tak meminta banyak materi apalagi sesuatu yang menyulitkan.

"Kayaknya emang kematian itu gak sakit, kayaknya emang gue bukan apa-apa. Ada atau nggak nya ya gak ada yang peduli juga kan?" Jeano menutup wajahnya dan mengusapnya gusar.

Klek

Pintu kamarnya terbuka, menampilkan tubuh ibunya yang terlihat cerah dan bahagia, namun berbeda dengan anaknya yang meredup dan terluka.

"Gimana cocok gak sama Mama?" Rina melebarkan bagian bawah kebaya pengantinnya, dengan senyum bahagia ia bertanya pada putranya yang jelas-jelas menolak pernikahan ini.

"Ma.."

"Kenapa?"

"Sebenernya Jeano penting gak di mata Mama?" Jeano tak menjawab pertanyaan ibunya, justru ia bertanya hal lain.

"Apa sih? Kamu tuh kenapa, Mama pusing denger pertanyaan yang sama terus." Rina yang awalnya memasang wajah bahagia kini berganti dengan wajah tak menyukai pertanyaan Jeano.

"Gak usah dijawab, gue udah tau jawabannya." Jeano membalikkan badannya dan membelakangi ibunya berusaha memejamkan matanya, sepertinya lebih baik Jeano tertidur daripada harus mengucapkan kata sah di ruang tamu.

Before you leave [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang