~|Cinta tanpa balas|~

5.2K 1.1K 1.1K
                                    

•Naya, jika kehadiran gue hanyalah angin ribut yang menganggu, apakah dia adalah angin di musim panas yang menenangkan? •

••••|Before you leave|••••

"Gimana kondisinya udah enakan? Masih sakit? Kita ke rumah sakit aja, ya? Biar—"

"Akh khu gha ahk aph pha." |Aku gak apa-apa|

Naya memotong pembicaraan Jeano yang terlihat khawatir sejak pagi tadi ketika melihat Naya demam dan mengeluh sakit pada perutnya. Hal yang biasa terjadi pada ibu hamil, tapi tetap saja itu sangat mengkhawatirkan. Terlebih, akhir-akhir ini Naya sulit menerima makanan padahal sebentar lagi akan memasuki bulan ke-5 masa kehamilannya, tapi mual dan sebagainya baru ia rasakan sekarang.

"Mau makan apa? Biar gue beliin sekarang?"

"Obat sudah diminum?"

Jeano diam dan menggelengkan kepalanya, "Belum, gue mah gampang yang penting Lo dulu yang harus sehat. Gue gak apa—"

"Yang lebih sakit, kan kamu."

Jeano menggaruk tengkuknya, benar yang penyakitan itu dirinya, Naya hanya mengalami hal biasa di masa kehamilan.

"Hm, iya sih. Badan Lo masih panas?"

Jeano hendak menempelkan tangannya di kening Naya, namun belum juga sampai menyentuh Naya sudah menepisnya lebih dulu.

"Aku bilang baik-baik aja, urus diri sendiri aja. Jangan sentuh aku, nanti aku ketularan. Repot."

Deg

Jeano seperti tersengat listrik ketika mengartikan apa yang Naya katakan, rasanya sakit tapi memang itulah kenyataannya. Akhir-akhir ini Jeano melihat seberapa jauh jangkauannya untuk menggapai Naya, Naya memberikannya batas hingga Jeano merasa sangat jauh dengannya meski tinggal satu rumah.

Naya yang cuek, tidak perduli, dan seolah sengaja melontarkan kata-kata menyakitkan ketika Jeano berhasil menguasai bahasa isyarat. Dulu, Jeano selalu ingin mengetahui dan mengerti apa yang Naya katakan, namun setelah dirinya paham rasanya ingin sekali tidak mengerti apa yang Naya katakan.

"Ya—yaudah gue beliin Lo bubur dulu, ya?"

Naya tidak menjawab, dirinya tampak acuh saja, berfokus pada ponsel di tangannya dan tidak memperhatikan Jeano yang terlihat sedih.

Memang rasanya menyakitkan jika melihat hubungan ini secara langsung, di mana satu orang berharap dan satu orang melukai. Tapi, bukankah ini adalah sebuah kebalikannya dulu? Di saat seseorang menginginkan kebahagiaan, tapi dengan tanpa hatinya seseorang datang menghancurkan semua harapan. Tidak ada teman, hidup dalam tekanan, dan dibuatkan lingkungan yang menghakimi. Sangat miris dan menyakitkan.

Helaan nafas berat terdengar, Naya meletakkan ponselnya di tempat tidurnya. Kata-katanya tadi memang jahat, kata-kata yang bisa melukai, tapi menurut Naya itulah yang terbaik untuk saat ini.

'Jangan berharap lebih lagi, jangan cintai aku, aku begini ingin membuatmu benci, sama seperti halnya kebencian ku padamu.' batin Naya menjelaskan.

Tidak mudah menerima begitu saja apa yang sudah terjadi selama bertahun-tahun, lalu dipersatukan tanpa cinta, melupakannya saja tidak akan bisa. Lukanya akan terus terasa sakitnya sampai seumur hidup.

Before you leave [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang