•Gue emang brengsek sama kayak apa yang nyokap gue bilang. Dan, gue bakal kasih tau arti brengsek yang sebenarnya•
••••|Before you leave|••••
"Kamu setuju 'kan kalo mama nikah lagi, Je?"
Jeano yang tengah makan di meja makan kembali menaruh sendok yang tadinya hendak masuk ke mulut, melirik ke arah ibunya yang asyik bermain ponsel dengan santainya mengeluarkan pertanyaan itu.
"Buat apa sih menikah lagi? Jean gak butuh ayah!" Jeano meremas sendok makan dengan kuat, menahan emosi yang selalu memuncak jika membahas seperti ini.
"Ya mama sih gak perduli kamu butuh ayah atau enggak, tapi mama butuh suami. Kamu pikir uang yang kita pakai sehari-hari dari mana? Semuanya dari dia, kita itu miskin Jean." Hembusan nafas berat terdengar dari mulut mama Jeano.
"Egois. Gue bisa cari duit tuh, mama gak perlu jadi jalang buat godain suami orang." Jeano bangun dari duduknya, mendorong kursi dengan tidak santai.
"Apa tadi kamu Ngomong apa? Kurang ajar! Sama ibu sendiri kamu begitu, emang gak tau diri kamu Jeano! Percuma saya didik kam—"
"Didik? Sejak kapan?" Jeano bertanya dengan wajah datar menatap ibunya dengan dingin.
Rina—ibu Jeano terdiam mendengar itu.
"Sejak gue kecil 'kan gue emang selalu sendiri. Gak pernah tuh Mama didik Jean, wajar kalo udah gede gue gak tau diri."
Plak
Tamparan keras mendarat di pipi Jeano, Rina mengepalkan tangan kuat menahan emosi yang sudah memuncak.
"Ibu mana yang ajak anaknya buat liat hal gak senonoh? Ibu mana yang ajak anaknya liat adegan yang seharusnya gak pernah dia liat sampe punya trauma dan hasrat kayak gini? Lo gak pernah tau gimana kerasnya gue sekarang, gimana gak tau dirinya, dan gimana gue berjuang buat dapet perhatian Lo?!"
Jeano kalap bahkan ia berani mengangkat telunjuk dan menunjuk wajah ibunya.
"Mama aja gak tau 'kan siapa ayah Jean? Saking banyaknya cowok yang sentuh Mama? Jean kira mama bakal berubah, tapi apa? Sekarang malah berniat buat hancurkan rumah tangga orang, dan mau jadi istri kedua. Cuma demi uang?"
"Jean jaga bicara kamu!"
Jeano tersenyum meremehkan, "Buat apa kita tinggal di rumah sebesar ini kalo gue tetap sendiri? Buat apa punya mobil kalo hasil dari boking—an orang? Jean malu!"
Jeano berlari menuju kamar, rumah yang sebenarnya adalah ini bukan tempat yang pernah di bersihkan oleh Naya dulu. Itu sebenarnya adalah rumah yang sudah lama tidak berpenghuni tapi sering dijadikan tempat nongkrong sekaligus basecamp dengan teman-temannya.
Jeano menonjok tembok dengan sekuat tenaga hingga tangannya memerah, mengatur nafas yang baik turun karena emosi yang sulit dikendalikan. Ia marah pada dirinya sendiri, dan lebih marah pada ibunya yang selalu memaksa Jeano untuk memberi izin agar ia bisa menikah lagi dengan laki-laki yang padahal sudah memiliki istri.
Sudah cukup Jeano merasa sakit mendengar bisikan tetangga yang membicarakan ibunya yang sering kali pulang malam bersama pria lain, dulu saat masih SMP ibunya selalu pulang dengan orang yang berbeda, parahnya setiap turun dari mobil mereka selalu berciuman di depan rumahnya, Jeano hanya bisa diam menyaksikan betapa tabunya masa lalu hingga masa sekarang.
"Apa dia gak cukup sadar? Apa dia gak peduli sama sikap gue? Ah Bangs*t."
Jeano menonjok tembok Sekali lagi, padahal sudah banyak usaha yang Jeano lakukan agar mendapatkan perhatian sang ibu, agar ia mau berubah untuk tidak menjadi wanita bayaran lantaran sudah muak dan malu dengan ucapan-ucapan tetangga yang selalu saja terdengar setiap kali Jeano melewati mereka. Ingin marah tapi apa yang mereka ucapkan memang benar, ibunya memang pelacur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before you leave [END]
Teen Fiction❝Sebelum kamu pergi cuma luka yang kamu kasih, tapi saat kamu hendak pergi cintaku yang kuberi.❞ Katanya anak pertama adalah anak yang paling dinantikan oleh semua pasangan yang baru menikah. Mereka hanya ingin memiliki anak, tapi tidak mau menerima...