Perjalanan Menempuh Move On
----------------------------------------------------------------
Era pandemi membuatku lebih hidup di dunia online dari pada real life.
Segala aktivitas ada dalam jaringan, mulai dari kelas pengembangan, kajian, sampai liputan.
Yeah, tidak ada mata kuliah sebab masih masa liburan semesteran.
Pada jeda kegiatan, tanganku gatal melirik galeri yang penuh dengan screen shoot chat kita, fotomu, sceen shoot story whatsappmu. Apapun tentangmu.
Dengan jari bergetar, kuhapus semuanya.
Berniat melupa.
Meski semakin kutekan memori untuk menghapus all about you semakin gencar pula berbagai momen bersamamu mencuat dari anganku.Sial!
Bukankah kau pernah menanyakan soal kenapa tidak maju jalan? Karena kala itu aku masih jalan di tempat, bahkan berniat untuk berhenti sejenak. Lalu balik kanan untuk bubar jalan? Yeah meski pada ujungnya kau menyarankan untuk tetap jalan ditempat.
Bahkan kau bilang, kau telah paham dari segala filosofi diksi yang bersahutan di snap sosial mediaku.
Kau pura-pura tak tau, begitu pula aku.
Pura-pura tak tau, bahwa kau telah lama tau.Siapa yang bodoh di sini?
Kubanting handphone dengan totalitas kegeraman, pada kasur handpone memantul.
Lucunya aku tersinggung, menuduh handpone kegirangan atas kegalauan yang menyiksa pelan-pelan.Lalu wajahmu terbayang, menatap tajam permusuhan.
Dengan separuh hati, kutatap kembali sebuah ilusi.
Bermonolog seolah dialog, "kan kubuktikan padamu, bahwa aku tak selemah yang kau kira. Takan ada air mata, di penghujung kisah kita. Camkan!"
Diujung kelopak, bulir bening berkhianat.
Tak bisa di pungkiri, batinku sekarat.______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Denyut Jari
PoetryKetika jantung berdetak, segenap kata tercetak. Ketika kepala mulai mengalirkan resah, jari-jari spontanitas melakukan upaya abadi. Segenap kalimat ini untuk aku, di masa depan. Apakah masih berpijak pada garis yang sama, atau telah bergerak masif...