Kau, Aku, dan Radar Banyumas
Minggu, 14 Februari 2021.
------------------------------------------------------------------
.
Ingatkan aku jika kelak terpesona dengan orang berbeda.
Jangan lagi ada harap di antara jatuh cinta, sediakan saja payung biar tak terjun bebas. Sebab ada jurang dengan misteri di dasarnya, barangkali ada sungai menghanyutkan yang bermuara ke segitiga bermuda, tidak ada celah selamat dari sana, tau?
Barangkali jurangnya dangkal, tapi penuh dengan benda tajam mematikan.
Kita tak pernah tau, terkadang hal yang dikemas manis justru menyimpan hal sarkatis. Hati-hati.Dulu, kau bahkan mengajakku untuk menjelajah di Radar Banyumas, kusimpulkan bahwa kau masih ingin berinteraksi denganku dalam durasi yang lebih lama. Kala itu kita sedang berbincang mengenai rencana kepindahanmu dari UIN SAIZU menuju Universitas harapanmu. Kita masih semester satu, dan menghitung bulan kau enyah sedangkan aku dirundung gelisah.
Kau bertingkah jenaka seperti biasanya, aku tertawa untuk sejenak lupa.
Seperti biasanya pula kau tak tertipu emotikon yang kuselipkan dalam ketikanku.
Kau selalu tepat menganalisa, bahkan untuk urusan irama detak jantung di dalam sana."Lum, don't cry," ketikmu di room chat kita.
Hatiku menghangat.
Hendak menangis memang, menyadari perpisahan tak lama lagi. Padahal kita belum di pertemukan secara nyata.Beberapa saat kemudian, kantuk menyerang. Obrolan kita usai.
Kau mengetuk gerbang mimpi lebih dulu, sedangkan aku termenung dengan sendu. Ada firasat koneksi kita hanyalah sekejap mata, lalu kurapal do'a agar kau senantiasa bahagia; meski bukan dariku sumbernya.
Selamat malam kau :)
______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Denyut Jari
PoetryKetika jantung berdetak, segenap kata tercetak. Ketika kepala mulai mengalirkan resah, jari-jari spontanitas melakukan upaya abadi. Segenap kalimat ini untuk aku, di masa depan. Apakah masih berpijak pada garis yang sama, atau telah bergerak masif...