Catatan 25: Sekadar Kentut Empiris

13 0 0
                                    

Aku terbangun dalam keadaan paling janggal.
Sebelum berhasil Aku terjaga dari dimensi mimpi, Aku bahkan melalui sekian perjuangan panjang, tenggelam dalam lapisan dimensi, berusaha meraih gagang pintu, kesulitan bernafas dan berbicara.

Dan hap.
Aku tergagap, dan ternyata kembali pada dimensi lain, tetapi masih alam mimpi , masih dalam keadaan terbaring, membatin ayat kursi tetapi tak bisa dilafalkan secara suara, sekelilingku pun berubah, menyerupai kamar berlumut yang ditumbuhi tumbuhan liar, akar-akarnya merambat di sela-sela daun pintu, kamitetep di mana-mana, kecoa, kalajengking, dan serangga kecil lainnya barangkali hidup juga di dalamnya. Lagi-lagi, Aku berupaya meraih gagang pintu, kesulitan bernafas dan berbicara.

Dan hap.
Aku tergagap, kembali pada dimensi lain, tetapi alam mimpi, dalam keadaan terbaring, sementara disampingku ada perempuan yang terlelap, ia perlahan turut terbangun, tawanya horor sekali, melengking seperti Kunti, Kunti paruh baya yang manusia.

‘’Akhirnya,...’’

‘’Akhirnya,...’’

Ah, Aku lupa, apa yang dikatakannya kala itu, pada intinya dia menyatakan bahwa sebelum ke kamar ini, ruangan yang Aku pijaki memanglah horor.

Aku mengingat-ingat, di mana kah gerangan dimensi yang kujelajahi sebelum ini?

Ternyata di sebuah rumah yang penuh lepehan kunyahan anak-anak, baunya seperti  tai lancung, dan memang benar ada berbagai jenis tai di sana, mulai dari yang cair kuning, sampai yang menghijau.

Lalu si empu rumah mengepel dengan cara paling menyalahi hukum fikih, ia tak membuang arupa najisnya, langsung saja mengguyur seisi lantai sehingga banjir, dan Aku terkena cipratan Najis Mutawashitoh, ngedumel secara non verbal, dan detik itu juga, Aku menyadari, bahwa pita suaraku mengalami disfungsional secara total.

Lalu Aku berlari, melihat Lulu Fuada dan ibunya.
Aku mendatangi Lulu Fuada yang mengenakan mukena sehingga kukira ia sebenar-benarnya manusia, sebab setan mana yang akan menyentuh tendensi spiritual hamba-Nya?

Aku mendusel ke Lulu, menceritakan semuanya.
Lulu bergeming, menimbulkan kecurigaan, sehingga kutatap matanya yang tak biasa, korneanya memutih. Ia tidak mirip Lulu yang kukenal in real life.

Ketika Lulu menyadari, bahwa Aku juga menyadari kejanggalan, Lulu tertawa, seolah memvalidasikan kecurigaan yang berusaha kusembunyikan.

Merasa terancam, Aku berteriak, tetapi lagi-lagi, tidak menimbulkan suara. Kubaca segala ayat yang didogmakan bisa menghancurkan gangguan-gangguan tak masuk akal bangsa tak kasat mata, agar hancur segala belenggu dimensi yang menjeratku.

Dan hap.
Aku tergagap, kembali pada dimensi lain, tetapi alam mimpi, dalam keadaan terbaring, tenggorokanku tercekat, badanku tidak bisa bergerak, tapi Aku ingat, ini kamar yang sama seperti sebelumnya, Aku meraih-raih gagang pintu, dan,

Kejadian demi kejadian yang dituliskan, terjadi secara berulang-ulang.

Sehingga pada akhirnya, untuk terakhir kali tanpa penyesalan, Aku yang berdarah rendah, berhasil berdiri secara langsung, menebas alam bawah sadar secara linglung, pusing sekali, Bung!

Di kamar tujuh kompek Anisa belakang, sunyi nian, kawan-kawan yang lain tengah hibernasi musim liburan. Aku ngibrit ke kamar mandi tanpa tujuan, tidak kebelet sama sekali.

Dan anehnya, naluri yang tanpa kebelet itu, seperti pertanda yang kembali janggal.

Di sudut kamar mandi minimalis khas asrama, terdapat sebutir darah kental, yang firasatku adalah darah haid. Dengan penuh menahan jijay, Aku gasak darah itu, dan menyiramnya dengan air, demi membuktikan bahwa apa yang kubersihkan memanglah benar darah haid. Sebab, meskipun terlihat jauh lebih menjijikan, minimal lebih realistis. Daripada pikiranku dikonotasikan perkara mistis, mengira bahwa itu adalah setetes mimis dari kunti cantik yang terbaring di sebelahku kala itu, misalnya?

Naudzubillahimin dzalik.

Darul Abror, 15 Januari 2023



Denyut JariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang