16. Langkah yang salah

1.5K 205 106
                                    

Irene menghela napasnya. Sungguh ia heran, bagaimana bisa seorang pria seperti Sehun menjadi seorang pria yang begitu mengejutkan seperti ini? Bagaimana bisa Sehun sekarang sedang terbaring di lantai sambil menahan kakinya agar tidak pergi?

Kejadian memilukan macam apa yang sedang Irene terima ini? Sungguh, dari manakah datangnya kepribadian Sehun yang satu ini? Menyedihkan sekali memikirkan Sehun bisa memiliki sifat seperti ini.

Irene pun masih diam. Tidak memedulikan Sehun di bawah sana yang masih merengek permintaan maafnya sambil terus menahan kakinya untuk tidak pergi. Padahal sendirinya yang tadi ngajak pulang. Irene menggelengkan kepalanya. Nyesel kan diputusin? Makanya jangan ngadi-ngadi lo!

Irene pun akhirnya menarik Sehun untuk berdiri, memandang wajah pria itu datar yang masih tersedu-sedu dengan mata sembab. Umur berapa sih dokter ini? Kenapa ga tahu diri banget nangis ngalahin anak TK?!

"Udah nangisnya?" tanya Irene sambil mengusap pipi Sehun yang masih banjir bandang.

"Belum kalau kamu masih mau mutusin aku." Jawaban Sehun sedikit menggelikkan sebenarnya. Namun Irene juga tidak bisa berbohong bahwa Sehun membuatnya luluh dan gemas sekaligus.

"Saya butuh waktu."

"Kalau ngomong pake 'aku' jangan 'saya'. Berasa diputusin beneran aku tuh." Sehun mengerucutkan bibirnya dengan sedih. Air matanya kembali mengalir dari sudut. Ya Allah ini dokter bedah atau dokter anak sih?

"Udahan nangisnya. Udah gede gini, ga malu apa nangis?" Irene mencebik sambil mencubit pipi Sehun gemas. "Iya."

"Iya apanya?"

"Kita ga jadi putus."

"Beneran?"

"Tapi tetap aku mau kita renungin kejadian ini. Baik kamu, ataupun aku. Kita butuh mikir jernih. Kamu lihat sendiri kita berdua sama-sama emosi, dan sama-sama egois. Ga bisa saling melengkapi. Itu bukan hubungan yang aku mau."

"Maaf. Aku kekanakan. Aku... udah ga percaya sama kamu." Sehun menundukkan kepalanya menyesal. Karena bacotannya itu, mereka hampir dilanda kehancuran. Ini pertama kalinya Sehun mau diputusin, tapi ga mau. Biasanya kalau si cewek ngambek terus dia diputusin, setoknya banyak.

Nah ini? Setok kayak Irene cuma satu di dunia, mamen!

"Ga papa. Aku paham kalau kamu ga percaya sama aku. Aku pun akan melakukan hal yang sama ke kamu jika berada di posisi itu."

Sehun menghela napasnya pasrah. Irene benar. Sehun memang sempat ragu dan goyah dengan ucapan mantan yang datangnya seperti jalangkung itu. Udah datang ga diundang, pulang ga tahu arah. Goblok bener.

Tapi yang terpenting ga jadi putus, kan? Itu sudah lebih baik, dari pada putus, ditambah nyuruh mikir. Makin frustrasi Sehun yang ada. Lama-lama dia pensiun jadi dokter bedah.

"Oke. Tapi... aku minta maaf kalau udah buat kamu tersinggung dengan ucapanku tadi. Aku---"

"Aku ngerti. Kamu sempat ragu sama aku. Ga papa," sela Irene tersenyum. Sudah lebih baik sepertinya. Sehun pun memeluk Irene, mendekapnya erat dan mengecup puncak kepalanya sayang.

"Aku anter pulang."

Irene menganggukkan kepalanya. Menyetujui usulan itu. Namun juga ia sedang berpikir. Ada sesuatu yang harus ia luruskan di sini mengenai masa lalunya. Dan selama ia mengistirahatkan hubungannya dengan Sehun, Irene akan menyelesaikan semuanya hingga benar-benar berakhir.

Sehun menghentikan mobilnya di depan rumah Irene. Sudah pukul setengah tujuh pagi. Dan sepertinya orang-orang di rumah Irene belum bangun. Irene pun melepaskan sabuk pengamannya, namun tangannya segera ditahan oleh Sehun. Pria itu menariknya, mencium bibirnya lagi dan menuntut Irene untuk membalasnya.

Adu Rayu [HunRene] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang