9. Di Blacklist

1.9K 284 187
                                    


Yang kangen Adu Rayu absen dulu, yuk.... Hehehe

***

Irene memeriksa sekali lagi isi tas-nya sebelum ia memasuki mobilnya untuk berbelanja ke supermarket. Hari ini hari liburnya, dan Irene ingin menggunakan kesempatan ini untuk memenuhi kembali kebutuhan sehari-harinya yang semakin menipis. Apalagi beberapa bahan makanan sudah mulai habis dan ia perlu mengisinya kembali.

Jadi, di hari liburnya ini, Irene menyempatkan diri untuk sedikit me-refreshing-kan otaknya yang penat karena seminggu terus bekerja di rumah sakit. Ah, jika dipikir-pikir, ia sudah hampir sebulan bekerja di sana. Jujur saja, Irene yang dulunya hampir berpikir untuk pindah tempat tugas akhirnya melupakan keinginannya itu karena sudah mulai biasa dengan segala jenis gangguan yang ia alami selama bekerja di sana.

Memang, pertama kali ia bertemu dengan Sehun, rasanya ia hanya ingin mendorong kepala pria itu masuk ke dalam selokan -jika bisa- Hanya saja mencoba sabar ternyata berguna juga. Buktinya ia bisa bertahan dan terbiasa sekarang. Meskipun tidak bisa dibilang bahwa Sehun itu sudah bertaubat tidak mengganggunya. Pria itu masih begitu rajin menjahilinya dari yang vulgar level satu, hingga sepuluh sudah pernah Irene dengar.

Anggap saja angin lalu, kan?

Irene pun yang hendak memasuki mobilnya harus terganggu dengan kehadiran pria yang baru saja kita bicarakan. Pria itu memasuki halaman rumahnya tanpa permisi dan izin. Tipe-tipe tetangga laknat memang.

"Kamu mau ke mana pagi-pagi gini?" tanya Sehun yang terlihat seperti baru selesai lari pagi.

"Kamu bicara sama saya?" Irene menunjuk dirinya dengan wajah seolah kebingungan.

Sehun berdecak lalu menatap pot bunga di sebelahnya. "Engga, saya bicara sama dia, nih. Eh --- kamu kok budek sih pagi-pagi? Kurang dibelai ya semalam?" Sehun bertanya pada bunga tersebut sembari berjongkok di bawah.

Irene menghela napasnya dan memutar jengah matanya malas. "Kalau kamu masih mau bicara sama bunga saya ga papa. Tapi minggir, mobil saya mau keluar." Seperti biasa ucapan gadis itu selalu ketus. Bahkan Sehun rasanya akan merasa aneh jika tiba-tiba Irene berbicara lembut dengannya. Ibaratnya, ketus dan Irene itu sudah seperti saudara rasa kandung.

Sehun pun berdiri dan menghampiri Irene. Dan dengan sengaja ia memajukan tubuhnya merapat pada gadis itu hingga Irene terbentur pintu mobilnya sendiri. Lagi-lagi gadis itu terkunci dengan tubuh tegap pria ini. "Kamu serius mau tarik ulur kayak gini sama saya? Semalam kita udah ciuman sampai kamu sesak napas, loh."

Tangan Irene sudah terkepal kuat untuk menonjok pria itu -jika ia tidak ingat bahwa pagi ini ia sudah berusaha mengatur suasana hatinya untuk berbelanja. Ia tidak mau menghancurkan hari-nya karena pria bernama Sehun ini.

"Kamu kalau mau ngebacot, silahkan. Saya mau pergi!" Irene mengangkat tangannya mendorong tubuh Sehun ke belakang. Namun bukannya Sehun mundur, malah tangan Irene yang berakhir digenggam kuat oleh Sehun hingga gadis itu kembali tidak berkutik.

"Sehun!"

"Ketus kamu itu udah kayak makanan pokok buat saya. Kalau ga denger itu sehari aja, rasanya ga afdol menjalani hidup ini."

"Kamu ngomong apa, sih?! Lepasin, ga?!"

"Mau dilepasin di sini? Jangan, dong. Di rumah aja, di sini banyak orang lalu lalang," kata Sehun setengah berbisik. Dan kadar emosi Irene makin meningkat terus menerus. Sehun pun tertawa kecil lalu melepaskan tangan Irene kemudian mengusap rambutnya. "Mau ke mana, sih?"

Irene mendengus dan mengibas-ngibaskan tangannya dan merapikan rambutnya sendiri. "Mau tahu banget, sih!"

"Ga boleh tahu emang?"

Adu Rayu [HunRene] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang