27. Guanlin marah

567 81 60
                                    


Halaaauuuu sudah kah kalian kangen?

Seneng ga update? WKWKWKWK

kasih satu emot buat adu rayu dong....

.

.

.

Irene terkejut saat seseorang menempelkan minuman kaleng di pipinya. Minuman dingin yang membuat kantuknya ikut menghilang juga. Ketika mendongak ada Ian di sampingnya yang sudah mengambil duduk di depannya. Ian membuka kaleng minuman Irene yang sempat ia sodorkan di pipi dan menyerahkannya kembali pada wanita itu.

Irene tersenyum tipis. "Makasih, dok." Irene meneguk minumannya.

"Kenapa melamun?" tanya Ian penasaran karena sejak istriahat makan siang, Irene sudah melamun bahkan sampai tidak menyentuh makanannya yang sudah berubah menjadi dingin. "Sakit?" tanya Ian lagi lalu mengulurkan tangannya ke depan dan menyentuh kening Irene. "Ga demam." Ia berucap.

Irene mundur sedikit merasa tidak nyaman. Bukan karena apa, melainkan ia takut akan membuka celah untuk Ian hingga menciptakan sebuah peluang. Ia tahu hatinya belum siap memulai karena Sehun masih menjadi yang teranjing di hatinya.

"Dokter... saya boleh ngomong masalah pribadi?" tanya Irene hati-hati.

Kening Ian mengerut bingung. "Kamu tahu hal itu ga profesional, kan? Tapi... karena ini masih jam istirahat makan siang, jadi saya izinkan. Mau ngomong apa?" tanya Ian lagi sambil menegak minumannya sendiri.

"Apa yang dokter lakuin kalau dokter masih sayang sama mantan?"

Ian bergumam sambil menggoyang kaleng minumannya sendiri. Seperti sedang berpikir. Belum ditembak, udah diulti duluan anying- Ian.

"Balikan kalau masih saling sayang. Move on kalau emang udah ga bisa untuk bersatu." Ian meneguk minumannya untuk menghilangkan rasa canggung. 

Irene menganggukkan kepalanya paham lalu menghela napasnya. Ian yang menangkap itu pun langsung terkekeh. "Gamon sama dokter Sehun?"

Irene sedikit terkejut mendengarnya, seolah sedang tertangkap basah  namun ia haya menyengir dan mengangguk malu. 

Ia tersenyum. Senyuman yang mengartikan bahwa ia sangat paham ke mana perasaan wanita itu saat ini. "Udah saya duga, sih." Ian tertawa kaku namun di dalam hati berkobar. Panas, dan membara.

"Dokter jangan musuhi saya, ya?" Irene berucap hati-hati, sekaligus memohon. Ia benar-benar tidak ingin ada kesenjangan dalam bekerja hanya karena masalah perasaan dan hati.

"Saya pecat sih biasanya." Ia memasang wajah datarnya. Sengaja sekali.

Irene melebarkan matanya terkejut dengan ucapan Ian. Lalu pria itu tergelak melihat ekspresi Irene. "Enggak. Becanda doang," ucap Ian meneguk minumannya lagi sampai kandas. "Saya duluan, ya. Jangan kebanyakan melamun." Ian berdiri dari kursinya. "Udah denger, kan? Rs ini banyak penunggunya." Ian bergidik ngeri lalu Irene hanya tertawa melihatnya.

Ian sudah melangkah menjauh dari tempatnya. Kata-kata Ian membuatnya berpikir. Sebenarnya kemarin Irene sudah sempat menerima pria itu lagi. Atau bahkan memang sudah menerimanya mengingat ia menyerahkan diri begitu mudahnya pada Sehun.

Sial sekali jika mengingat bagaimana lemahnya dirinya kemarin. Memalukan.

Pemikiran untuk kembali pada Sehun sudah sangat besar. Ia hampir meyakini hal itu setelah melewati malam panjang mereka. Namun semua keyakinan itu sirna ketika mendengar pertanyaan Sehun.

"Boleh aku pergi ke London?"

Kalau Irene waras, jelas ia akan mempersilahkan, tidak akan menahan untuk Sehun mengambil pekerjaan yang lebih besar di luar negeri. Namun... saat ini hatinya benar-benar bermasalah. Memikirkan Sehun meninggalkannya saja membuat Irene rasanya sudah nyeri kepala tidak karuan.

Adu Rayu [HunRene] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang