5. Mutlak

1.4K 260 94
                                    

Pagi-pagi sekali Irene yang dipertemukan dengan hari liburnya bersiap untuk lari pagi. Semua perlengkapan lari paginya telah siap, seperti celana training kemudian tanktop hitam yang Irene lapisi jaket membuat penampilannya sangat terlihat seperti anak ABG berusia lima belas tahun mungkin. Masalahnya itu, meski umur Irene sudah matang untuk menikah, tapi kan wajahnya itu masih pantas menjadi anak SMP.

Irene pun keluar dari rumah dan meregangkan sebentar otot-ototnya sebelum lari. Efek mabuk semalam membuat kepalanya pusing. Apalagi fakta jika Sehun itu mencuri kesempatan dalam kesempitan. Sebenarnya Irene itu sudah menduga jika naluri pria Sehun itu tidak akan pernah padam dan lekang oleh waktu. Dasarnya saja pria itu suka ber-alibi.

Untung saja Irene tidak mudah goyah dan percaya dengan mulut bualan pria itu.

Irene pun keluar dari pagar rumahnya, dan bertetapan setelah itu ia terkejut saat melihat Sehun juga keluar dari pagar rumahnya namun ia tidak sendiri. Di sampingnya ada seorang dokter yang ia kenal juga di rumah sakit. Kedua makhluk Tuhan itu pun menatap Irene sebentar.

"Pagi dokter Irene. Mau lari juga?"

Ya kali gue pake baju gini mau cabut rumput?! Ya iyalah lari!

Irene tersenyum dan mengangguk. Irene tahu dokter cantik itu. Iya, dia juga dokter yang sangat terkenal di rumah sakit. Jika Irene tidak salah, namanya dokter Saejong. Katanya dokter ini memang terkenal ramah dan cantik. Ya, Irene sih mengakui kalau memang Saejong cantik.

"Mau bareng kita ga?" tanya Saejong menawarkan namun langsung direspons gelengan dari Irene.

TOLAK RENE, PLEASE TOLAK! SI JONO BISA BESAR KEPALA KALAU KAMU IKUT!

"Dia ga akan mau. Udah yuk," ucap Sehun lalu berlari duluan dan Saejong pun hanya tersenyum singkat pada Irene dan menyusul Sehun.

Irene sempat melihat bagaimana tingkah keduanya. Bagaimana Sehun mengusap rambut Saejong dan tawa akrab mereka tercipta. Dan seketika mendengar Sehun bersikap cuek seperti tadi membuatnya merasa aneh. Biasanya pria itu selalu mengganggunya tanpa henti dan tanpa bosan, kan? Tapi pagi tadi, Sehun sangat dingin dan tak acuh.

"Apa kemarin gue udah keterlaluan yang nonjok dia?"

Ya jika Irene boleh memutar balik waktu, ada rasa penyesalan juga melihat mata Sehun memar keduanya.

###

Sehun tersenyum pada anak kecil di atas ranjang itu yang terlihat ketakutan saat Sehun datang dan bilang ingin menyuntikkan obat pada selang infusnya. Dia mati-matian menarik tangannya dan menangis karena takut.

"Billy ga mau, om dokter. Billy takut disuntik."

Sehun pun menarik napasnya dan duduk di sebelah Billy. "Sini deh om dokter bisikin sesuatu," ucap Sehun yang membuat Billy tertarik dan mulai mendekatkan tubuhnya pada Sehun. Setelah itu Sehun mulai membisikkan sesuatu. Entah apa itu, hanya ia yang tahu dan Billy. Di tengah ia sedang berbisik, ia menggerakkan tangannya pada suster untuk menyuntikkan obat pada selang infus. Dan Billy yang fokus pada cerita Sehun merasa tidak terganggu sama sekali sampai suster itu selesai.

"Wah, seru!" Billy tersenyum senang.

Sehun terkekeh lalu mengacak rambut Billy. "Lain kali om dokter ceritain lagi, ya."

Mama Billy tersenyum pada Sehun yang sudah berdiri dari tempatnya. "Makasih, dokter."

"Sama-sama, Bu. Kalau begitu, saya permisi."

Sehun pun keluar dari kamar itu namun terkejut ketika melihat Irene berada di depan pintu. Sepertinya ada yang mengintip kegiatannya bersama pasien.

Ngapain lagi nih harimau sumatra muncul? Ga puas nonjok gue kemarin?

Adu Rayu [HunRene] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang