15. Ini akhirnya, kan?

1.8K 239 126
                                    


Irene mengancingkan bajunya kembali setelah lima menit sebelumnya ia sudah berteriak mengenai sesuatu yang seharusnya bisa ia katakana lebih awal sebelum mereka melakukan perbuatan nikmat ini. Oke, Irene akui Sehun itu termasuk pria yang... bagaimana mengatakannya? Ia sulit diabaikan begitu saja. Semua pesona Sehun membuat Irene lupa mengapa ia begitu galak jika mengenai pria. Terutama penjahat kelamin seperti Sehun.

Namun kenapa ia bisa melempar tubuhnya ke dua kali pada seorang pria? Dan parahnya kali ini adalah Irene yang menggodanya duluan. Ini gila. Irene memang sudah tidak waras sepertinya.

Ditatapnya Sehun yang masih berada di atas Kasur. Cowok yang kelewat nikmat itu sedang memejamkan mata dan memandang ke langit-langit kamar.

"Aku... mau pulang." Irene bersuara pelan.

"Kenapa?"

"Hah?" Irene mengerutkan keningnya bingung.

"Sini dulu." Sehun berdiri, meraih celana pendeknya dan mengabaikan kaus-nya kemudian menarik tangan Irene duduk di atas sofa bersamanya. Pria itu butuh bicara dengan Irene.

Mata Irene melirik sebentar. Sialan, ngapain mata Sehun jelalatan ngeliatin dada-nya? Ya iya sih Irene tahu di sana banyak ikan cupang berenang, tapi kan ga usah diliatin sampai matanya mau keluar gitu.

Irene kan.... Irene kan takut khilaf lagi.

"Mau ngomong apa lagi?"

"Siapa yang pertama? Mantan kamu yang gila itu?"

Irene menggigit bibir bawahnya. Sejenak ia diam. Beberapa detik lamanya untuk menjawab. Lalu dengan ragu ia mengangguk. Dan helaan napas dari Sehun ia dengar. "Aku dipaksa."

"Dipaksa?"

Irene mengangguk. "Dia mabuk malam itu. Dan ---"

"Udah. Ga usah dilanjutin."

Irene menatap Sehun. Pria itu mengembuskan napas kasar. Seperti marah?

"Kamu marah? Kecewa sama aku?"

Sehun menoleh cepat ketika mendengar tuduhan itu. Ya, memang ia kecewa bukan ia yang membobol Irene pertama kali. Namun mau marah pun ia juga tidak berhak. Karena bagaimana pun juga, jika dipikirkan, Sehun juga tidak perjaka lagi, kan? Meski selama ia tidur dengan gadis-gadis di luar sana ia selalu main aman, namun okelah. Untuk yang satu ini, Sehun tidak ambil pusing. Lagian mereka satu sama.

Yang penting.... Yang penting adalah.... YANG NANEM BENIH PERTAMA KALI KAN?!

Sehun pun langsung tersenyum dan mengusap lembut wajah Irene. "Siapa bilang?"

"Ga marah?"

Sehun menggeleng dan tersenyum. "Ngapain marah, sih? Kan, udah dienakin sama kamu tadi." Senyuman pria itu makin membuka lebar. Mendengarnya Irene panas dingin seperti adem sa*ri. Sontak Irene menutup pipinya yang merah.

"Jangan becanda mulu. Masalah kayak gini kenapa malah kamu anggep becandaan?"

"Yang becanda siapa?" Sehun menaikkan kakinya di atas sofa. "Kamu nanya apa aku marah sama kamu. Ya aku jawab, enggak. Tahu alasannya? Karena bagi aku siapa yang duluan itu ga penting." Sehun mendekat dan mengecup bibir Irene dengan lembut dan tersenyum. "Yang penting buat aku sekarang adalah, yang bakalan bikin kamu ngedesah setiap saat."

Irene tidak bohong jika ia hampir tersenyum mendengarnya. Meski vulgar, namun entah kenapa ia lega mendengar Sehun tidak mempermasalahkan semua itu sama sekali. Irene mengusap wajah Sehun. "Makasih, Sehun. Maaf udah ga jujur. Aku ngelakuin semua itu biar kamu ga ninggalin aku."

Adu Rayu [HunRene] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang