Prolog

10.9K 345 2
                                    

Menjadi dewasa adalah mimpi semua orang ketika masih belia. Namun, yang tak mereka ketahui bahwa menjadi dewasa berarti menjadi seseorang yang sudah berani mengambil tanggung jawab untuk hidupnya sendiri. Saat kecil, mereka berharap untuk segera tumbuh menjadi dewasa, tapi begitu sudah mencapai titik tersebut, kebanyakan justru ingin kembali mengulang masa kanak-kanak yang menyenangkan dan tanpa beban.

Begitu pula yang dirasakan oleh Laras. Dewasa itu tak mengenakkan. Dewasa itu merepotkan. Dewasa itu penuh kerumitan dan berarti siap hidup layaknya drama yang ditayangkan sehari-hari di televisi.

Benar memang jika menjadi dewasa kita bisa menentukan pilihan untuk hidup kita sendiri. Jangan lupa dengan segala resiko yang mengikutinya. Jadi, siapkah kalian menjadi dewasa?

"Anjir, lah! Songong banget sih manusia satu ini?" Laras mengumpat pada ponsel yang menampilkan layar chatting-nya dengan seseorang. "Sok sibuk amat, Ngab!"

Kesal menunggu sejak tiga puluh menit yang lalu tanpa kabar, akhirnya Laras memutuskan untuk bangkit dari kursi yang menjadi tempatnya menunggu. Napasnya memburu karena sudah dibuat emosi.

Setelah mendapat taksi, Laras menyebutkan salah satu alamat kepada si supir taksi. Selama di dalam taksi itu, Laras sebisa mungkin meredakan bara emosi yang membakar habis dirinya. Berharap semoga ketika mobil ini sampai di tempat tujuan, kadar emosinya sudah bisa menurun.

Begitu mobil berhenti di depan gerbang sebuah rumah yang bergaya minimalis, Laras segera turun dari taksi dan melenggang masuk hingga berdiri di depan pintu utama. Ditekannya bel lalu beralih mengetuk pintu saat masih belum mendapatkan jawaban.

"Laras?"

"Kakak lo mana?" tanyanya sambil menerobos masuk melalui samping tubuh Ocha, sahabatnya.

"Kakak kayaknya lagi tidur di kamar."

"Tidur?" ulang Laras tak percaya.

Setelah anggukan kepala dari Ocha, tanpa menunggu atau meminta ijin, kakinya melangkah ke arah kamar tempat si iblis sedang tidur. Dibukanya pintu dengan gerakan kasar dan shit! Benar saja, lelaki itu dengan nyamannya bergelung di atas kasur dengan selimut berantakan yang melilit tubuhnya.

Beralaskan emosi yang semula sempat turun kadarnya, namun kini melonjak naik lagi, Laras menghampiri ranjang. Membuka kasar jaketnya lalu menghempaskan jaket tersebut ke wajah lelap lelaki itu.

Lelaki itu tergeragap dan secara cepat kelopak matanya terbuka. Matanya menyipit ke arah Laras yang sudah memicing tajam.

"Tidur nyenyak, Om?" sindir Laras. "Gue nungguin lama, dan ternyata yang ditunggu dengan pulasnya malah tidur. How do you feel?"

"Ck, ganggu."

"Bodo! Gue benci sama lo!"

"Oh, i love you more, Bocil."

"Faqyu, Nath!"

Laras mengacungkan jari tengahnya sebelum berlalu keluar kamar dan membanting keras pintu tak bersalah itu. Jika tadi kadar emosinya berada di angka sembilan dari sepuluh, sekarang rasanya sudah tak terhitung lagi berapa skala emosi yang sedang dirasakan Laras.

😈😈😈

Selamat datang di lapak Laras dan Nathan. Yg udah baca Love in Demo pasti udah kenal mereka berdua siapa, mwehehe😄😄😄yg belum kenalan, yuk, kenalan dulu. Cerita ini bisa dibaca terpisah kok,  jadi tanpa baca Love in Demo bisa langsung baca, tapi kalau mau baca Love in Demo dulu, ya gak apa-apa.

Bara-Ocha juga bakal sering muncul di sini. Lanjutan kisah mereka sebelum menuju dan setelah epilog akan sering tertuang di The Devil's Angel.

 Lanjutan kisah mereka sebelum menuju dan setelah epilog akan sering tertuang di The Devil's Angel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

First published, 20 Februari 2021

See ya, velable

The Devil's Angel [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang