TDA - Tiga Belas

2.5K 185 18
                                    

Happy reading :)

😈😈😈

Laras menghempaskan tubuh ke atas ranjang setelah melempar asal tas tangan dan melepas high heels-nya. Baru saja ia harus menemani Alex datang ke undangan salah satu temannya yang sedang berulang tahun. Seketika percakapan saat mereka sedang dalam perjalanan pulang kembali terlintas.

"Jadi, Nathan yang mantan kamu itu kakaknya Ocha? Teman kamu itu?"

Saat pertanyaan itu terlontar, Laras menoleh cepat. Sama sekali tak menyangka bahwa Alex masih mengingat siapa status Nathan dalam hidupnya. Setelah pertemuan mereka di rumah sakit, wajar jika Alex kini sadar siapa Nathan yang dia temui saat itu.

"Hubungan kalian benar-benar udah selesai, 'kan?" lanjut Alex saat Laras diam membisu.

"Lex, gak usah bahas hal itu lagi, bisa?"

"Gak bisa, Ras. Aku ngerasa kamu selalu menghindar setiap kali kita lagi ngomongin Nathan--"

"Ya buat apa juga ngomongin mantan? Mantan itu udah kayak sampah. Barang bekas yang bikin kotor masa lalu kita. Kalau bisa, aku juga nggak mau pernah kenal sama Nathan, tapi dia kakak sahabat aku. Kamu bisa ngerti posisiku, 'kan?"

Laras menghembuskan napas panjang. Saat ini ia perlu mencurahkan keluh kesahnya pada sang mami, tapi kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang berkunjung ke salah satu rumah saudara.

Ngomong-ngomong soal Nathan, tidak mungkin, 'kan, jika lelaki itu masih menunggunya di rumah sakit seperti yang lelaki itu katakan melalui chat? Gila saja. Sekarang sudah pukul sebelas malam dan hujan mulai turun dengan derasnya. Laras yakin kalau Nathan sudah meninggalkan rumah sakit begitu batang hidungnya tak kunjung terlihat.

Laras mendudukkan dirinya di tepi kasur, lalu setelahnya ia bangkit menyambar tas yang tadi dilempar secara asal dan mengambil ponsel di dalamnya.

Ada beberapa panggilan tak terjawab dari Nathan. Ya, tentu saja. Bagaimana mungkin Laras bisa tahu ada yang menelepon jika ponselnya dalam silent mode. Saat akan menghubungi Nathan, ponselnya mati. Sialan!

Laras bergegas turun dengan berlari. Suasana rumahnya sudah sangat sepi dan gelap. Mungkin para pekerja sudah mulai berisitirahat.

Laras mengambil kunci mobil dan berjalan dengan tergesa ke arah garasi. Langkah kakinya hampir terjungkal saat kilat dari petir begitu terang disusul dengan suara cetar yang memekakkan telinga. Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan saat hujan di luar sedang mengguyur bumi dengan derasnya? Mampukah ia mengendarai mobil di tengah lebatnya hujan?

Mencoba berpikir positif, Laras mulai mengeluarkan mobil dan menutup kembali pintu garasi. Laras memacu kendaraan beroda empat itu dengan hati-hati. Dalam hati berdoa supaya dirinya diberi keselamatan hingga tiba di tempat tujuan.

Beruntung kondisi jalanan tidak macet sehingga Laras bisa tiba di rumah sakit dengan cepat. Setelah mematikan mesin mobil, Laras turun dan berlari agar tubuhnya tidak basah kuyup. Namun, di tengah langkahnya yang akan menuju lobi rumah sakit, Laras melihat mobil orang yang dicarinya terparkir rapi di antara mobil-mobil lainnya.

Tubuh Laras sudah basah kuyup diterpa hujan. Tangannya sudah tidak lagi bernaung di atas kepala. Laras berjalan pelan ke arah mobil itu. Begitu tiba di sisi jendela tempat kemudi, Laras mengetuk kaca itu sebanyak tiga kali.

Perlahan kaca itu diturunkan dan terpampanglah wajah iblis kesayangannya. Tanpa sadar, Laras menjatuhkan air matanya. Hujan membuat air matanya tak terlihat, jadi Laras juga bisa dengan puas membiarkan air matanya jatuh tak terbendung.

The Devil's Angel [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang