Extra Part

3.7K 139 9
                                    

Happy reading :)

😈😈😈

Suara tangisan bayi mengusik tidur Laras. Diraihnya bantal untuk menutup kepala. Sial! Padahal dirinya baru tidur beberapa jam yang lalu, tapi kenapa suara tangisan itu begitu kencang?

"Laras?" Suara ketukan di pintu kamarnya terdengar. Laras semakin mengerang kesal karena terganggu. "Laras? Nak, kamu udah tidur?"

Pertanyaan bodoh macam apa itu? Jelas saja di tengah malam, oh bahkan hampir menjelang pagi ini, ia sudah tidur!

"Sayang, bangun dulu, boleh?"

Laras sudah hampir terlelap kembali kalau saja maminya tidak kembali berisik dengan mengetuk pintu kamarnya. Ah, sial! Mau tidur saja rasanya susah sekali.

"Kenapa, sih, Mi?!" Laras membuka pintu kamarnya dengan kasar.

"Dirta nangis terus dari tadi. Udah coba Mami kasih susu formula, tapi tetap gak mau diam. Mami jadi gak tega dia nangis terus kayak gini."

"Urusannya sama Laras apa?"

"Laras, dia anak kamu!"

"Aku gak pernah merasa melahirkan seorang anak."

Maminya terperangah. Tampak syok dengan kalimat kasar anaknya. "Kamu tega gak ngakuin anak ini, Ras?!" tanya sang mami berang. "Dirta anak kalian! Anak kamu sama Nathan. Kamu lupa?"

"Mana mungkin aku lupa. Justru setiap ngeliat dia aku hancur lagi, Mi. Aku ... aku gak bisa nerima semua ini."

"Ya Tuhan, Laras .... Mau sampai kapan kamu begini? Kamu gak kasihan lihat anak kamu gak pernah dapat ASI kamu? Kamu gak sedih lihat dia berjuang sendirian? Saat kamu lagi terpuruk karena kehilangan Nathan, anak kamu berjuang untuk bisa hidup di ruang inkubator dengan selang-selang itu. Anak sekecil itu harus dipasangi alat medis itu demi bisa bertahan, Ras. Dia peninggalan Nathan yang harus kamu jaga dan rawat dengan penuh cinta. Seperti kamu mencintai ayahnya."

Laras menggigit bibirnya. "Mami tahu, dia yang udah buat aku kehilangan Abang. Demi dia, Abang harus ... harus pergi. Dia ninggalin aku sendirian di sini, Mi. Dengan sosok mungil hasil jiplakan wajahnya, gimana bisa aku kuat setiap ngeliat dia? Aku sakit, Mi! Hari kelahirannya adalah hari di mana ayahnya pergi untuk selama-lamanya."

"Sebentar aja, ya, Nak. Gendong dia sebentar aja ...."

"Nggak, Mi! Laras ngantuk, Laras mau tidur."

Pintu itu tertutup kembali. Seiring dengan tangisan keras seorang bayi mungil dalam dekapan sang nenek.

"Laras masih nggak mau?" tanya suaminya.

"Aku harus gimana, Mas, biar Laras mau menyentuh anaknya sendiri?"

"Beri dia waktu."

"Tapi aku gak tega sama Dirta. Kasihan dia, sejak lahir gak pernah digendong sama ibunya."

Papi Laras mengelus surai milik istrinya. Memberi kekuatan melalui gerakan tersebut. "Kamu masih punya Kakek sama Nenek, ya, Jagoan!" ujarnya ke arah sosok cucunya. "Dia bisa kuat kalau kita selalu ada di sampingnya. Laras masih terlalu syok, Sayang. Dia belum siap untuk kehilangan Nathan. Dia butuh waktu. Beri dia waktu, okay?"

Istrinya mengangguk sambil menggoyang-goyangkan lengannya. Mungkin karena lelah menangis, bayi mungil ini jadi tertidur. Astaga, betapa malangnya nasib anak ini. Dilahirkan di tengah badai yang menerjang kedua orang tuanya. Pun tidak dianggap oleh ibu kandungnya sendiri.

😈😈😈

"Jangan nangis terus."

Sementara air mata itu kian menderas. Meski dengan keadaan terpejam, nyatanya tak menyurutkan sedikit pun linangan air mata di pipi putihnya.

The Devil's Angel [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang