TDA - Dua Belas

2.5K 178 8
                                    

Happy reading :)

😈😈😈

Wajah lelap Nathan menjadi pemandangan pertama yang dilihat Laras begitu membuka mata. Setelah semalam listrik padam, mereka berdua tertidur di satu ranjang yang sama.

Laras memiringkan tubuh, memperhatikan Nathan yang masih damai dalam tidurnya. Lelaki itu tidur dengan cara tengkurap dan kepala menoleh ke arahnya, membuat Laras bisa memandang puas wajah Nathan. Tangan Laras sudah akan terangkat untuk membelai rambut Nathan, tapi cepat-cepat ia tarik tangan itu lalu memutuskan untuk bangkit.

Laras menyambar ponselnya yang masih dalam posisi mengisi daya. Begitu benda itu menyala, ada beberapa pesan dan panggilan tak terjawab yang masuk. Salah satunya adalah dari Alex. Tanpa membuang waktu, Laras menghubungi balik lelaki itu.

"Ha--"

"Laras?! Kenapa semalaman aku telepon nggak bisa?" tuntut Alex sebelum Laras menyelesaikan sapaannya.

"Hapeku mati."

"Kamu di mana?"

Laras duduk di kursi meja makan. Tangan kanannya menarik teko mendekat sambil membalik gelas dan menuangkan air ke dalamnya.

"Aku nginep di rumah teman. Semalam nggak sengaja ketemu di bioskop."

"Share loc, ya? Aku jemput."

"Hm."

Setelah sambungan telah terputus, Laras segera mengirim lokasi saat ini ke Alex. Desahan napas terdengar saat Laras menghembus napas panjang. Diliriknya jam dinding yang menggantung di atas kulkas. Pukul 7.00. Masih ada waktu sebelum Alex tiba, jadi Laras memilih untuk mencari sesuatu untuk bisa dimakan.

Ketika hendak bangkit, Laras hampir saja terjungkal saat mendapati Nathan berdiri di ambang pintu dengan tangan bersidekap. Rambutnya masih awut-awutan dan muka bantalnya masih terlihat jelas.

"Ck, ck, ck," decaknya. "Gue berasa jadi selingkuhan lo."

Laras mengabaikan ocehan Nathan.  Ia membuka kulkas dan mengambil bungkusan roti tawar.

"Astaga!" seru Laras. "Ngapain berdiri di situ?"

Nathan maju, makin menyudutkan Laras hingga menempel pada kulkas. Tangannya masih setia menyilang di depan dada dan matanya menyorot intens ke arah Laras.

"Abang, ngapain sih?"

Laras semakin ketar-ketir. Bola matanya bergerak liar dengan was-was, terlebih saat Nathan semakin mencondongkan tubuhnya dan membungkuk di depannya. Otomatis jarak keduanya semakin tipis. Bahkan Laras bisa merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung Nathan.

"Abang ... "

"Hm."

"Minggir."

Seringai khas milik seorang Nathan tercetak begitu saja. Tangan lelaki itu menjulur ke belakang melewati tubuh Laras sebelum badannya kembali berdiri tegak. Masih dengan seringainya, Nathan mengangkat tangannya ke depan wajah Laras seolah memperjelas bahwa barusan ia berniat mengambil sebotol air dingin, bukan melakukan apa pun yang ada di dalam kepala gadis itu.

"Sial!" rutuk Laras dalam hati. Dengan hati yang dongkol, Laras menginjak kaki Nathan penuh dengan perasaan.

"Bocil!"

"Rasain!"

Laras menghempaskan bokongnya pada kursi lalu memulai ritual sarapan paginya. Gadis itu bersikap layaknya rumah itu adalah rumahnya sendiri.

The Devil's Angel [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang