TDA - Dua Puluh Tujuh

1.7K 150 5
                                    

Happy reading :)

😈😈😈

Lenguhan kecil terdengar dari bibir Laras. Rasanya berat sekali hanya untuk membuka mata saja. Matanya terasa perih dan bengkak. Juga tubuhnya yang terasa sangat lemas.

Susah payah, Laras mencoba duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Matanya mengedar ke sekeliling ruangan yang tampak sunyi. Saat ingatannya berangsur kembali, senyum kecut terbit di bibirnya.

Hebat. Semuanya bukan mimpi melainkan kenyataan. Kenapa badai besar sudah menerjang pernikahannya yang belum berlangsung lama? Apakah memang seperti ini cobaan dalam sebuah rumah tangga? Namun, rasanya ini terlalu berat untuk usia pernikahannya yang masih seumur jagung.

Istri mana yang tidak sakit hati saat suaminya malah peduli dengan wanita lain? Lebih-lebih kini Nathan melakukan KDRT. Bukan hanya batinnya saja yang disiksa, tapi fisiknya pun juga turut merasakan sakit akan perlakuan Nathan.

Laras menghembuskan napas berat. Ia turunkan kakinya menginjak lantai. Sempat semuanya terasa berputar sehingga Laras harus menyesuaikan diri terlebih dahulu. Baru setelah merasa kembali normal, ia berjalan ke arah lemari. Koper yang berada di bagian paling bawah ditarik dan dikeluarkan. Berikutnya, Laras mulai mengambil semua baju miliknya yang ada di dalam lemari dan memindahkan masuk ke dalam koper.

Pipinya terasa basah. Sialan! Ia menangis lagi.

Laras mempercepat geraknya sebelum Nathan masuk ke dalam kamar ini. Tidak sudi ia berhadapan dengan iblis biadab itu.

Setelah selesai, Laras menggeret koper tadi dan beranjak keluar kamar. Tertatih-tatih ia menuruni satu per satu anak tangga. Badannya seperti tidak mempunyai tenaga, tetapi Laras mencoba untuk menguatkan diri.

Tangga yang terasa menyiksa itu akhirnya berhasil ia turuni. Laras bergerak cepat menuju ke depan, tapi siapa yang menyangka bahwa di ambang pintu ruang tengah telah bersedekap sosok iblis yang kini menatapnya tanpa ekspresi. Tangannya yang memegang koper gemetaran. Kakinya lemas seolah untuk menopang tubuhnya saja Laras tidak sanggup lagi.

"Kabur, heh?"

Laras pejamkan matanya. Menetralisir gemuruh yang kembali menyesakkan dada.

"Ceraikan aku secepatnya."

Ujaran itu membuat wajah Nathan yang semula tanpa ekspresi kini berkilat marah. Penuh intimidasi, Nathan maju langkah demi langkah memupus jarak antara dirinya dan Laras.

"Bilang apa kamu barusan?!"

"Ceraikan-aku-secepatnya," ulang Laras penuh penekanan. Ia mencoba tak gentar dengan aura intimidasi Nathan, meski kenyataanya ia merasa semakin tersudut.

"Dengar ini baik-baik, Laras Mirandari." Nathan meraup rahang Laras lalu ia cengkeram kuat. "Sampai mati pun, jangan harap aku akan menceraikanmu. Satu hal lagi. Selangkah saja kamu berniat hengkang dari rumah ini, jangan kaget kalau sesuatu hal yang buruk terjadi sama kedua orang tuamu."

Kedua bola mata Laras melebar. Butiran-butiran kristal mulai terbentuk di sana.

"Kenapa?" tanya Laras sendu. "Kenapa kamu ngelakuin ini sama aku? Aku punya salah apa, Abang?"

Nathan memalingkan muka. Ia hempas kuat tangan yang semula mencengkeram rahang Laras. Detak jantungnya berirama seperti genderang perang. Terlebih saat melirik dari ekor mata dan mendapati wajah Laras sudah bersimbah air mata.

"Bunuh aku aja. Jangan sakiti Papi sama Mami," isak Laras. Tangannya menekan kuat dadanya yang begitu sesak. Bernapas saja rasanya sudah sulit sekali. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam sana.

The Devil's Angel [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang