TDA - Sebelas

2.5K 192 9
                                    

Happy reading :)

😈😈😈

Laras memperhatikan Nathan dari samping yang tengah fokus menyetir. Sepulanganya mereka dari bioskop, belum ada yang angkat suara. Laras terlalu sulit menelaah apa yang sebenarnya Nathan inginkan. Sikapnya benar-benar membingungkan.

Dering suara ponsel memecah sunyi di dalam mobil. Laras mengambil ponselnya dan menerima panggilan yang baru saja masuk tersebut.

"Halo, Lex?"

"Hei. Kamu udah pulang?" tanya Alex dari seberang telepon.

"Ini lagi di jalan. Gimana operasinya? Lancar?"

"Lancar dong. Kabarin ya kalau udah sampai rumah?"

"Hm. Good night."

"Nite, Sayang."

Setelah panggilan terputus, Laras kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas. Tatapannya beradu ketika mengangkat kepala.

"Apa?" tanyanya.

Seperti biasa, tak ada jawaban. Nathan kembali mengalihkan kepalanya untuk fokus pada jalanan di depan. Sekilas Laras menangkap tatapan kecewa di sorot mata lelaki itu. Minimnya cahaya membuat Laras tidak yakin dan hanya mengedikkan bahunya acuh.

Jalanan masih sedikit macet, padahal sudah hampir jam sepuluh malam. Mobil-mobil berjejer mengantri untuk mengambil celah supaya bisa terlepas dari arus kemacetan malam itu.

"Ya?"

Laras menoleh. Nathan sedang memasang earphone di telinganya dengan tangan kiri. Sepertinya telepon penting.

"Tunggu dua puluh menit lagi."

Setelah selesai, Nathan mencabut kasar earphone tadi dan melemparkan benda itu secara kasar ke atas dashboard hingga terbelah menjadi dua bagian. Ekspresinya juga berubah drastis. Laras bisa melihat jelas rahang Nathan mengetat dengan suara geraman lirih yang coba ditahan.

Laras ingin bertanya apa yang sedang terjadi, tapi nyalinya ciut saat mendapati telapak tangan Nathan mencengkeram kuat setir mobil sampai menunjukkan urat-urat di punggung tangannya.

Bunyi klakson menggema saat mobil di depan tidak bergerak sama sekali. Nathan mengacak rambutnya semakin kesal. Begitu ada celah yang bisa digunakan untuk menyalip, tanpa membuang waktu Nathan menancap gas dan melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Tak ia pedulikan Laras yang mencengkeram kuat sabuk pengaman. Saat ini waktu sedang memburunya.

Begitu tiba di depan gerbang rumah Laras, Nathan melepas sabuk pengaman dan memiringkan tubuh menghadap gadis di sebelahnya. Mata gadis itu masih terpejam dengan tangan mencengkeram kuat sabuk pengaman di depan tubuhnya.

"Cil," panggil Nathan. Laras membuka matanya dan menoleh pada Nathan. Usapan lembut terasa di pipinya, menyalurkan rasa nyaman dan mampu menenangkan gemuruh di dadanya.

"Gue harus pergi sekarang."

"Ke mana?" tanya Laras. Suaranya lirih, tapi masih bisa ditangkap oleh indra pendengaran Nathan.

"Ke mana, Nath?" ulang Laras karena Nathan tidak memberikan jawaban. "Please ... jawab pertanyaan gue."

Jakun Nathan bergerak naik turun. Matanya tak lepas dari manik mata milik Laras. Saling mengunci, memaku, sampai pada akhirnya Nathan membuka cepat pintu mobil dan melesat pergi. Bahkan lelaki itu tidak ambil pusing dengan mobilnya yang ditinggalkan begitu saja.

Tanpa berpikir lebih lama, Laras melompat ke kursi kemudi, memutar kontak, dan melaju mengikuti jejak Nathan. Tadi ada sebuah motor yang berhenti dan membonceng lelaki itu sebelum hilang di balik tikungan.

The Devil's Angel [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang