TDA - Empat Puluh Dua

1.5K 160 20
                                    

Happy reading :)

😈😈😈

Rasa lelah akan penyelidikan untuk membongkar kasus korupsi yang menjadikan Papi Laras sebagai tersangka membuat Nathan hampir tumbang. Hampir setiap malam kesulitan untuk tidur. Belum lagi jam makannya yang sangat tidak teratur. Bahkan terkadang Nathan melewatkan sarapan atau makan siang dan malam karena terlalu banyak yang harus ditangani.

Saat ini, meski rasanya letih luar biasa, Nathan tetap mengendarai mobilnya untuk menemui Laras. Semoga saja ada kemajuan untuk hubungan mereka agar segera membaik. Nathan benar-benar sudah tidak tahu lagi harus bagaimana membuat Laras supaya merubah keputusannya agar tidak jadi bercerai.

Setelah menerobos derasnya hujan di sore hari itu, akhirnya Nathan bisa tiba dengan selamat karena beberapa kali matanya sempat terpejam saat mengemudikan mobil. Bertemu dan melihat wajah Laras akan menjadi obat tersendiri untuk Nathan.

Dari balik kaca mobil, Nathan bisa melihat Laras duduk di kursi teras memandangi rintik air yang turun tiada henti. Bermodalkan sebuah jaket, Nathan melindungi kepalanya dari guyuran air hujan dan berlari menerjang hujaman air yang turun ke bumi.

Sementara itu, Laras yang semula tenang menikmati indahnya hujan di sore hari terkejut saat melihat Nathan yang kembali datang. Dengan segera Laras berdiri dari kursi dan menutup pintu.

"Laras, ijinin aku ngobrol sama kamu."

"Aku gak sudi bicara sama kamu!" desis Laras sambil mendorong pintu yang ditahan Nathan.

"Please, sebentar aja."

"Enggak! Kamu tuli, ya?!"

"Ras, aku gak mau nyakitin kamu. Tolong, buka pintunya."

"Pergi!"

Melihat Laras yang tak gentar membuat Nathan mengalah supaya Laras tidak tersakiti karena mendorong pintu itu hanya karena supaya Nathan tidak bisa masuk. Sebegitu tidak sudinya Laras melihat Nathan sampai-sampai mengabaikan keselamatan bayi di dalam perutnya yang bisa saja ketekan sebab tubuhnya yang digunakan untuk mendorong pintu.

"Aku kangen sama kalian," ucap Nathan di balik pintu yang sudah tertutup rapat. "Jagoan Ayah baik-baik aja, 'kan?"

Dari balik pintu yang sama, Laras mendesis jengkel mendengar penuturan Nathan.

"Ras, maafin aku. Tapi bukan aku yang buat Papi ditahan. Papi dijebak, Ras. Please, kasih aku kesempatan buat jelasin semuanya."

"Udah, Nath, udah. Kamu jelasin semuanya pun percuma. Keputusanku untuk pisah tetap gak berubah."

"Aku harus apa biar kalian kembali? Bilang, Sayang ...."

Hati Laras rasanya seperti diremas mendengar suara Nathan yang bergetar. Entah efek karena kedinginan atau karena hal lain.

"Kamu cukup pergi. Aku gak mau lihat kamu lagi."

"Kamu mau aku pergi?"

"Ya."

"Gak bisakah kita tetap sama-sama? Aku butuh kalian."

"Pergi!"

"Baik." Nathan mengiyakan permintaan Laras meski rasanya seperti jantungnya dibelah paksa. "Kalau memang itu bisa buat kamu senang. Dari awal aku cuma bisa buat kamu sedih terus. Aku belum bisa jadi sosok di balik alasan senyum kamu bisa muncul."

"Jagain jagoan kecil kita baik-baik, ya? Kamu cukup kasih tahu kalau Nathan itu nama ayahnya. Kamu gak perlu kasih aku ketemu sama dia karena pasti aku gak sanggup pergi kalau udah ngeliat kalian lagi," lanjutnya.

The Devil's Angel [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang