Chapter 6

10.4K 408 1
                                    

Seiring berjalannya waktu, Mira dan Theo semakin akrab satu sama lain. Bahkan sering makan siang dan pulang bersama setelah pekerjaan kantor selesai dikerjakan. Marco, adiknya Mira juga tahu kedekatan mereka. Bahkan Theo pernah membelikan sebuah gelang yang sangat mahal untuk Mira. Padahal gelang itu sebenarnya gelang yang seharusnya dia diberikan kepada tunangannya, tapi tunangannya menolak karena tidak bagus dan semacamnya. Semakin hari cinta Mira terhadap Theo kian membesar walaupun Theo masih belum tahu perasaannya. Begitu juga dengan Theo, tetapi dia sadar bahwa dirinya sudah bertunangan. Mana mungkin dia mencintai dua wanita sekaligus. Bukannya itu egois?

Theo berusaha memikirkan pilihan mana yang terbaik untuknya. Apakah memilih Mira yang selalu ada disampingnya walaupun hanya sebatas karyawan atau memilih Christina tunangannya sendiri yang sekarang sudah jarang mengajak ketemuan tapi tetap memberi pesan singkat kepadanya? Jujur dia merasa bimbang. Di ruangannya, dia mengutarakan masalah itu kepada asisten kepercayaannya.

"Tuan, lebih baik tuan memilih Mira dibandingkan tunangan tuan. Karena menurut saya, tunangan tuan itu tidak baik, " kata Noah.

"Apa maksudmu Christina tidak baik?! Kamu jangan asal bicara?! " kata Theo marah.

"Saya tidak asal bicara, Tuan. Selama ini saya selalu mengikuti Nona Christina setiap dia pergi. Terakhir saya dapat informasinya dia berada di club malam bersama pria lain, " kata Noah.

Bukannya tambah ringan malah tambah semakin berat dan bimbang. Theo tidak percaya jika tunangannya akan melakukan hal seperti itu.

"Jika tuan tidak percaya, tidak apa apa. Saya cuma memperingatkan anda. Kalau begitu saya permisi dulu, " sambung Noah.

Noah keluar dari ruangan Theo dan meninggalkannya sendirian. Theo kembali duduk di kursi kerjanya sambil memijat pelipisnya.

"Apa benar Christina melakukan hal itu? Tidak tidak. Jangan berpikir negatif Theo. Bisa aja kan dia kesana hanya untuk menemui temannya, " kata Theo.

Disisi lain, Mira dan Catherine sedang berbincang bincang karena pekerjaannya sudah selesai.

"Wah aku tidak percaya kamu bisa dekat sama Pak Theo, " kata Catherine.

"Aku juga tidak percaya. Seperti mimpi saja. Dan juga aku semakin berharap dia menjadi kekasihku, " kata Mira.

"Jangan senang dulu. Aku dapat rumor jika Pak Theo sudah bertunangan dengan kekasihnya 1 tahun yang lalu. Tapi sampai sekarang tidak ada yang siapa tunangannya itu, " kata Catherine.

"Tunangan? Apa kamu serius? " tanya Mira.

"Aku juga tidak tahu. Jika memang iya, pasti tunangannya hampir setiap hari kesini untuk menemui Pak Theo, " jawab Catherine.

"Aku tidak akan percaya pada hal itu. Aku akan tetap mengejarnya, " kata Mira.

"Lebih baik kamu menyerah daripada nanti kamu menyesal, " kata Catherine.

"Tidak akan. Aku tidak akan menyerah, " kata Mira.

Catherine hanya menghela napas melihat keberanian Mira. Tapi dia tahu kapan Mira akan sakit hati. Saat jam makan siang, seperti biasa Theo mengajak Mira makan siang bersama di kantin. Mira ingin sekali menyatakan perasaannya kepada Theo. Saat mereka sedang makan, dia mulai berbicara kepada Theo.

"Pak, ada suatu hal yang ingin saya sampaikan, " kata Mira.

"Apa itu? " tanya Theo sambil menyuapkan makanannya ke mulutnya.

Mira mengambil napas dalam dalam lalu mengeluarkannya.

"Saya menyukai bapak, " jawab Mira dengan penuh keberanian.

Sontak Theo tersedak lalu meminum air dengan cepat. Dia masih tidak menyangka jika karyawan yang selama ini bersamanya diam diam menyukai dirinya. Alhasil dia kembali bimbang.

"Sejak kapan kamu menyukai saya? " tanya Theo.

"Sudah lama saya menyukai anda. Hanya saja waktu itu tidak memiliki keberanian untuk menyatakannya, " jawab Mira.

"Maaf Mira. Saya tidak bisa, " kata Theo menatap Mira.

Seketika hati Mira hancur mendengar perkataan bosnya itu. Sekarang dia sadar siapa dia dan bosnya itu. Mereka berbeda bahkan mustahil bisa bersatu. Pikir Mira.

"Jadi, bapak menolak saya ya? " tanya Mira sendu.

"Bukan seperti itu. Maksud saya...., "

"Tidak apa apa pak. Saya yang salah. Seharusnya saya tidak memiliki perasaan terhadap bapak. Kalau begitu saya pergi dulu, " kata Mira beranjak pergi.

Theo menatap Mira yang sudah pergi meninggalkannya. Dia merasa bersalah telah berkata seperti itu.

"Apa aku salah? Sebenarnya aku juga menyukaimu. Hanya saja aku sudah bertunangan dan mencintai tunanganku itu, " batin Theo bimbang.

Mira pergi menuju dan duduk di meja kerjanya. Dia masih tidak percaya cintanya bertepuk sebelah tangan. Tak lama, Catherine menghampirinya.

"Hai Mira, bagaimana makan siangmu dengan bos tercintamu? " tanya Catherine.

"Jangan sebutkan kata itu lagi. Dia tidak pantas mendapatkannya, " jawab Mira sedih.

"Kamu kenapa Mir? Apa ada masalah dengan Pak Theo? " tanya Catherine penasaran.

Mira menatapnya lalu memeluknya. Catherine terkejut dan mendengar suara tangisan kecil.

"Hei kamu kenapa? Jangan bikin aku khawatir, " tanya Catherine tambah khawatir.

"Pak Theo menolakku. Mungkin aku memang tidak pantas untuknya, " jawab Mira sedih.

"Maksudmu, kamu menyatakan perasaanmu kepada Pak Theo tapi dia menolakmu,  " kata Catherine.

"Iya Cat. Sekarang aku sadar. Aku memang tidak pantas untuknya. Aku orang miskin, sedangkan dia orang kaya dan penuh kekuasaan, " kata Mira sambil melepaskan pelukannya.

"Hei jangan berkata seperti itu. Pak Theo tidak memandang derajat orang. Baginya, semua orang derajatnya sama, " kata Catherine.

"Dia kan tidak ada jauh bedanya dengan kerabatku. Aku sudah menyerah. Lebih baik aku fokus dengan pekerjaanku dan sekolah adikku, " kata Mira kembali mengerjakan pekerjaannya.

"Mira...., "

Catherine tidak percaya jika sahabatnya itu akan se down ini. Dia berharap sifatnya terhadap bosnya tidak berubah. Tapi itu sudah terlambat. Semenjak kejadian itu, Mira tidak makan siang bersama maupun pulang bersama dengan Theo lagi. Bahkan sifatnya yang awalnya periang berubah menjadi dingin dan cuek terhadapnya. Setiap kali bertemu, Mira tidak menyapanya. Jangan menyapa, untuk melihatnya saja enggan.

Di kontrakan Mira, dia sedang bersiap siap pergi ke kantor. Marco melihat kelakuan kakaknya akhir akhir ini sikapnya berubah tidak seperti biasanya. Bahkan dia melihat gelang yang dikenakan kakaknya selama ini dilepaskannya lalu menyimpannya di lemarinya.

"Kakak, kenapa kakak melepaskan gelang itu? " tanya Marco.

"Oh, gelang ini? Kakak hanya simpan saja takut gelangnya hilang, " jawab Mira.

"Kakak tidak sembunyikan sesuatu dari aku kan? " tanya Marco mulai mengintrogasi kakaknya.

"Tidak ada. Ya sudah kamu berangkat ke sekolah sana. Nanti terlambat, " jawab Mira.

"Baik kak. Aku berangkat dulu, " kata Marco.

Setelah Marco pergi, dirinya kembali menangis. Dia masih mengingat kejadian waktu itu.

"Apa karena aku wanita miskin makanya tidak ada yang menerimaku? Semua orang kaya selalu begitu. Selalu melihat latar belakangnya, " kata Mira sambil menghapus air matanya.

Dia pun pergi ke kantor. Sesampai disana, dia bertemu Theo yang baru saja keluar dari mobilnya. Dia tidak menghiraukannya dan tetap berjalan masuk kedalam. Theo yang melihat sifat Mira hanya menghela napas dan merasa bersalah.

"Apa aku salah jika aku menolaknya? Apa aku salah bertindak? Aku hanya tidak ingin egois saja, " gumam Theo.

Dia pun masuk ke dalam perusahaannya dan mengerjakan dokumen yang perlu diselesaikan.
-
-
-
-
-
-
-
TBC

Mantan CEOku adalah Cinta PertamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang