Chapter 23

7.3K 263 2
                                    

Hampir 1 bulan Theo masih dalam keadaan koma. Namun, ada seseorang yang merawatnya dan selalu di sampingnya. Siapa lagi jika bukan Mira yang melakukan hal tersebut. Dia selalu mengajak bicara kekasihnya walaupun dirinya tahu bahwa tidak akan direspon. Tapi, dia percaya jika kekasihnya pasti mendengar apa yang dia bicarakan. Bahkan dirinya juga sempat menginap di rumah sakit hanya untuk menjaga kekasihnya. Hari ini dia sedang mengelap tubuh kekasihnya dengan kain basah.

"Mas, kapan kamu sadar? Bukannya mas senang jika aku memanggil mas dengan sebutan ini? Apa alam mimpi sana lebih indah daripada kehidupan nyata? " tanya Mira sambil mendudukkan dirinya di kursi tepat di samping ranjang kekasihnya.

Tak lama, pintu ruang rawat terbuka dan masuklah sepasang orang tua dan anak kecil dengan membawa sebuah rantangan.

"Bunda, ini ada makanan dari nenek untuk bunda, " kata Marcell memberikan rantangannya kepada sang ibu.

"Oh terima kasih nak, " kata Mira tersenyum dan mengambil rantangan tersebut.

"Bagaimana kondisi Theo? Apa ada perkembangan? " tanya Trini.

Mira hanya menggelengkan kepalanya. Tentu Trini mengerti maksud calon menantunya. Sedangkan Troy hanya duduk di sofa sambil menemani Marcell yang sedang bermain dengan mainannya. Dia memperhatikan wajahnya dan gerak gerik cucunya. Walaupun sudah sering melihat cucunya tersebut, namun dirinya belum terlalu dekat dengan cucunya.

"Kakek, kakek mau main? " tanya Marcell sambil menunjukkan mobil mainannya kepada sang kakek.

Tentu hati Troy merasa tersentuh mendengar cucunya pertama kali memanggil dirinya dengan sebutan kakek. Tanpa dia sadari ada tetesan butiran air mata keluar dari matanya.

"Kakek, kakek menangis ya? " tanya Marcell.

"Oh tidak kok. Kakek hanya kelilipan, " jawab Troy menghapus air matanya.

"Kakek sama aja seperti bunda. Selalu bilang kelilipan, " kata Marcell cemberut.

"Apa maksud Marcell? " tanya Troy bingung.

"Bunda selalu menangis setiap kali ada masalah. Lalu, bunda selalu bilang dianya baik-baik aja padahal tidak seperti itu, " jawab Marcell.

Troy sedikit tersentak mendengar jawaban cucunya. Dia sempat melirik Mira yang sedang duduk di samping ranjang anaknya.

"Tapi, bunda adalah bunda yang paling hebat, " sambung Marcell.

"Bunda paling hebat? Apa kehebatannya? " tanya Troy.

"Bunda sangatlah hebat. Dia rela berjualan kue demi memenuhi kebutuhan aku sama Paman Marco yang waktu itu dia sedang kuliah, " jawab Marcell.

"Lalu, apa yang kamu alami bersama bundamu selama ini? " tanya Troy.

"Aku sama bunda sama Paman Marco baik-baik saja kok. Hanya saja... Aku tidak punya teman. Aku selalu dijauhi karna aku tidak punya ayah. Dan juga aku tidak tahu apa itu anak haram. Kata-kata itu sering diucapkan oleh tante-tante di lingkungan rumah, " jawab Marcell.

Troy kembali meneteskan air matanya mendengar jawaban cucunya. Dia langsung memeluknya dengan erat. Marcell yang tidak tahu kenapa kakeknya menangis dia ikut memeluk sang kakek.

"Ya Tuhan aku merasa bersalah karena terlalu memaksa putraku untuk menuruti permintaanku yang hasilnya cucuku yang kena imbasannya. Awal pemicu masalahnya adalah diriku. Andai saja aku tidak egois, pasti kejadian ini tidak akan pernah terjadi, " batin Troy.

Trini yang berdiri disamping Mira hanya tersenyum melihat suaminya sudah mulai dekat dengan cucunya. Dia harap kedekatan ini tetap bertahan.

"Mira, kamu makan dulu. Marco bilang kamu ada maag jadi kamu tidak boleh telat makan, " kata Trini.

Mantan CEOku adalah Cinta PertamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang