Chapter 38

3.8K 126 2
                                    

Di mobil, Theo masih menatap foto USG tersebut. Mira yang melihat kelakuan sang suami mulai kesal dan jengkel.

"Mas, bisa tidak tatap aku? Mas ini asik tatap foto itu terus, " kata Mira kesal.

"Iya mas tahu. Mas simpan foto ini di album foto ya. Sudah jangan kesal lagi," kata Theo.

Mira masih kesal dan tidak merespon omongan sang suami. Theo memutar otak bagaimana caranya agar sang istri bisa kembali good mood. Terlintas satu tempat dipikiran Theo. Dirinya langsung jalankan mobilnya ke tempat tersebut. Dirinya sempat lirik sang istri yang sedang membaca buku yang selalu dia bawa jika bosan atau bad mood. Sesampai di tempat tersebut, Theo mengajak Mira turun dari mobil dan melihat ke tempat tersebut. Mira terpukau dengan tempat tersebut saat dirinya turun dari mobil. Sebuah pantai dengan pasir putih dan laut ombak yang tampak biru dengan beberapa pondok dan penjual makanan disana.

"Wah pantainya indah sekali. Berbeda dengan pantai saat kita menikah, " kata Mira senang.

"Pantai ini merupakan tempat pertama kali papa dan mama bertemu. Mas pernah kesini saat berumur 5 tahun, " kata Theo.

"Mas, ayo kesana. Aku pengen lihat lebih jelas disana, " kata Mira.

"Baiklah, " kata Theo.

Mereka menuju pondok yang tersedia. Mira duduk disana sambil memandang pemandangan laut yang begitu luas. Rasa badmoodnya seketika hilang. Theo datang dengan dua gelas air kelapa.

"Sayang, ini untuk kamu, " kata Theo memberikan salah satu gelas tersebut kepada sang istri.

"Terima kasih mas, " kata Mira lalu meminumnya.

Theo hanya tersenyum melihat sang istri senang. Dirinya akui suasana pantai sang indah padahal masih pagi dan sepi pengunjung. Biasanya akan ramai menjelang sore hari.

"Mas, " panggil Mira.

"Iya kenapa sayang?" tanya Theo menatap sang istri.

"Jika misalnya saat bersalin nanti dan dokter menyuruh kamu pilih antara aku atau anak kita, kamu pilih anak kita ya, " jawab Mira.

"Hei kenapa kamu bilang seperti itu. Mas yakin kalian berdua selamat dalam proses persalinan tersebut. Mas mohon jangan berkata seperti itu lagi, " kata Theo.

"Iya mas. Oh iya mas, apa boleh aku mengunjungi pemakaman orang tuaku? Sudah lama aku tidak mengunjunginya sejak aku bekerja di perusahaan kamu dulu, " kata Mira.

"Boleh kok sayang. Habiskan dulu minumanmu baru kita ke pemakaman orang tuamu, " kata Theo.

Mira menganggukkan kepalanya dan dengan cepat dia minum air kelapa tersebut sampai habis. Theo hanya terkekeh melihat kelakuan sang istri. Setelah itu, mereka pergi ke pemakaman kedua orang tua Mira. Sesampai disana, mereka terlebih dahulu ke toko bunga terdekat. Mira membeli dua buket bunga melati karena bunga tersebut merupakan bunga favorit sang ibunda. Mereka masuk ke pemakaman dan mencari makam orang tua Mira. Mira menemukan makan orang tuanya dan makan tersebut sangat bersih tanpa ada rumput liar maupun dedaunan kering. Dirinya dalam hati mengucapkan terima kasih kepada pembersih makam yang telah membersihkan makam kedua orang tuanya. Lalu dirinya meletakkan kedua buket bunga melati di makam tersebut.

"Mas, apa mas bisa tunggu di mobil? Aku ingin bicara sesuatu kepada orang tuaku," kata Mira.

"Sebenarnya mas ingin bicara juga kepada orang tuamu. Tapi, kamu dulu bicara dengan orang tuamu. Mas tak masalah jika harus menunggu kamu disini, " kata Theo.

Mira hanya tersenyum dan mulai berbicara kepada orang tuanya. Dirinya tidak bisa jongkok karena terhalang dengan perut besarnya. Dirinya mulai bercerita dari awal dimana mereka diasingkan oleh kerabatnya, pertemuannya dengan Theo, sampai kejadian detik ini. Tak jarang air matanya turun setiap kali dia bercerita. Begitu juga dengan Theo mendengar cerita sang istri. Setelah selesai bercerita, Mira menatap sang suami seakan mengisyaratkan bahwa dia boleh bicara dengan mertuanya. Theo mendekati kedua makam tersebut dan mengelus kedua nisan tersebut.

Mantan CEOku adalah Cinta PertamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang