about the past

11.3K 1.9K 48
                                    

Twogether begitu sepi malam ini. Sehingga suara Emi Wong begitu menggema saat aku memutarnya lewat Youtube.

Sambil menarik dan mengembuskan napas aku mengikuti gerakan Emi yang tengah melakukan spider plank. Kedua lenganku sudah gemetaran, perutku terasa kaku, kakiku sudah lemas, dan napasku sudah bengek.

Aku hampir menyerah, tapi suara Emi Wong yang terus berteriak ‘no pain, no gain’ membuatku terus bergerak walau aku terus memelototi hitung mundur 60 detik yang rasanya seperti 60 tahun itu. Saat akhirnya waktu menyentuh angka 0, aku pun langsung ambruk di atas matras.

Karena tubuhku sudah tidak sanggup untuk bergerak lagi, aku pun menyudahi workout-ku dan membereskan matras dengan menggulungnya lalu menyimpannya di ruang serbaguna yang ada tepat di samping dapur.

Setelah itu aku menegak sebotol air dingin dari kulkas dan memakan tiramisu cake yang masih tersisa seperempat kotak. Niatnya sembari mengeringkan keringat aku hendak menonton fim 97 Minutes yang dibintangi oleh salah satu irish actor favoritku si Jonathan Rhys Meyers. Oleh karena itu, aku membawa sepiring kecil tiramisu cake ke ruang berkumpul dan mulai menyalakan TV.

Dengan bersemangat aku menyuapkan tiramisu cake ke mulut, namun bukannya rasa manis yang aku rasakan tapi perutku malah mual luar biasa. Sehingga aku pun segera lari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutku.

Aku pikir aku sudah lebih baik, tapi ternyata raga dan jiwaku lebih hancur dari yang aku kira.

Aku pun bersandar di tembok kamar mandi seraya menengelungkupkan wajah di kedua lutut. Lalu membiarkan dinginnya air yang mengalir dari shower membasahi seluruh tubuhku.

Aku menangis tanpa suara. Menangisi diriku sendiri—aku mengasihani diriku di masa lalu dan masa sekarang.

Namun katanya sembuh butuh waktu. Jadi, aku nggak bakal berhenti di sini. Dan besok aku akan menemui psikiaterku lagi.

***

Aku keluar dari kamar mandi saat tubuhku sudah menggigil. Dan ternyata sekarang sudah pukul sebelas malam. Aku pun segera memakai skincare routine seperti biasa, lalu karena tidak bisa tidur aku pun memutuskan untuk kembali ke ruang bersantai untuk melanjutkan menonton film.

Aku mencoba menghubungi Reza karena malam ini tidak mau sendiri. Namun, berapa kali pun aku mencoba dan mengirimi pria itu pesan, ia tidak membalasnya sama sekali. Hingga aku memutuskan untuk menyerah dan memilih lanjut  menonton film walau yang aku lakukan sebenarnya hanya menatap kosong layar TV.

Perutku sakit luar biasa karena lapar, tapi aku nggak berani memakan makanan apapun karena aku yakin apapun yang aku masukan ke mulut pasti akan keluar lagi.

Dan karena perutku terasa perih, aku juga nggak bisa tidur. Hingga akhirnya aku cuma berbaring di sofa seraya menutupi mataku dengan lengan kiri. TV masih menyala, tapi aku nggak berminat untuk melanjutnya menonton.

Satu hal tentang masa lalu ialah ia akan terus mengikutimu tak peduli sejauh apapun kami melangkah ke depan. Di masa lalu aku memutuskan untuk menghancurkan diriku sendiri karena nggak pernah merasa cukup dengan diri sendiri.

Dan saat ini aku benar-benar hancur berantakan, sampai kadang aku nggak tahu bagaimana cara memperbaikinya.

Aku mengerutkan kening saat mendengar suara bel yang dipencet. Awalnya aku pikir ini hanya halusinasiku saja. Karena orang gila mana sih yang bertamu jam dua pagi?

Dengan tubuh yang lemas luar biasa aku pun berjalan ke arah pintu. Dan seorang pria yang sangat familiar berdiri di sana.

“Za?”

Lalu kegelapan merengkuhku karena ternyata rasa sakit mengalahkanku lagi kali ini.

fortnight.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang