dear, diary

10.4K 1.5K 67
                                    

Kemarin Wina dan Alexandre sudah pindahan. Sehingga Twogether kini benar-benar sepi karena nggak ada mereka berdua yang bakal berantem kayak Tom and Jerry. Nggak ada lagi julidan Alexandre yang nyelekitnya minta ampun sampai bikin sakit hati—dan membuat kita kadang mikir memutilasinya saat tidur. Nggak ada lagi komentar-komentar pedas Wina yang membuat kami ingin mencekiknya agar ia berhenti bicara. Namun, setelah apa yang dilalui oleh Wina dan Alexandre, mereka berdua memang berhak bahagia. Dan aku bersyukur karena mereka akan jadi tempat bersandar satu sama lain hingga tua.

Saat ini aku dan Debby tengah duduk santai di rooftop Twogether sambil mendengarkan lagu please, please, please milik Sabrina Carpenter yang baru saja rilis beberapa waktu lalu.

Debby tampak sibuk menggambar dengan tab-nya, sedangkan aku sedang journaling sambil tengkurap di gazebo dengan berbagai spidol warna, krayon, dan berbagai stiker yang berantakan di sekelilingku.

Pas awal-awal aku konsultasi dengan psikiater, aku tidak begitu bisa mengungkapkan apa yang aku rasakan. Oleh karena itu, Mbak Hanum memberiku saran untuk melakukan journaling untuk mengungkapkan apapun beban di hati.

Awalnya aku tidak begitu antusias untuk melakukan journaling dan hanya melakukannya untuk laporan terapi pada psikiaterku saja—pada saat itu aku memang tidak antusias dalam apapun. Bahkan, untuk bangun setiap harinya rasanya sangat berat.

Setiap bangun aku selalu berpikir; seriously, hidup sehari lagi? Jangan tanya berapa kali aku berpikir untuk mati, karena aku di masa lalu berpikir masa depanku itu hanya ada dua; kalau tidak mati gantung diri yang mati dengan memotong nadiku sendiri.

Makan tidak nafsu, tidur tidak bisa, bahkan bernapas pun rasanya berat sekali.

Namun, seiring berjalannya waktu akhirnya kondisiku jadi lebih baik. Dan journaling setiap minggu menjadi salah satu kegiatan favoritku. Di notebook ini, aku menyimpan semua rahasiaku. Aku jadi diriku yang paling jujur, dan belajar untuk terus berusaha jadi manusia yang lebih baik lagi.

"Menurut lo gimana, Wi?" tanya Debby seraya menunjukkan tablet yang berisi sketsa tokoh komik barunya. Selama dua tahun ini gadis itu memang menjadi salah satu komikus Webtoon terkenal dengan nama author ‘ssssst!’.

Walau nama penanya cukup ngawur, tapi gadis itu salah satu author paling terkenal di platform membaca komik online itu. Karyanya selalu nangkring di ranking atas dan menjadi salah satu author anonim yang followers-nya paling banyak di negeri ini. Hampir menyentuh 2 juta. Padahal nggak ada yang tahu jenis kelaminnya dan nggak ada yang tahu kalau ia adalah anak dari salah satu menteri yang menjabat di kabinet Indonesia tahun 2000-an, dan bersaudara dengan salah satu jaksa terbaik negeri ini; Benjamin Utomo.

“Jujur gue suka sama gaya rambutnya sih, kece!” ujarku jujur seraya men-scroll layar tab untuk melihat gambar dengan lebih detail.

Debby tertawa keras. “So, seperti biasa kemarin gue jalan-jalan sendirian di Grand Indonesia. Niatnya mau cari inspirasi cerita sambil liat outfit kece orang-orang. Nah, terus gue liat si Mas-Mas yang rambutnya kece ini. Jadi, gue jadiin inspirasi, deh.”

“Dari gayanya pasti dia introvert. Banyak disukain cewek-cewek tapi biasa jadi si 'cold heart' makanya jomlo dari lahir.”

“Hmm nice idea. Tapi yang di kepala gue beda dikit, sih. Cuma gue jamin bakal lebih menarik, deh,” ujarnya seraya mengedipkan satu mata.

“Iya deh, terserah Mbak author. Asal jangan dibunuh aja, ya. Udah diterbangin terus dijatuhin itu syakit, coy!”

“Tapi yang genrenya angst biasanya lebih nempel di kepala, sih.”

Kali ini aku yang tertawa. “Sial, emang bener, sih. Soalnya bikin traumatized. Sad ending paling buangke yang pernah gue tonton adalah The Greats Gatsby. Sial, itu gue nyeseknya berhari-hari.”

“Tapi emang filmnya Abang Leo kebanyakan bucin-bucin mati, sih. Tapi gue setuju, Gatsby emang nyesek banget. Nggak bakal rewatch deh gue! By the way, lo yakin gambar gue nggak ada yang kurang?”

Nope, udah perfect kok menurut gue. Atau kalo lo ngerasa ada yang kurang oke, mungkin bisa lo diskusiin sama editor atau komikus yang lain. Mungkin kalo sesama profesional bakal lebih keliatan mana yang kurang. Tapi kalau dari mata orang awam kayak gue—yang gambar purnama aja pake duit gopean, punya lo udah perfect!”

Lalu tiba-tiba Debby tersenyum dengan pipi memerah. “Atau gue nanti bisa minta pendapat Bayu.”

“Gas, Buk! Sambil menyelam minum air ya kan? Tapi jangan sampai keselek, ya!” godaku lagi.

***

Aku menyapa beberapa tetangga yang aku temui di Supermarket. Setelah membeli bahan untuk agar-agar pesanan Jonathan, pembalut untuk Debby, dan beberapa camilan untuk aku stok di kulkas. Aku pun segera ke kasir untuk mengantre membayar.

Jarak dari Twogether ke Supermarket tidak terlalu jauh, makanya aku memutuskan untuk jalan kaki sekalian untuk membakar kalori. Pernah punya badan overweight hingga dipanggil babi benar-benar membuatku punya ketakutan tersendiri. Bahkan, saat badanku kini sudah ideal pun kadang aku masih sering overthinking dan cemas kalau makan terlalu banyak, atau lupa olahraga. Makanya, jalan kaki ke mana-mana merupakan salah satu pelarianku dari semua rasa cemas itu.

Aku mengecek ponselku sambil memilih lagu dari playlist di Sportify, dan mood-ku langsung anjlok lagi karena sejak kemarin Reza tidak bisa dihubungi. Pesanku hanya di-read, teleponku tidak diangkat, dan video call-ku di-reject. Aku tahu ia nggak suka diganggu kalau sedang sibuk, hanya saja ... Aku benar-benar cemas dan mengkhawatirkan pria itu. Kadang juga kesepian dan ingin ditemani walau hanya sekedar chatting atau telepon yang nggak lebih dari lima menit. Asal aku tahu kabarnya, asal aku sudah mendengar suaranya.

Aku kembali memasukkan ponsel ke saku hoodie, lalu kembali melanjutkan perjalanan pulang.

Setelah menaruh belanjaan di dapur, aku pun langsung pergi ke atap karena tadi belum sempat beres-beres sehingga alat-alat journaling-ku masih berantakan di gazebo.

Dan sesampainya di atas aku langsung melotot begitu melihat Bayu tengah mengutak-atik jurnalku.

“Gambar Spongebob lo lucu, Wi. Kepalanya menceng sebelah,” komentar pria itu yang sontak membuatku malu luar biasa dan segera meraih paksa jurnalku dari tangan Bayu. Semua rahasiaku ada di sini, dan perkataan Bayu setelahnya membuatku tahu jika ia sudah begitu lancang untuk membaca isinya.

fortnight.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang