nice to meet you; nah i hope your day sucks

18.1K 2.3K 45
                                    

Aku memeluk buku tamu dengan nama Bayu Soeharjanto yang ditulis dengan tulisan sambung super rapi. Selama di dalam lift aku terus memainkan meteran yang ada di leherku karena saat ini aku tengah gugup setengah mati.

Tentu saja, reuni ini sama sekali tidak aku harapkan. Kalau biasanya aku bisa menghindari undangan reuni sekolah dengan berbagai alasan agar tidak bertemu dengan teman-temanku di masa putih abu-abu, maka kali ini jelas aku sama sekali tidak bisa kabur. Bayu adalah salah satu klien VIP-ku bulan ini, dan mencampur perasaan pribadi dengan pekerjaan benar-benar tidak profesional sama sekali.

Yups, welcome to adult life guys!
Rapat, deadline, dan segala tetek bengeknya akan tetap berjalan nggak peduli saat ini kamu lagi sedih setengah mati atau klien kamu ternyata adalah manusia paling menyebalkan yang ingin sekali kamu tendang ke Samudera Hindia. Pekerjaan nggak bakal menunggu kamu buat baik-baik saja, jadi mengeluh soal ini jelas adalah hal yang sia-sia.

Uang mungkin tidak bisa membeli kebahagiaan, tapi semua butuh uang. Bahkan, kalau kamu memang nggak bahagia sama sekali di dunia ini pun, semua tetap butuh uang. Jadi, mari angkat dagu tinggi-tinggi dan mengabaikan semua perasaan bergejolak yang jujur saja membuat aku sedikit pening, dada berdetak terlalu kencang, dan campuran sensasi mulas serta ingin muntah yang bergabung jadi satu.

Ugh, sungguh reuni dadakan dengan Bayu hari ini benar-benar tidak aku bayangkan sama sekali! Bahkan di imajinasiku yang paling liar sekalipun!

“Wi, gue beneran iri sama lo setengah mati! Bayu Soeharjanto? Bahkan, dia lebih estetik daripada art itu sendiri!” ujar Biru begitu aku masuk lift dan berdiri bersisian dengan gadis itu.

“Lo kenal Bayu?” tanyaku dengan kening berkerut.

“Nope, tapi gue follow instagramnya. Lukisannya memang bagus-bagus sih, tapi yang ngelukis juga nggak kalah bagusnya. So, instagramnya Bayu Soeharjanto adalah lapak cuci mata gratis paling recommended abad ini!”

“Najis!”

“Yeee, awas aja nanti lo jadi terpesona setelah ketemu orangnya langsung! Dan kalo gue jadi lo dengan badan gitar spanyol lo itu, gue bakal flirting sama dia dan paling nggak punya WA-nya dengan modus pekerjaan.”

“Heh, ngaco! Gue udah punya pacar!” seruku yang langsung membuat Biru memutar bola mata malas. Gadis itu memang tidak pernah menyukai Reza, jadi keseringan dia lupa kalau aku sudah punya pacar dan dengan terang-terangan gadis dengan rambut warna pink nyentrik itu menyuruhku putus—walau dia tidak mengatakannya terang-terangan seperti Wina.

Namun, walaupun aku tidak punya pacar pun, aku tidak akan pernah sudi flirting dengan iblis dari neraka bernama Bayu Soeharjanto. Masa putih abu-abu yang kami habiskan bersama, membuatku mati rasa dan ilfeel berat pada pria itu.

Aku menarik napas panjang sebelum membuka pintu dan akhirnya kembali bertatapan dengan mata hitam arang itu lagi. Senyuman super lebar menggantung di bibir pria itu, ternyata tidak banyak yang berubah dari Bayu. Pria itu masih saja tampan dan punya fisik yang mempesona, gaya rambutnya masih itu-itu saja, dan kesan tengil masih tercetak jelas di wajahnya.

“Hai, Sailor Moon. Long time no see!”

Nahkan, minta ditampol!

Namun, aku memutuskan untuk mengabaikan sapaan menyebalkan Bayu. Lalu masuk ke dalam ruangan dengan tersenyum lebar dan ramah—aku harus tetap profesional. Lalu aku menyapa pria itu dengan sapaan template yang biasa aku pakai untuk menyapa klien VIP. Seperti selamat pagi, apa kabar, dan sedikit basa basi super basi soal cuaca. Dan untunglah Bayu menanggapi semuanya walau senyum menyebalkan dan tengil pria itu, membuatku mati-matian untuk tidak memutar bola mata malas. Aku tahu, pria itu hanya sedang menggodaku saja.

“Karena kamu udah nentuin modelnya sama Mbak Deandra. Sekarang aku bakal ngukur aja biar nanti baju pesanan kamu pas. Kalo butuh tambahan apa-apa, langsung bilang aja,” ujarku seraya berdiri sejajar di depan pria itu.

Dan terima kasih karena heels yang aku pakai membuat perbedaan tinggi badan kami tidak terlalu jauh, sehingga aku tidak perlu terlalu mendongak untuk menatap Bayu yang memang punya tubuh raksasa itu. Dulu, di sekolah pria ini juga selalu jadi yang paling tinggi di mana pun, Bayu selalu mencolok dan karena dia punya privileges berupa rupa good looking, maka tidak heran kalau bakal selalu ada yang melihat ke arahnya dua kali lalu mengaguminya habis-habisan. Sifat kadang tidak penting, asal kamu cakep hidupmu bakal lebih mudah.

Hahahaha hidup tidak adil, ya? Tapi memangnya sejak kapan hidup ini adil?

Lagu Houdini yang dinyanyikan oleh Dua Lipa menggema lewat speaker yang tersedia di setiap ruangan. Dan aku tahu kalau Biru-lah yang memilih playlist hari ini, karena gadis dengan rambut nyentrik warna merah jambu itu baru saja menge-tweet tentang ‘in my houdini era’ dan berbagai tweet gabut lainnya.

Pertama aku mengukur lingkar lengan pria itu, lalu menulisnya di buku yang tersedia.

“Kenapa lo nggak pernah dateng ke reuni?”

Tetapi aku memutuskan untuk mengabaikan pertanyaan pria itu, dan melanjutkan pekerjaanku.
“Gue nanya serius, Wi,” ujar pria itu seraya menatap mataku. Mata hitam arang itu menatapku dengan begitu serius, dan penuh tanya yang terlihat putus asa.

Aku membalik badan Bayu dengan hati-hati, lalu mulai mengukur lebar bahunya yang sangat lebar itu. “Karena gue nggak ada alasan buat dateng ke reuni.”

Setelah lulus sekolah, aku memang memutuskan kontak dengan semua teman-temanku di masa putih abu-abu itu. Aku juga langsung leave dari setiap grup yang ada, dan menggembok sosmedku setelah memblokir kontak-kontak tidak perlu. Aku memutuskan semuanya. Keluar dari panti dan memulai kehidupan baru. Jadi, orang yang lebih bebas dan bahagia. Dan aku bersumpah, tidak akan pernah mengizinkan masa lalu merusak segalanya.

Lalu ada jeda cukup panjang setelah percakapan ini, tapi aku tidak berani menatap pria itu karena aku takut aku juga akan mencari tahu apa tanya yang ada di mata yang lebih kelam daripada malam itu.

Saat mengukur lingkar leher Bayu, aku melihat ada noda cat berwarna coklat tua di leher pria itu. Sepertinya sebelum ke sini pria itu menggarap salah satu lukisannya dulu.

Aku menaruh meteran di meja, lalu meraih tisu yang selalu tersedia di meja dan mendekat ke arah pria itu.
“Bentar, Bay, ada cat di leher lo.”

Aku semakin mendekat ke arah Bayu, lalu mulai membersihkan cat berwarna coklat tua yang menempel di leher pria itu. Dan dengan jarak yang sedekat ini, aku dapat menghidu aroma Bayu yang menenangkan, seperti wangi campuran antara bunga mawar dan lautan.

Tubuh kami hampir menempel, hingga tubuhku yang sangat mungil seperti ada di kukungan tubuh raksasa Bayu.

Aku tak tahu kenapa aku melakukan tindakan ini, karena sebenarnya aku bisa saja memberitahu Bayu, lalu membiarkan pria itu membersihkan noda itu sendiri. Setelah kesadaranku kembali, aku pun segera menarik diri sekencangnya dari kukungan Bayu dan heels yang aku pakai membuat tubuhku oleng.

Dan jika Bayu tidak menahan pinggangku, aku yakin kini aku sudah jatuh mengenaskan di lantai. Aku pun segera melepaskan diri secepatnya, tapi kali ini dengan gerakan hati-hati agar aku tidak oleng lagi.

“Thanks,” ujarku lirih seraya membenarkan kemejaku yang kusut.

“You’re welcome and nice to meet you, Dewi.”

“Nah, sorry tapi gue nggak ngerasain hal yang sama. I hope your day sucks, Bay.”

Setelah lima tahun bekerja di sini baru kali ini aku menyumpahi hari pelanggan buruk. Namun, bukannya kesal atau menggerutu, Bayu malah tertawa keras. Seolah pria itu yakin sekali kalau harinya akan berjalan dengan sangat baik. Dasar aneh!

fortnight.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang