you don't owe your boyfriend anything

9.3K 1.4K 69
                                    

Di tanggal merah ini RT 008 mengadakan kerja bakti. Jonathan harus lembur di restoran sedangkan Debby masih harus mengejar deadline Webtoon. Oleh karena itu, terpaksa hanya aku dan Bayu yang pergi kerja bakti sebagai perwakilan.

Sebenarnya aku lebih suka berangkat kerja bakti sendiri, tapi Bayu sudah siap-siap di depan rumah saat aku hendak berangkat. Kali ini aku nggak bisa menghindar lagi, makanya terpaksa kami berdua berjalan bersisian untuk menuju taman di mana kerja bakti akan diadakan.

Selama di perjalanan ke taman aku terus mendiamkan Bayu. Nggak peduli ia mengajakku bicara dan menanyakan soal banyak tempat di lingkungan ini yang baru saja kami lewati. Pokoknya aku masih kesal setengah mati pada cowok itu karena ikut campur dan sok tahu soal hidupku!

“Lo marah,” ujar Bayu seraya menyamakan langkahku yang berjalan dengan cepat. Lalu pria itu meraih lenganku sehingga kini kami berhadapan.

“Wi?” tanyanya frustrasi seraya meraih daguku hingga matanya dan mataku kini saling bertatapan.

Aku masih enggan menjawab pertanyaan Bayu, tapi dari tatapanku seharusnya ia tahu kalau aku tengah sangatlah marah padanya.

Posisi kami masih sama, jarak di antara kami sangat dekat hingga aku dapat merasakan aroma napas pria itu yang manis kopi. Namun, entah kenapa aku tidak mau menjauh, sentuhan pria itu membuatku ingin bertahan lama-lama di posisi ini.

Bayu menganggukkan kepalanya. “Oke, lo marah. Sorry, gue udah lancang baca jurnal lo kemarin. Maaf karena baca diary lo, dan komentarin gambar spongebob lo yang sebenernya gemes itu. Gue tahu gue memang lancang, dan lo boleh marah atau maki-maki gue saat ini juga. Tapi come on, Wi, sampai kapan lo mau hidup begini? Ini hidup lo! Kenapa lo rela hidup lo diatur-atur sama orang lain?"

"Bukan urusan lo!"

"Gue tahu gue beneran brengsek karena baca jurnal lo. Tapi dari tulisan-tulisan lo gue langsung tahu kalo si Reza itu gila, toksik, dan control freak! Gimana bisa lo tahan sama dia selama ini?"

"Reza nggak gila, nggak toksik, dan nggak control freak! Emang apa salahnya sikap Reza selama ini? Emangnya lo siapa bisa komentarin atau sok tahu sama hidup gue? Lo siapa bisa nge-judge hubungan gue sama Reza? Reza pacar gue, wajar kalo dia menuntut sesuatu dari gue, dan wajar kan kalo gue mau nurutin kemauan dia buat bikin dia happy?

"Iya, itu memang wajar. Tapi lo tahu salahnya di mana? Salahnya adalah ... lo berusaha buat jadi apa yang dia mau! Dia nggak suka cewek rambut panjang, jadi lo pangkas rambut lo padahal lo nggak pernah percaya diri kalo rambut lo sebahu. Gue tahu lo selalu suka punya rambut panjang, Sailor Moon.”

"Itu udah lima tahun lalu, Bay. Selera gue selama tiga tahun ini berubah. Jadi, jangan sok tahu! Dan berhenti panggil gue Sailor Moon! Gue nggak suka lo bercandain gue kayak gitu.”

"Itu bukan bercanda, lo cut—” Bayu memejamkan matanya. “Oke, kali ini soal masak. Dia suka cewek yang pinter masak. Jadi, lo juga mati-matian buat bisa masak. Kalo lo cewek gue, gue nggak bakal maksa lo buat lakuin itu, Wi!"

Aku tertawa sinis. "Sayangnya gue bukan cewek lo, Bay. Dan gue emang mau jadi cewek pinter masak. Gue selalu suka masak. Yang ini tanpa paksaan, biar nggak karena Reza pun, gue bakal tetep mati-matian belajar masak!"

"Tapi dia ngatur-ngatur pertemanan lo! Ngatur-ngatur apa yang harus lo pake! Mau tahu kegiatan lo tiap hari! Mau tahu ke mana aja lo pergi! Mau lo berhenti kerja kalo kalian nikah! Lo nggak ngerasa terkekang atau sesak napas, Wi?"

Aku menghela napas panjang. "Reza nggak seburuk yang lo pikir, Bay. Sumpah, ya, berhenti di sini, oke?”

"Wi, ini hidup lo, kenapa lo harus lakuin yang dia suka? Kenapa lo harus lakuin yang dia minta?"

"Bay, ini hidup gue! Gue yang memutuskan pilihan-pilihan gue. Ya, gue emang berusaha jadi perfect buat Reza. Lo tahu kenapa? Gue cinta dia, gue nggak mau dia ninggalin gue.”

"Wi, kalo lo cewek gue, gue pasti nggak bakal ngatur-ngatur lo. Yang gue pikirin cuma kebahagiaan lo. Karena seperti itu harusnya pasangan. Saling mengerti. Bukan saling menuntut."

"Dan sekali lagi gue bilang, Bay. Sayangnya gue bukan cewek lo. Udah, ya, please? Dari kemaren lo udah bahas ini," pintaku penuh permohonan.

Akhirnya Bayu berhenti bicara, walau tampak ketidakpuasan yang begitu kentara di kedua matanya.

Lalu aku pun berjongkok untuk mencabuti rumput yang ada di sekitar taman. Bayu ikut berjongkok di dekatku, ketegangan masih terasa di antara kami. Tapi kami memilih untuk menahannya mati-mati.

“Shit!” umpatku karena merasakan debu yang masuk ke mata, sehingga dengan refleks aku langsung memejamkan mata.

“Jangan dikucek. Sini gue tiup.”

Lalu Bayu mendekat ke arahku dan meniup mataku pelan-pelan.

Akhirnya aku dapat membuka mataku lagi, dan ternyata saat ini jarak wajah kami sangatlah dekat. Sehingga aku dapat merasakan hangat napas Bayu di wajahku.

“Sekali maaf kalo gue lancang, Dewi. But ... You don't owe your boyfriend anything. Dan lo nggak harus jadi apa yang dia mau. You're enough.”

fortnight.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang